Bukan hidup yang rumit. Tapi, keinginanmu yang sulit.
***
Senja seperti tidak dibiarkan menikmati hidupnya tanpa keluhan masalah orang lain.
Lalu, jika ia menjadi telinga untuk orang lain, siapa yang akan menjadi telinga untuk dirinya sendiri? Tentu saja tidak ada! Senja dipaksa bungkam oleh keadaan perihal masalahnya, ia seakan tidak dibolehkan untuk punya tempat mengeluh.
Masa remaja yang seharusnya dijadikan masa untuk menikmati hidup, malah menjadi masa terpuruknya.
Rumah yang seharusnya menjadi tempat pulang paling nyaman dan aman, justru malah menjadi tempat yang paling malas untuk ia tuju.
Tak ada lagi percakapan hangat sepulang sekolah antara putri dan Ayah.
Semuanya terlihat begitu suram.
Kadang ia berpikir, apakah sebagai manusia ia tidak ada hak untuk menempatkan diri pada zona bahagia?
Bisikan dalam pikirannya semakin hari semakin beragam, seakan sengaja membuat pikirannya semakin tidak waras.
Dasar hidup.
"Senja."
Sebenarnya dia ingin menutup telinga, tidak ingin mendengarkan keluhan siapa pun hari ini.
Dia terlalu lelah.
Tapi, dengan mengabaikan mereka yang sudah memanggil namanya dengan nada suara penuh harap, bukanlah pilihan yang tepat.
Akhirnya Senja menoleh sebentar, tanpa menghentikan langkahnya.
"Kenapa Mit?"
Senja melambatkan langkah, agar Mita bisa mensejajarkan langkah mereka. Tatapannya tetap lurus ke depan, tak ingin menoleh ke arah Mita yang sudah berada tepat di sampingnya.
"Menurut lo, bertahan atau udahan?"
"Udahan," jawab Senja tegas.
Mita merengut kesal. "Kenapa lo jawab kayak gitu? Gue kan belom bilang perihal apa pun sama lo."
"Ini perihal lo, Elang, dan Alea. Gue tahu kok, gosipnya juga udah kesebar. Jadi, menurut gue mending udahan aja."
Mita langsung mencekal lengan Senja, membuat langkah mereka berhenti.
"Alasannya apa?" Mita menatap Senja penuh tanya, ada nada menuntut dari suaranya.
"Padahal lo udah tahu, kedekatan mereka itu bukan cuma gosip belaka. Semua orang tahu kenyataan itu, cuma lo doang yang seakan menutup mata. Lo itu cinta atau bodoh? Ngapain mempertahankan hubungan yang bahkan, titik penting dari hubungan itu udah rusak," hardik Senja.
Dia langsung menghentakan cekalan tangan Mita, dan kembali berjalan.
"Lo tahu Ja? Kadang, cowok selalu bilang 'kamu lebih percaya aku, atau orang lain?' Itu yang ngebuat gua dilema."
"Ini bukan tantang percaya sama dia atau orang lain Mita. Lo sendiri kan udah liat dengan mata kepala lo itu, seberapa dekat mereka. Orang tolol juga tahu kalau mereka itu ada apa-apa."
Senja terdiam sebentar, sebelum akhirnya terkekeh. "Elang lebih milih nganterin Alea, dari pada lo. Dia lebih milih ngasih payungnya ke cewek itu dan ngebiarin lo kehujanan. Sedangkan lo masih ngerasa dilema dengan kata-kata cowok serakah itu. Lo waras?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HAMPIR RAMPUNG [ OnGoing ]
Novela Juvenil"Aku tidak mengerti bagaimana takdir berjalan. Tapi satu hal yang aku pahami bahwa takdir membawa hal-hal yang tidak mungkin menjadi seperti sebuah kebetulan." Anggulama Senja ***