Jakarta, Februari 1998
AKU merapikan jas dan dasi di depan cermin, lalu untuk kedua kalinya melirik ke arah jam dinding bertanda tangan Andy Warhol yang sedikit retak akibat terkena bola basket.
Seiring bertambahnya usia, aku makin sadar, betapa banyak benda-benda antik yang berharga tetapi tidak bermanfaat di rumahku, yang harus berakhir di tukang loak lantaran tak bisa diperbaiki lagi.
Perayaan Lebaran membuatku bersemangat.
Selalu.
Selesai sholat Ied, aku dan Matt sahabatku sibuk memastikan segala keperluan hari ini terpenuhi. Menurut Mama, sudah waktunya si anak sulung yang baru saja wisuda mampu menggantikan peran event organizer, bukannya sekadar duduk santai di acara seperti ini.
Sudah menjadi tradisi dalam hidupku untuk selalu berada di kampung halaman tiap kali Lebaran tiba. Namun, kali ini terasa berbeda dari biasanya, meski tiap tahun aku selalu kembali ke Indonesia. Tamu yang datang seramai tahun-tahun sebelumnya. Makanan yang dihidangkan pun tak jauh berbeda; hanya saja ada tambahan menu baru hasil permintaan Nenek, yakni Mongolian BBQ dan hidangan manis khas Turki berisi krim dan kacang pistachio, Katmer.
Jadi, apa yang berbeda? Pikirku.
Kuperhatikan ruang tengah—ruang utama yang selalu megah di rumah—yang belasan tahun silam pernah dihiasi patung kristal dan tersenggol jatuh saat perayaan Lebaran juga. Kini benda aneh itu tak ada lagi, begitu juga dengan deretan relik-relik antik lain yang menjadikan rumah mirip museum.
Aku tersenyum seraya menebar pandangan ke tiap sudut ruangan yang kini lebih lapang. Tiap jengkalnya sarat kenangan, mulai dari bayangan aku dan Damar si sepupu berlarian di antara tamu, sampai seonggok kenangan yang hampir sirna... seorang gadis kecil yang kala itu peduli dengan tanganku yang terluka dan tanpa sedikit pun rasa takut mengingatkan sosok setegas Mama.
Ada lagi yang berbeda, yaitu penggunaan sapaan dalam namaku—Mr. Agashtya Adi Sudiro—yang tertera pada undangan peluncuran acara di the Met sampai tiket pesawat New York – Jakarta yang masih tersimpan di dompet. Tentunya aku sudah bukan anak kemarin sore lagi!
Aku menghabiskan masa kuliah selama empat tahun di New York University, Amerika. Masa yang terasa begitu singkat, apalagi dihabiskan bareng Matt Presley, sahabatku asal California yang easy going. Kembali ke Jakarta bukan hal yang asing bagiku. Seperti halnya New York, Jakarta juga terkenal dengan kemacetan dan dinamika kehidupan yang tinggi—segala sesuatu yang jadi ciri khas kota besar.
Aku dan Matt sama-sama mengambil jurusan bisnis manajemen di universitas yang berdiri di terusan Fifth Avenue itu. Sudah menjadi keputusanku untuk meneruskan studi di luar negeri; sesuatu yang amat didukung Papa demi kelangsungan usaha keluarga.
Meski sibuk kuliah, tidak sekali pun kulewati Lebaran di rumah. Aku selalu pulang ke Indonesia pada pekan terakhir bulan Ramadan. Tak ada yang lebih homey selain mencicipi ketupat campur opor ayam buatan Nenek dan menghadiri perayaan Lebaran di rumah yang selalu heboh—walau kini tanpa patung kristal Rogaška.
Lebaran kali ini juga menjadi pengalaman pertama Matt ke Jakarta. Ia memang pernah ke Indonesia setahun yang lalu bersamaku dan beberapa teman lain. Namun, tujuan kami bukan ke Jakarta, melainkan ke Bali. Bagi sosok yang besar di California dan doyan berselancar seperti Matt, Bali bak rumah kedua.
Tiap Lebaran, aku pasti pulang sendiri dengan minta dispensasi dari dosen fakultas.
Ya, selalu sendiri.
Rasa sepi terasa menggelayuti kalbu kala menonton film selama penerbangan yang memakan waktu seharian dari JKF Airport sampai tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Untungnya, itu hanya berlangsung selama dua puluh empat jam. Begitu sampai di Jakarta, Kintan dengan setia menjemputku dan bercerita panjang-lebar tentang pesta kebun yang berubah jadi mimpi buruk lantaran hujan deras, rencana liburan sekolah tahun ini, sampai pacar terbarunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Tetap di Sini
RomanceAga jatuh hati kepada Kisa sejak pertemuan pertama mereka saat perayaan Lebaran. Kisa datang dan pergi tanpa bisa ditebaknya. Apakah semua ini permainan waktu, atau tak lain permainan Kisa?