Fourteen

2.7K 250 34
                                    

Hati-hati typo

* * * * *

Waktu berlalu dengan cepat, hari ini adalah hari terakhir untuk ujian pengendali mutu yang diselenggarakan kampusku. Hari terakhir pula aku akan bertemu dengan Tiwi di kampus, karena aku yakin saat libur Tiwi akan lebih sulit diajak ketemu.

Ujian kali ini hanya ada satu mata kuliah, karena sisa 7 mata kuliahku yang lain adalah ujian akhir semester 6. Hanya satu mata kuliah yang bertanda bintang semester ini. Kalau Azka, sudah menyelesaikan masa ujiannya 2 hari lalu. Cowok itu sekarang sedang menungguku di telunjuk. Padahal aku sudah bilang ngga masalah pulang sendiri, tapi dia terus memaksa karena memang sejak hari minggu tubuhku mulai meminta perhatian lebih. Aku dan Azka sudah kembali menjalin hubungan. 3 bulan aku mengantungnya, dan Azka ngga berulah. Azka memang masih bermain dengan teman-temannya, tapi aku ngga mengizinkannya jika temannya ingin menginap atau membuat acara dirumahnya. Hanya sahabatnya saja yang kuizinkan menginap disana.

Si April ini juga saat awal-awal Azka kembali mendekatiku berubah jadi cewek menyeramkan yang terus menerorku, karena dia pula aku membutuhkan waktu 3 bulan untuk berpikir dan menimbang semuanya. Di minggu pertama aku kembali mengizinkan Azka mendekat, hubunganku dan Rano juga menjadi lebih baik. Saat ku tanya mengapa setelah kejadian tonjokan Azka itu dia menjauh, Rano bilang dia hanya perlu waktu untuk berpikir. Menjauh dari aku yang membuat dia bisa saja berpikiran pendek. Rano juga bercerita bahwa Azka mendatanginya, cowok tengil itu katanya meminta maaf karena memukul Rano. Suatu hal yang masih membuat aku ngga percaya sampai sekarang.

Walaupun begitu, aku tetap menjaga jarak. Bukan menjauhinya, tapi aku menekan batasan. Terlebih aku tau ternyata kedekatanku dan Rano yang membuat Azka seperti itu. Bukan sepenuhnya memang, tapi cukup menjadi alasan untuk aku menjaga batasan. Bukan karena aku budak cinta, sebut saja aku mencoba mengimbangi apa yang Azka lakukan untukku. Aku ngga bisa memberikan Azka materi seperti yang ia berikan padaku. Aku juga ngga bisa memberikan seluruh waktuku seperti apa yang Azka lakukan untukku. Tapi aku bisa melakukan hal-hal kecil untuk menunjukkan bahwa ia sama berharganya seperti Azka yang memandangku.

Aku juga selalu mengingat apa yang seringku dengar dari orang lain, bahkan dari Lil juga Tiwi. Perlakukan dia seperti kamu ingin di perlakukan. Dan sejak kami kembali dekat, aku selalu melakukan itu. Aku memperlakukan dia seperti aku ingin diperlakukan olehnya. Mungkin terlihat seperti kami saling mengekang. Tapi sebelum aku ngga mengizinkan dia untuk melakukan sesuatu, aku selalu memberikan alasan yang jelas. Bukan hanya memberikan jawaban aku ngga suka seperti yang dulu-duluku lakukan saat ditanya kenapa. Kami akhirnya akan menjelaskan mengapa kami ngga menyukai jika aku atau dia melakukan itu. Aku dan Azka jadi lebih banyak berdiskusi.

Waktu aku dan Azkapun bukan lagi dihabiskan melulu dengan jalan-jalan. Aku mendampinginya, membantu usaha milik Papanya. Ikut jika Azka memintaku menemaninya untuk kontrol ke lokasi-lokasi usahanya atau membantunya menyusun pembukuan atau laporan. Azka juga ngga melepaskan kuliahnya, dia bilang ingin bersanding denganku yang juga sarjana nantinya. Dan waktu sudah berlalu 18 bulan semenjak aku mengiyakan permintaannya untuk kembali bersama, waktu berjalan terlalu cepat ya? Tapi aku menikmatinya kok. Kami memang ngga selalu bersuka cita, pasti ada saat dimana aku menaikkan suaraku saat berbicara padanya, tapi semua itu bukan karena kenakalan yang Azka buat. Yang dapat ku simpulkan, Azka berkeinginan dan bersungguh-sungguh untuk ngga mengecewakan Mama dan Aku.

Cowok tengil yang sekarang berusia 21 tahun itu bilang waktu bermainnya sudah usai. Aku yang mendengarnya mengamini dengan khusyuk.

"Awa!" Aku menoleh cepat, kulihat anak kelasan yang memandangiku kesal. "Si anjing dia malah bengong! Ini gimana? Cowok Lo jadi ikut ngga?"

end | Point of ViewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang