Suasana kota yang ramai membuat kepalaku sakit karena suara bising juga padatnya orang berlalu-lalang. Beberapa kali aku hampir terpisah dengan Aideen, beruntungnya diriku ia selalu menggandeng tanganku.
"Silakan mampir!"
"Ini bahkan masih hangat!"
"Silakan cicipi pasta terbaru toko kami!"
Entah sudah berapa pedagang yang sudah dilewati. Meneriaki dagangannya dan juga menawarkan berbagai produk yang menggiurkan. Menjajakan makanannya, berharap akan terjual banyak.
Aku menatap ke salah satu kios yang berhasil menarik perhatian. Kios yang begitu kecil yang hanya menjual permen apel yang begitu menggoda.
"Apa anda menginginkannya?"
Aideen membawaku menuju kios kecil itu. "Permen apel itu,"
"apa anda menginginkannya?" Tanpa menunggu jawaban dariku ia langsung memesan satu buah permen apel yang begitu montok dan cukup menggoda kemudian memberikannya kepadaku. "Silakan."
Bahkan aku tidak berniat untuk memakan permen apel ini, walaupun tampak menggoda yang sampai mengundang liur. Tetapi aku tetap menerima pemberiannya dan memakannya dengan malu-malu. "Terima kasih."
Aideen tetap menggandeng tanganku sambil menuntunku secara perlahan. "Bagaimana jika kita menuju danau?"
"Dilihat dari cuacanya, sepertinya bagus untuk melakukan piknik dadakan."
Danau tak begitu jauh dari tempat kios kecil itu berdiri. Hanya tinggal mengikuti jalan besar kemudian patung Ksatria dengan kudanya menjadi patokannya, itulah tempat danau yang dimaksudkan. Jika dilihat baik-baik, ukuran danau itu bisa dibilang tiga kali besarnya kamarku yang berada di istana. Mataku sedikit tersentak namun tetap tidak menghilangkan mood cuaca yang tampil dengan bagus, menjadi alasan mengapa tempat ini ramai.
Aideen menuntunku menuju tempat rindang yang menghadap ke danau. Tempat yang begitu strategis juga indah secara bersamaan. Awan seolah menari, dan berbagai jenis unggas pun bermain air dengan riang. Air danau yang begitu jernih hampir tak terlihat seperti danau yang biasa kukenal di tempat asalku.
Angin semilir menabrak wajahku dengan lembut, seolah menciumku dengan penuh kasih.
"Apa anda menyukainya, Tuan putri?"
Aku mengangguk ringan, menatap lurus danau yang menjadi titik fokus diriku. Mataku terlalu takjub untuk beralih begitu pula pikiranku yang sudah menjelajah jauh di sana.
"Apa ada sesuatu yang anda inginkan, Tuan putri?" Kata Aideen, entahlah, aku tak mengerti apa maksudnya, namun aku hanya menggeleng ringan seolah hanya pemandangan danau ini cukup memberikan segalanya.
Kemudian aku menoleh, ingin menunjukan kepada Aideen titik favoritku, namun karena ketidaktahuan diriku, saat menoleh, jarak di antara kita hanya hitungan beberapa centimeter. Aku menatap matanya yang telah menatapku dengan hati-hati. Aku bahkan dapat merasakan napas kami saling beradu. Jantungku seolah memompa dua kali lebih cepat dari biasanya.
Mata merah menyala yang indah terlalu sinkron dengan warna rambutmya yang pirang, dengan lentikan panjang bulu mata yang begitu sempurna, serta hidung mancung, dan garis tegas di wajahnya, yang semakin membuatnya sempurna. Napasnya yang hangat serta bibirnya yang menggoda iman. Aku hanya diam mematung dan mengamati segalanya dengan tatapan buru-buru, namun aku tidak menyadarinya sampai Aideen mengangkat wajahnya menjauh.
"Apa ada sesuatu di wajah saya, Tuan Putri?"
Kemudian aku tersentak. Pipiku merona. Perasaan bersalah segera menghantui diriku. Aku membuang muka dan menatap titik favoritku dengan buru-buru. Suaranya yang terdengar lembut terdengar sampai di telingaku, membuat tubuhku merinding juga panas dingin. "Tidak ada apa-apa." Aku berkata seperti itu, tetapi itu bohong.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Dream
FantasyBatu permata terakhir tersembunyi ditubuh seorang gadis yang tinggal di dunia lain. -Sweet Dream. Felysia, seorang gadis tujuh belas tahun yang tak mengetahui apa pun, dituntut untuk menyelamatkan dunia yang tidak dikenalnya. Dengan seorang Ksatria...