2. TRAILS OF TERROR

164 20 0
                                    

Siang itu juga kami berangkat bersama Caroline ke Hornville, mengendarai kereta sewaan yang sama. Sepanjang perjalanan aku berkali-kali bilang bahwa semua urusan dengan werewolf itu omong-kosong belaka. Sebagian untuk menenangkan wanita yang malang itu. Sebagian karena aku memang berpendapat demikian.

Herannya, Sherlock Holmes tidak terlalu setuju denganku. Atau lebih tepat, dia tidak mengatakan dukungan apapun atas pendapatku. Dia malah mengatakan tidak ada asap kalau tidak ada api, meski belum tentu asalnya dari kebakaran. Apapun maksudnya, tentu itu tidak membuat Caroline merasa lebih baik.

Kami tiba di paviliun suami-istri itu menjelang sore. Harus aku akui tempatnya memang menyeramkan. Agak terpencil dari pemukiman lainnya. Bangunannya kuno dan persis menghadap hutan yang membentang luas. Tapi kuyakinkan diriku sendiri bahwa aku tidak percaya takhayul.

Ternyata bukan hanya aku yang perlu diyakinkan. Samuel Spencer, suami Caroline, pada awalnya menolak mentah-mentah kedatangan kami. Bahkan sempat marah besar rahasianya diceritakan pada orang lain. Tapi bukan sahabatku jika tidak bisa meyakinkan orang itu. Lagipula, tangisan Caroline yang mendadak meledak juga membantu membuatnya luluh.

Samuel sendiri orangnya kecil. Pendek. Dengan muka menyerupai burung hantu. Sama-sekali tidak menyeramkan. Malah lebih terkesan lucu. Diam-diam aku merasa heran Caroline yang sangat cantik bisa tertarik dengannya. Dan aku tertawa kalau membayangkan orang seperti ini bisa tahu-tahu berubah menjadi manusia serigala. Sangat tidak masuk akal.

"Maafkan saya, Tuan Holmes. Tentu saya tahu reputasi anda. Dengan sendirinya saya sangat berterima-kasih atas kesediaan anda membantu saya," ujar pria itu dengan nada memelas. "Saya hanya takut situasi akan tidak terkendali kalau melibatkan orang luar. Penduduk di sini masih percaya takhayul. Saya sangat khawatir dengan keselamatan keluarga jika urusan ini terdengar keluar."

"Tak perlu minta maaf, Sir. Percayalah, saya bukan tipe orang yang membuat gaduh saat melakukan penyelidikan. Lagipula lebih baik buat anda sudah siap dengan bantuan walau ternyata tidak membutuhkan, daripada tidak siap ketika benar-benar dibutuhkan."

Samuel terduduk lemas. "Saya kira anda benar, Tuan. Saya benar-benar bingung dengan peristiwa ini. Kenapa baru sekarang menimpa diri saya. Padahal sebelumnya tidak pernah terjadi."

Caroline tersentak mendengar perkataannya. "Sam, tentunya kau tidak bermaksud mengatakan bahwa pernikahan kita ini yang jadi penyebabnya, bukan? Jika memang demikian..."

"Tidak, tidak, tentu tidak, Sayang," Samuel terkejut melihat reaksi istrinya, dan buru-buru menggenggam tangannya. "Kau adalah hal terbaik yang pernah terjadi denganku selama ini. Tentu saja tidak ada hubungannya dengan pernikahan kita. Aku hanya tak habis pikir saja dengan kejadian aneh ini."

"Tuan Samuel," kata Sherlock Holmes dengan nada serius, "anda benar-benar yakin tidak pernah mengalami kejadian yang mirip sebelumnya? Maksud saya, seperti berjalan sambil tidur atau sesuatu yang mirip?"

Tuan rumah kami mengangguk dengan mantap. "Seumur hidup saya adalah seorang pengusaha, Tuan Holmes. Keberhasilan saya ditentukan oleh nama baik dan kesehatan batin saya. Tidak mungkin saya bisa lama dalam pekerjaan ini jika memiliki riwayat gangguan jiwa - atau kutukan gaib, jika memang ada yang seperti itu."

"Kalau demikian, mengingat nanti malam adalah bulan purnama, kita harus mempersiapkan penjagaan seandainya ada lagi kejadian yang sama."

Itulah yang kami lakukan kemudian. Aku dan Holmes berjaga di depan kamar tidur, ditemani pelayan paviliun tersebut. Samuel tetap akan beristirahat di kamar, seperti biasa. Hanya saja pintunya akan dikunci dari luar. Sementara Caroline akan tidur di kamar cadangan, yang bersebelahan dengan kamar utama.

Dan untuk menjaga segala kemungkinan, pintu penghubung antara kedua kamar akan dikunci juga.

Pelayan itu seorang kurus tinggi bernama Barrister. Dia orang setempat dan telah melayani Samuel seumur hidupnya. Yang jadi perhatianku, dia nampak seperti menyimpan sesuatu di pikirannya. Sahabatku ternyata juga melihat hal itu. Saat kami hanya bertiga, dia berhasil memancing pelayan itu untuk berbicara.

"Tuan," ujarnya pelan dan bernada hati-hati - seolah yang dibicarakannya adalah sesuatu yang rahasia. "Kalau boleh lancang, saya tidak percaya tuan Samuel berubah menjadi apapun, manusia serigala atau apapun. Saya kira beliau hanya mengalami tekanan batin. Dan saya tahu siapa penyebabnya!"

Tentu saja aku terkejut. Tapi tidak demikian dengan Sherlock Holmes. Dengan tenang dia bertanya, "Dan menurut anda siapa orang itu?"

Dengan mata terbelalak Barrister menjawab, "Tentu saja wanita itu, Tuan. Siapa lagi? Dialah penyebabnya!"

"Maksud anda istrinya? Caroline?" aku tak sabar ikut bertanya. "Apa alasannya?"

Pelayan itu menatapku seolah aku orang paling tolol sedunia. "Dia orang Salisbury, Tuan. Tentunya anda tahu orang-orang dari sana masih keturunan orang Gipsy. Sudah sering saya melihat lelaki terhormat mengalami masalah karena menikahi keturunan gipsy. Bukannya saya percaya takhayul, Tuan. Tapi orang Gypsi umumnya memang membawa sial. Itu kutukan mereka."

Mendengar itu, aku sampai berusaha mati-matian untuk tidak tertawa. Barrister adalah contoh terbaik betapa bahayanya kalau sampai urusan ini terdengar keluar. Dengan takhayul semacam itu yang tertanam kuat, bisa dibayangkan apa yang terjadi kalau peristiwa yang dialami Samuel diketahui tetangga.

Sherlock Holmes tidak tertawa. Dia hanya tersenyum seraya mengatakan, "Saya harus mengakui itu suatu kemungkinan. Tapi jika memang demikian, nyonya Caroline telah mengambil langkah tepat untuk menyembuhkan kutukannya."

Barrister nampak keheranan. "Oh, apa yang dilakukannya, Tuan?"

"Menghubungi detektif terbaik di dunia."

Barrister semakin bingung. "Saya tidak mengerti..siapa yang tuan maksud?"

Sherlock nampak terpukul mendengar pertanyaan itu. "Anda tidak tahu siapa detektif terbaik di dunia?"

Barrister nampak semakin bingung. Tapi sebelum dia sempat menjawab apa-apa, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara yang sangat mengerikan. Suara itu terdengar sangat dekat dan menyerupai lolongan serigala.

Sherlock Holmes yang pertama kali bereaksi. Dia melesat ke pintu kamar Samuel dan secepat mungkin membuka kuncinya. Tapi ternyata tidak mudah. Rupanya pintu itu sebelumnya jarang dikunci, sehingga macet.

"Barrister, bangunkan Caroline," seru sahabatku. "Ayo, Watson. Bantu aku. Kita dobrak pintu ini!"

Berdua kami menghempaskan tubuh ke pintu. Tidak mudah. Pintu itu sangat kokoh. Tetapi setelah beberapa kali hempasan yang membuat bahuku sakit, akhirnya pintu itu pun berderak terbuka.

Apa yang kami lihat di dalam sangat mencengangkan.

Tidak ada siapa-siapa! Samuel menghilang dari kamar. Ranjangnya kosong. Hanya ada piyama dan selimut yang tercampak di lantai. Dan jendela kamar itu terbuka lebar - memperlihatkan kegelapan di luar sana.

Sherlock tidak hanya melongok melalui jendela. Dia melompat keluar, lalu memandang berkeliling. Di hadapannya terhampar tepian hutan. Tiba-tiba dia menunduk seperti tengah memperhatikan sesuatu.

Aku menyusul keluar dan berusaha mencari tahu apa yang tengah diperhatikannya. Ternyata jejak-jejak kaki telanjang. Tercetak di hamparan tanah yang tak ditumbuhi rumput.

Jantungku berdebar keras saat melihatnya.

Betapa tidak! Jejak kaki yang berawal dari bawah jendela dan mengarah ke hutan itu pada awalnya memang berupa jejak kaki manusia. Tercetak sangat dalam di tanah. Lebih dalam dari jejak-jejak yang kami buat.

Tapi separo jalan ke hutan, jejak itu berubah. Tidak lagi membentuk telapak kaki manusia, melainkan jejak kaki binatang.

Jejak kaki serigala!

(BERSAMBUNG)

SHERLOCK HOLMES: THE WEREWOLF'S WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang