Bab 6 - Tumbuh di hati

23 3 1
                                    

Aku terbangun dari tidur dengan headphone yang masih melingkar di kepalaku, alasannya aku lupa melepas benda itu karena tak sengaja terlelap lebih dulu semalam. Aku menyisir rambut yang berantakan dan mengikatnya. Lantas aku bergegas bergantian masuk ke kamar mandi setelah Aulin menyelesaikan kegiatannya.

Aku harus segera beringsut dari tempat. Menyeret tas punggung yang berada di atas ranjang, memakai sepasang sneakers, dan melapisi atasan dengan hoodie berwarna gelap sebelum si raja bawel mendobrak pagar besi didepan teras.

Aku baru saja menuruni anak tangga yang sempit itu. Namun tidak kutemukan satu orang pun di ruang utama. Hanya terlihat asbak diatas meja kayu dan beberapa putung rokok mengisi volume wadahnya. Diperkirakan, Om Nuril yang berada di kamar depan lantai dasar itu masih nyenyak di atas ranjang dan menjelajah ke alam mimpinya.

Akupun bernapas lega, setelah Aulin menawarkan untuk pergi bersama menaiki taksi. Syukur-syukur untuk menghindari adu mulut dengan tetangga depan rumah, siapa lagi kalau bukan Aldo. Kawan seangkatan SMA-ku itu tinggal di kompleks depan rumah yang sejak dua bulan ini kutempati.

Aulin lantas melangkahkan kaki dan menggiringku sampai ke teras. Kami pun berjalan beriringan meninggalkan komplek.

Kendaraan roda empat itu melaju mengantar kami ke tempat tujuan. Tak lama Aulin sudah waktunya untuk turun dari taksi karena tempat bekerjanya yang memang tak jauh dari MESS.

"Duluan ya"

"Oke lin, have a nice day"

"Enggak nitip salam buat Pak Mario nih? "

Aku cengengesan. "Boleh"

"Ya udah. Semangat kuliahnya", ucapnya seraya mencubit pipiku. Aulin pun menggerakkan kakinya yang memakai heels itu menuju lahan berpaving yang cukup luas.

***

"Mika!! ", seru suara seorang lelaki berlari mendekatiku.

"Mika!! Woi! ", ia pun semakin dekat, aku tetap mengabaikannya.

"Astaga, Mika! ", ucapnya lagi dengan napas yang terengah-engah seraya menyamakan posisinya dengan langkahku.

"Apa sih? ", geruruku kesal.

"Tega bener ninggalin aku"

Aku diam, sibuk memainkan ponsel di genggamanku.

"Mika! "

"Apa? "

"Mau nggak? "

"Mau"

"Mau jadi pacarku? "

"Ish, kirain mau nawarin es krim"

Aldo terkekeh.

"Aku nggak suka ya", ucapku.

"Nggak suka sama candaanku? "

"Nggak suka sama KAU! ", jawabku ketus. Lantas aku memasang headphone dan bergegas mendahului tempat dimana Aldo berdiri.

Langkah yang berjalan memenuhi sepanjang koridor pun tampak memperlihatkan beberapa mahasiswa-mahasiswi yang saling beradu cakap dengan pembahasan yang tak ingin ku ketahui. Aku berjalan menuju kelas, sedangkan Aldo tidak ku perhatikan lagi gerak-gerik langkahnya yang mengikutiku. Kami tidak berada dalam satu kelas, melainkan ruangan yang berbeda dalam gedung yang sama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia Bukan Gelandangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang