20 | Penerbangan ke Medan

945 125 53
                                    

Focus : Dara, Dirga

Dara baru saja sampai di bandara. Hari ini ia akan pergi ke Medan untuk mengerjakan proyek yang telah di perintahkan oleh perusahaannya bersama Bimo dan Fia.

Sebelum melanjutkan langkahnya, Dara menatap ponselnya. Ia membaca pesan dari atasannya yang telah dikirim beberapa jam yang lalu.

From : Dirga
Hati-hati, sebenernya gue berharap bisa ikut. Tapi meeting sm rekan papah gabisa ditunda. Kalau ada apa-apa bilang aja ke Fia atau telpon gue.
3 jam yang lalu.

Dara menghela napas, sebenarnya ia lumayan takut saat ini. Melihat kejadian beberapa hari lalu di kantor ketika ia lembur membuatnya semakin tak ingin ikut proyek ini.

Setelah menjawab pesan Dirga, Dara pun melanjutkan langkahnya ke tempat yang sudah mereka bertiga tentukan untuk bertemu.

Dara berhenti melangkah ketika ia sudah semakin dekat dengan tempat makan Solaria tersebut. Ia menatap sosok pria yang tengah duduk dengan batang rokok yang terselip di bibirnya.

Mana Fia? Belum dateng?

Dara tak akan pergi kesana sebelum ia melihat Fia. Ia tak mau hanya berdua dengan Bimo, ia juga tidak suka dengan asap rokok. Lebih baik ia duduk menunggu di seberang tempat makan tersebut.

Hampir 15 menit ia menunggu dan Fia tak kunjung datang. Ia sudah menelepon Fia namun tak di jawab.

"Ayo dong Fia, gue gamau cuman berdua sama cowok itu," Gerutunya sembari menelepon Fia.

"Dara? Kenapa nunggu disitu?"

Seketika Dara menoleh dan terkejut melihat Bimo disana. Batang rokok yang tadi terselip di bibirnya sudah hilang, pasti sudah berubah menjadi abu.

"Kan kumpul di solaria, kenapa kamu disitu?" Tanya Bimo yang heran. Dara tak tahu harus jawab apa, ia benar-benar gugup dan takut.

"Emm, gapapa... " Hanya itu yang dapat keluar dari mulut Dara.

Melihat gadis di depannya terlihat bingung dan gugup, Bimo tanpa aba-aba segera duduk di samping Dara sembari menunjukkan ponselnya ke arah Dara.

"Ibu Fia meninggal dunia semalam, dia gabisa ikut. Kalau kamu telpon pun pasti dia lagi sibuk. Jadi sekarang cuman ada kita berdua," ujarnya tersenyum diakhir menatap Dara.

Tamat riwayat Dara, ia rasanya ingin pulang dan izin sakit saja. Kenapa Fia tak bilang padanya? Kalau ia tahu ia juga pasti akan izin dan membiarkan Bimo sendiri yang pergi.

"Ayo kita harus segera check in, setengah jam lagi jadwal pesawatnya," ujar Bimo menarik penggelangan tangan Dara.

Dara sangat khawatir, Bimo benar-benar lelaki tak tahu malu yang sembarang menarik seorang gadis. Bahkan sekarang ia merangkul Dara dan Dara tak bisa melawan apapun. Dara membeku, tak tahu harus bagaimana.

"Kita ini sama-sama seorang sekretaris. Aku tahu kok gimana capeknya kamu jadi sekretaris Dirga. Apalagi Dirga orangnya kejam, suka nyuruh-nyuruh, marah-marah, genit...."

Dara menatap kesal lelaki disampingnya. Bagaimanapun ia tak setuju dengan yang dikatakan Bimo. Dirga tak seperti itu.

Dirga lelaki yang baik.

Tak seperti dirinya.

Walaupun Dirga memang menyebalkan setidaknya ia tak semenakutkan Bimo yang tiba-tiba memeluk dan menarik lengannya. Bahkan Dirga selalu melindunginya dari pria disampingnya ini.

Sekarang rasanya Dara membutuhkan atasannya itu. Ia membutuhkan Dirga. Tanpa Dirga, Dara tak tahu harus melawan lelaki ini bagaimana, karena Bimo benar-benar lelaki kuat, bahkan sakit akibat tarikannya kemarin masih terasa hingga sekarang.

Marriage Life | Svt&GfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang