Bab 5 - Partner

26 4 9
                                    

Selamat pagi Kota Metropolitan..Apa kabar dengan hati yang lama tak di singgahi?
Apa kabar dengan raga yang lama tak dilengkapi?

Sejauh ini, aku baik-baik saja dengan adanya Aldo di setiap langkah kakiku, dengan raga yang selalu di jaga setiap waktu.

Hampir tiga hari Aldo menemaniku di Rumah Sakit, hanya sakit ringan. Kata Dokter aku terlalu kelelahan. Ia terlihat sangat khawatir melihat ku yang hanya terbaring lemah. Berbeda saat ia memergoki ku yang pulang larut malam padahal ia sendiri sudah sampai di MESS sejak pukul tiga sore. Kejadian di mana aku menemui pengamen bernama 'Awang' itu. Aldo memarahi ku bukan karena ia benci, namun rasa khawatir lah yang membuatnya sulit mengontrol amarah.

Aldo bilang, aku titipan papa. Papa mempercayakan Aldo untuk menjagaku disaat aku jauh dari rumah. Tidak kusangka Aldo yang pendiam mempunyai amarah yang besar dalam dirinya.

***

Matahari menyingsing, membungkus Jakarta dengan balutan cakrawala yang memerah, sementara aku masih berkutat dengan tugas kuliah.

Drrt.. Drrt..
Ponsel ku bergetar, 1 pesan masuk yang tak di harapkan kembali menyelinap.

Aldo :
Hey cantik, udah makan belom? Mau apa? Aku bawain.

Aku menghela napas panjang. Mengabaikan pesan itu dan kembali ke tugas yang belum terselesaikan.

Sudah memasuki 1 bulan aku merasakan dunia baru di kampus. Sejak itu aku rutin memasang alarm yang otomatis berdering setiap pukul 05.00 pagi. Walaupun tidak setiap hari aku ada jadwal kuliah, tapi setidaknya aku harus membiasakan diri bangun pagi. Aku harus berjaga-jaga karena jika bukan mama yang membangunkanku, alarm pun bisa jadi penggantinya. Sejak hari itu juga, setelah bertemu dengan Awang dunia ku terasa melambat.

Di bulan pertama yang terlihat baik-baik saja entah kenapa kini jadi hal yang tidak wajar. Sejak pertemuan kedua dengan pengamen itu aku merasa entah bagaimana rencana-NYA kami lagi-lagi di pertemukan.

Pagi hari, setelah aku berjalan dari halte menyusuri trotoar, aku singgah sejenak di area skate park. Aku melihat orang-orang yang melintas di depanku, meskipun aku lama tidak bermain skateboard aku tetap duduk di sana sembari memotret entah apa. Tiba-tiba ingatan itu berputar kembali di kepalaku, bagaimana kabar Tari disana? Apa dia baik-baik saja? Atau ada hal buruk yang menimpa perasaannya?. Aku menghela napas panjang. Mencoba tetap tenang.

Hari yang belum beruntung. Di pagi yang beranjak siang ini aku belum juga menemukannya. Berharap manusia itu muncul lagi di sekitarku. Namun usahaku yang bergegas di pagi hari dengan mengejar bus tak kunjung menemukan paras wajahnya.

Belum. Aku belum menginginkannya untuk pergi begitu saja. Ada rasa yang tak bisa kujelaskan, ada debaran jantung yang tak bisa ku munafikan.

Yang kurasakan sekarang adalah getaran dari dalam tas ku. Aku mengernyitkan dahi. Tunggu. Mungkin ada sesuatu yang menimbulkan hal tersebut. Lantas ku periksa setiap kantung tas. Astaga, rupanya ponsel penyebabnya.

Aku menerima panggilan masuk itu.

"Halo", sapaku.

"Kamu lagi di mana? "

"Keluar, cari angin"

"Angin kok di cari, mending cari aku aja"

Aku menghela napas panjang.

Dia Bukan Gelandangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang