Chapter 7

141 22 0
                                    

Gua gagal. Gagal jadi seorang saudara. Maaf. Gua terima, kalau memang itu hukuman buat gua.
Cakra

***

Pagi ini, Cakra menyapa Langit yang masih saja acuh. Mengabaikan Cakra yang sejak tadi menebar senyum. Langit, benar-benar tidak berminat untuk merespon Cakra. Meskipun, Cakra sudah mencoba berbagai cara untuk membuka obrolan dengan Langit.

“Ngit…”

Prang…

Langit yang sedang menikmati sarapannya pun membanting sendok dan menatap tajam Cakra.

“Bisa diem?”

Cakra bungkam. Akan lebih baik jika Cakra mengikuti ucapan Langit. Karena bagaimana pun, Cakra harus memperbaiki hubungannya yang sangat buruk dengan Langit.

“Selamat pagi, jagoan ayah!” Danu yang baru saja bergabung, lalu mendaratkan telapak tangannya pada puncak kepala Cakra. Mengabaikan Langit yang masih menatap penuh harap pada Danu.

Sayangnya, Danu benar-benar abai pada Langit, seakan Langit tidask pernah ada di antara Cakra dan Danu. Tidak kuat lagi, Langit pun memilih bangkit. Tanpa sepatah kata pun, Langit meninggalkan rumah ini dengan penuh rasa sesak. Mengabaikan Cakra yang terus meneriakkan namanya.

***

Sepertinya, harii ini akan menjadi hari yang buruk bagi Langit. Entah kenapa, mood Langit tak juga membaik, padahal sekarang sudah menunjukkan pukul 13.00, baik Bayu mau pun Yuda, tidak ada yang berani mengusik Langit. Keduanya memilih menemani, tanpa banyak bicara.

“Gua pengen nginep di tempat kalian dong. Siapa aja, terserah. Yang mau nampung gua aja!” Langit membuka percakapan setelah hening cukup lama.

Yuda dan Bayu terlihat biasa, tak ada ekspresi kaget sama sekali.

“Keputusan ada di Lu! Mau di tempat gua atau Bayu, terserah.” Yuda melirik malas pada Langit.

“Gak jadi deh, gua mau kontrakan aja!”

Plak

Bayu yang sudah sangat gemas dengan Langit pun, menggeplak kepala Langit tanpa permisi.

“Terus, Lu ngapain nanya, dajjal! Kalau lu punya pilihan sendiri” Langit hanya tertawa. Setidaknya, ia masih punya teman yang bisa ia jadikan moodboster.

***

Hari sudah menjelang sore, sejak 2 jam lalu, Langit serta kedua temannya sudah berada di kontrakan yang Langit sewa. Langit sengaja menyewa rumah kontrakan ini untuk kondisi seperti ini. Dan yang mengetahui kontrakan ini, hanya Bayu dan Yuda.

Ponsel Langit sejak tadi tak berhenti bergetar. Terpampang ID Call si penelfon dengan tulisan Orang Asing. Langit benar-benar tidak merasa terganggu, ia malah asik menonton Television sambil menunggu Bayu dan Yuda membeli cemilan. Langit memang berencana menginap di kontrakan sendiri, tapi Bayu dan Yuda tidak mengizinkan. Sehingga mereka pun sepakat untuk bermalam bersama.

Langit melirik pada ponselnya yang mulai tenang, namun tidak bertahan lama. Karena setelahnya, Langit menerima notifikasi pesan masuk dari salah satu aplikasi di ponselnya. Pesan yang dikirim oleh Cakra.

Orang Asing
Lu dimana? Kenapa belum balik?

Not your bussines!

Balik. Ayah nyariini.

Ngelawak, Lu? Sejak kapan Ayah nyariin gua?

Udah, buruan balik.
Read

Langit tidak lagi membalas pesan dari Cakra. Buang-buang waktu, pikir Langit.

“Lang! Buru makan, udah kita beliin nasi soto di gang depan nih!” Langit bergegas berdiri dan menghampiri kedua kawannya.

Sudah tertata rapi menu makan mereka. Nasi soto dengan es teh. Sederhana, namun sangat dinikmati oleh ketiganya. Terlihat mereka makan dengan sangat lahap, begitu pun Langit.

*

**

Pukul 9 malam, ponsel Langit kembali diteror oleh Cakra. Namun Langit tidak peduli. Bahkan, Langit tak berniat untuk menonaktifkan ponselnya.

“Ngit! Matiin aja deh tuh HP! Berisik tau!” Yuda benar-benar jengah dengan kelakuan bocah Langit.

Langit yang di tegur pun, masa bodo. Lebih memilih melanjutkan bacaannya dari pada menanggapi omelan Yuda.

Untuk saat ini, Langit hanya ingin bersikap masa bodo. Ia sengaja mengabaikan Cakra, karena Langit ingin Cakra bisa merasakan, rasanya diabaikan. Seperti apa yang Langit alami selama ini. Selalu diabaikan!

Malam ini, Langit tidur dengan tenang. Bersama getaran ponsel yang seakan menjadi lulabi untuk dirinya menjemput mimpi. Sedangkan disisi lain, Cakra sangat uring-uringan. Bahkan, sesekali air mata menetes. Sungguh, Cakra benar-benar khawatir. Terdengar berlebihan memang, mengingat Langit adalah seorang laki-laki. Namun, tetap saja! Cakra, khawatir!

LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang