Nine

1.3K 224 32
                                    

Hati-hati typo

* * * * *

Kami sampai dengan selamat, setelah 2 jam lebih yang menurutku menegangkan. Karena sumpah, Kak Ara serius mengendarakan mobilnya dengan pelan. Bukan sepelan siput, tapi menurutku itu termasuk pelan jika dilihat dari bagaimana biasanya Kak Ara mengemudikan mobil. Kami berdiri di pinggiran entah gate berapa karena aku ngga sempat melihat, Kak Ara sibuk dengan ponselnya. Aku hanya membawa diriku sendiri karena terlalu malas membawa turun tas.

"Inget yang tadi gue sampein." Aku mendongak dan mengangguk singkat setelah kujeda beberapa detik.

Saat dimobil tadi, kami memang banyak mengorbol. Well kami mengobrol hanya disaat-saat tertentu. Aku dan Kak Ara ngga pernah mencampuri urusan masing-masing. Tapi ada saatnya Kak Ara datang padaku dan memainkan perannya sebagai Kakak yang berusaha membantu atau memecahkan masalah adiknya.

"Gue tau ko pasti Mama minta lo tetep bertahankan sama Azka, dan gue juga bakal bilang hal yang sama. Bukan karena gue mau menjerumuskan Lo ya." Itu balasan Kak Ara setelah ku jawab apa yang sudah Mama sampaikan padaku. "Azka itu udah bener-bener dianggep anak sama Mama, dia yang bantu Lo saat semua masalah yang Ayah timbulin butuh segera diselesaikan. Dia juga yang selalu ada buat Lo saat Lo susah banget. Bahkan buat makan aja kita susah kan? Dan Azka ada disana, mastiin Lo dan keluarga kita bisa makan dengan layak saat itu."

"Gue bukan mata duitan atau gimana, tapi dilihat dari sisi Azka. Lo yang ngga tau diri, udah di temenin dari susah sampai sekarang bisa baik-baik aja. Ehh pas Azka lagi jatoh Lo malah tinggalin."

"Gue ninggalin dia pas jatuh gimana Kak? Dia kan baik-baik aja sekarang."

"Menurut gue dia lagi jatoh banget Wa. Dia bener-bener lagi butuh lo sekarang. Lagi butuh Lo yang akan marah dengan segala kebandelannya dia, butuh Lo yang akan mengingetin dia tentang goals yang mau dia raih, butuh Lo yang bakal narik dia kembali saat mainnya kejauhan. Dia sampai sekarang, ngga terjerumus terlalu jauh karena Lo Wa." Aku menggeleng tak setuju. "Dia emang nyoba-nyoba ngedrug, atau minum-minum tapi dia selalu tau batas wajarnya. Dia ngga pernah sampe ketangkep polisi atau masuk UGD karena overdosis kan? Karena dia tau batasannya harus sampe mana. Iya gue tau dia jalan sama cewek lain saat masih sama Lo. Tapi pernah ngga Lo mikir karena apa dia begitu?"

"Ngga ada excuse untuk perkara itu Kak!"

"Gue ngga bilang itu alasan yang memperbolehkan dia jalan sama cewek lain saat masih sama Lo Dek, tapi gue tanya Lo ada ngga mikir alasan apa yang membuat dia begitu?" Aku terpekur, ya Azka memang ngga pernah mau menjawab saatku tanya kenapa dia pergi-pergi sama cewek lain. Tapi bukankah memang tabiatnya gitu?

"Lo harus selalu tau ceritanya dari segala sudut pandang sebelum Lo nge-judge. Bukan cuma dari sudut pandang Lo aja."

"Mas!!" Kesadaranku tertarik paksa, menoleh kearah Kak Ara yang melompat sambil melambai. Ku ikuti arah lambaiannya dan munculah Mas Rafan disana, dia yang memaksaku memanggilnya Mas, karena jarak usia kami yang memang lumayan jauh. Aku 20 sedangkan dia 32 tahun. Dan selisihnya berbeda 6 tahun dengan Kak Ara.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
end | Point of ViewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang