1. THE BEAUTY AND THE BEAST

366 29 2
                                    

Biasanya mereka yang datang ke Baker Street 221B untuk minta bantuan sahabatku Sherlock Holmes adalah lelaki. Jarang sekali kaum hawa. Karenanya aku agak terkejut saat membuka pintu di siang hari pertengahan musim panas itu.

Berdiri di hadapanku wanita muda yang kecantikannya nyaris membuatku ternganga. Lebih-lebih karena dia berpenampilan layaknya wanita terhormat. Ada kesan kekuatan sekaligus keanggunan yang membuatnya lebih mempesona.

Tapi jika sahabatku punya pikiran yang sama, itu tak nampak di raut mukanya. Dia menatap tamu istimewa ini sama seperti ketika dia menatap tamu-tamu sebelum ini. Jika ada sinar di matanya, itu bukan sinar seorang lelaki saat memandang perempuan cantik. Lebih seperti seorang ilmuwan memperhatikan bahan kimia yang sedang bereaksi.

"Silakan duduk, Nyonya," ujarnya menyebut 'nyonya' tanpa ragu, sebelum seperti biasa memberi gebrakan, "Tentunya ada masalah yang sangat tidak biasa sampai anda jauh-jauh dari Hornsville menemui saya."

Seperti biasa pula, setiap tamu yang belum pernah melihat kehebatan sahabatku dalam seni deduksi seketika terbelalak. "Mr. Holmes! Saya tahu anda seorang detektif yang hebat, tapi saya tidak menyangka akan sehebat ini. Nyaris seperti kekuatan gaib. Kalau saja memang demikian. Bagaimana anda tahu saya dari Hornsville"

Sherlock Holmes tersenyum tipis sebelum menjelaskan panjang-lebar dan makin lama makin cepat....

"Sangat mendasar sekali, Nyonya. Riasan anda memudar menandakan perjalanan yang cukup jauh. Dari jendela, saya melihat anda ke sini mengendarai kereta sewaan. Selama perjalanan anda duduk di sebelah kiri karena sisi pakaian anda yang sebelah kiri lebih kusut daripada yang sebelah kanan. Anda pasti melakukannya karena ingin menikmati kehangatan matahari sepanjang perjalanan. Karena saat ini matahari masih di sisi timur, berarti anda berasal dari daerah utara. Dan Hornsville adalah satu-satunya wilayah di utara yang belum dilewati jalur kereta api - sehingga perlu menyewa kereta. Begitulah, Nyonya. Tak ada urusan dengan kegaiban sama-sekali. Murni deduksi."

Aku hampir-hampir tak bisa menahan tawa melihat wajah tamu kami yang cantik itu saat mendengar paparan Holmes. Bukan hanya matanya yang terbuka makin lebar. Mulutnya pun makin menganga. Ekspresinya mengingatkan tokoh-tokoh dalam opera klasik.

"My God, Tuan Holmes," ujarnya takjub. "Itu....itu luar biasa! Saya tak heran kalau anda ternyata sudah tahu masalah yang saya hadapi.."

"Sayang sekali membaca pikiran belum termasuk seni deduksi. Jadi saya belum tahu masalah yang anda hadapi," kata sahabatku, sebelum cepat-cepat menambahkan, "Selain bahwa ini menyangkut suami yang baru anda nikahi dan berkaitan dengan hal supranatural."

Wanita itu lagi-lagi tercengang. Dia menggeleng-gelengkan kepala seperti kehabisan akal. "Saya sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana anda bisa tahu...."

"Lebih sederhana lagi," jawab Holmes. "Di jari anda ada cincin kawin. Karena itulah saya memanggil anda 'nyonya'. Cincin itu sendiri masih cemerlang. Belum lama anda pakai. Artinya, anda baru menikah. Tapi anda pergi sejauh ini seorang diri. Itu tidak biasa bagi pengantin baru. Artinya anda anda ke sini tanpa sepengetahuan suami. Itu cuma berarti satu hal, dialah yang jadi sebab anda menemui saya."

Aku hampir-hampir bisa mendengar tamu kami menahan nafas sewaktu bertanya, "Dan soal ini menyangkut masalah supranatural?"

Sahabatku menyeringai. "Itu jauh lebih sederhana lagi. Anda tadi sempat mengatakan kalau saja saya benar-benar menguasai ilmu gaib. Nah, kenapa anda bilang seperti itu kalau bukan karena menghadapi masalah supranatural?"

Seperti tanpa sadar, wanita itu mengangguk-angguk. "Anda sungguh-sungguh punya banyak kemampuan, Tuan Holmes. Mengesankan sekali kemampuan anda menangkap detil perkataan seseorang. Saya sendiri saja tak terlalu sadar apa yang saya katakan tadi. Anda mungkin tidak memiliki kekuatan gaib. Tapi dari apa yang saya ketahui sejauh ini, saya yakin andalah yang bisa membereskan masalah saya...."

Sherlock Holmes menyandarkan punggungnya di kursi, menangkupkan kedua tangan di depan dada, dan akhirnya berkata, "Kalau begitu mari kita dengar apa masalah anda."

Wanita muda itu menarik nafas sebelum mulai bercerita. Sebuah cerita yang nantinya terdengar sangat aneh bagiku. Bisa jadi cerita paling aneh yang pernah kudengar selama ini...

"Nama saya Caroline. Saya adalah istri Samuel Spencer. Suami saya adalah pemilik dari beberapa properti di London. Kami baru menikah beberapa bulan yang lalu, dan sejak itu bertempat tinggal di paviliun pribadi di Hornville. Letaknya agak di pedesaan. Persis menghadap hutan yang berada di bagian utara. Selama beberapa waktu kami hidup berbahagia sampai terjadi sesuatu..."

Aku bisa melihat kedua tangan tamu kami gemetar sebelum dia kembali melanjutkan ceritanya.

"Sebulan yang lalu saya terbangun di tengah malam dan tidak melihat suami saya di ranjang. Rasa cemas mulai timbul ketika dia tidak kunjung kembali. Saya mencari dia di seluruh paviliun tanpa hasil. Akhirnya saya bangunkan pelayan, dan bersama-sama mencari di luar paviliun..."

Tanpa mengubah sedikit pun posisinya, Sherlock Holmes bertanya, "Dan kalian menemukannya, bukan?"

Caroline mengangguk. "Kami menemukannya berbaring di tepi hutan. Telanjang dan kehilangan kesadaran. Bukan hanya itu, badannya juga penuh darah. Tentu saja saya panik. Tapi lalu kepanikan itu menjadi keheranan. Karena ternyata itu bukan darahnya.."

"Aha, menarik sekali," cetus sahabatku tanpa peduli perasaan tamu kita. Tapi Caroline nampak terlalu fokus pada ceritanya untuk merasa tersinggung.

"Suami saya baru bangun keesokan paginya dan tidak ingat apapun atas kejadian itu. Dia heran sekali ketika saya ceritakan apa yang terjadi. Kami sempat berpikir untuk melaporkan kejadian ini, tapi akhirnya batal. Saya tidak mengira ternyata itu keputusan yang bijaksana.."

"Oh, kenapa bisa demikian?" aku bertanya dengan heran. Bagiku, apa yang dilakukannya sungguh tidak bijaksana.

"Karena setelah kejadian itu, berkembang cerita yang menyeramkan di Hornville. Ada tetangga mengaku mendengar lolongan menyeramkan dari arah hutan. Mirip lolongan binatang buas. Kami cemas akan ada yang menghubungkan itu dengan kejadian yang menimpa suami saya."

Sahabatku mengangguk. "Saya tak bisa menyalahkan anda. Dalam ketakutan, orang bisa gampang curiga dan melakukan sesuatu yang membahayakan pihak lain. Tapi apakah kejadian yang menimpa suami anda itu terulang lagi?"

"Saya bersyukur sampai sekarang tidak ada lagi kejadian demikian, Tuan Holmes. Tapi saya tetap cemas. Kejadian itu terjadi saat bulan purnama. Jangan-jangan akan terjadi lagi di purnama berikutnya. Samuel menganggap saya percaya takhayul dan bersikeras menolak minta bantuan siapapun. Karena itulah saya diam-diam menemui anda. Saya tak tahu lagi harus berbuat apa. Kebetulan nanti malam adalah bulan purnama."

Merasa bingung dengan arah pembicaraan wanita itu, aku pun bertanya, "Maaf, tapi kenapa nyonya begitu cemas tentang bulan purnama? Apa kaitannya dengan apa yang dialami suami nyonya?"

Caroline nampak ragu-ragu untuk menjawab. Hal itu dimanfaatkan sahabatku untuk memamerkan pengetahuannya yang tak terbatas pada hal-hal yang normal saja.

"Tidakkah kau pernah mendengar legenda werewolf, Watson? Manusia yang berubah wujud menjadi serigala pada saat bulan purnama? Masih banyak mereka yang tinggal di pedalaman mempercayai hal-hal semacam itu. Tentu saja kebanyakan cuma omong-kosong. Tapi seandainya yang dikatakan tamu kita memang benar..."

Mata sahabatku berkilat-kilat saat melanjutkan, "Berarti untuk pertama kalinya kita akan berhadapan dengan sosok manusia serigala yang nyata!"

(BERSAMBUNG)

SHERLOCK HOLMES: THE WEREWOLF'S WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang