17. 17

88 10 1
                                    

Seseorang yang berbohong mungkin saja punya alasan tersendiri mengapa dirinya berbohong. Sedangkan seorang penghianat, dengan alasan apapun dia akan tetap salah, karena telah menghancurkan kepercayaan yang diberikan kepadanya
|


|

~Barata Nareswara~

Sebelum membaca ada baiknya untuk klik tombol vote kalian untuk kenyamanan bersama

Selamat membaca
😊😊


Sudah tiga minggu berlalu, namun sahabatnya itu tak kunjung bisa Bara hubungi. Jika awalnya ia masih mampu berpikir positif, untuk saat ini semua pikiran negatif telah menumpuk di pikirannya. Bara sudah cukup putus asa untuk mencari sahabatnya itu.

Dirinya sering bolak-balik pergi ke rumah Cere, namun yang ada hanyalah Bi Ijah pembantu rumahnya. Beberapa kali dirinya juga bertanya pada Ajun dan Sarah selaku kedua orang tua sahabatnya itu tetapi keduanya juga mendadak tak bisa dihubungi setelah tempo hari dirinya menemui mereka langsung.

Saking frustasinya, Bara sampai menyewa detektif untuk melacak dimana sahabatnya itu berada. Namun sayangnya semua hanya berakhir dengan sia-sia. Karena terlalu khawatir dengan keadaan sahabat nya itu, Bara bahkan sampai lupa dengan perempuan lain yang akhir-akhir ini tak pernah datang ke cafenya lagi dan tak pernah lagi menghubunginya kembali.

Entah mengapa nama Clarabelle tak pernah ada lagi di pikirannya saat ini. Padahal beberapa waktu lalu dirinya masih mencoba untuk menghubungi kekasihnya itu walaupun tak pernah mendapat balasan. Entah karena sudah muak atau karena pacarnya tak lebih penting dari keadaan Cere saat ini.

Sejak kepulang Bara ke rumahnya waktu itu, Bara tak pernah kembali lagi ke sana. Dia lebih suka menghabiskan waktunya di cafe. Dirinya selalu berharap, jika sahabatnya itu akan mencarinya kesana seperti biasanya. Walaupun di cafe Bara hanya sering melamun dan berdiam diri di ruangan pribadinya. Bara seperti kehilangan moodnya untuk membuat menu baru atau sekedar melayani pesanan dari pelanggan. Dunia masak memasak yang ia gemari menjadi terasa hambar ketika satu-satunya orang yang selalu mendukungnya tiba-tiba menghilang. Bahkan urusan cafe, semua ia serahkan kepada Rio selaku manager cafe ini. Walaupun di cafe, dirinya lebih sering melamun sendiri di ruangannya ketimbang turun langsung ke dapur.

Seperti saat ini, Bara tengah menatap langit melalui jendela di ruangannya itu. Sambil menggenggam sebuah bingkai yang terdapat pantulan laki-laki dan perempuan yang tersenyum bahagia dengan baju serta topi toga di kepala mereka. Demi apapun dirinya sangat merindukan Cerella. Tujuh tahun selalu bersama dan tak pernah terpisahkan dalam jangka waktu selama ini membuatnya ingin segera bertemu dengan sahabatnya itu.

Lamunan Bara terhenti ketika terdengar dering telfon dari meja di sampingnya.

"Assalamu'alaikum, Ma. Ada apa?" Tanya Bara ketika sambungan telefon sudah tersambung.

Wa'alaikumsalam, Bar. Kamu lagi sibuk nggak?

"Enggak, Ma. Memangnya kenapa?"

Mama bisa minta tolong? Anterin Mama ke PIM ya. Mama mau kumpul sama temen-temen Mama. Cuma anter kok, nanti pulangnya dijemput Papa sekalian dari kantor. Pak Joko lagi sakit soalnya.

"Yaudah sekarang kan? Kalau gitu Bara jemput Mama sekarang."

Iya sekarang, makasih ya sayang. Mama tunggu, Assalamu'alikum.

"Iya Ma. Wa'alaikumsalam." Setelah panggilan berakhir Bara segera menyambar jaketnya untuk menutupi kaos hitam polosnya.

***

Venustraphobia (End) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang