Tak semua sakit bisa tersurat begitu saja, terkadang ada sakit yang disampaikan tersirat melalui sebuah perubahan yang tak disadari oleh siapa pun. Bahkan oleh orang terdekat sekali pun. Seperti Gio yang berulang kali mengutuki betapa bodoh dirinya karena tak menyadari perubahan Salsa beberapa tahun belakangan ini."Lo serius ngajak gue ke sini?" tanya Salsa ketika keluar dari mobil Gio. Lebih tepatnya mobil Dion yang merupakan kakak Gio. "Lo sampe bikin drama minjem mobil sama Kak Dion buat ke sini doang?" Karena Salsa lelah ketika tadi dibiarkan berdiri diam menyaksikan debat antara kakak beradik yang memiliki sifat tak mau kalah satu sama lain hanya karena ingin meminjam sebuah mobil.
Gio hanya mengangkat bahunya acuh dan membuka bagasi mobil yang sudah tersedia berbagai makanan dan beberapa mainan yang akan dia sumbangkan. Salsa pun menghampiri Gio dengan mengentakkan kakinya karena kesal. Salsa benci anak-anak, mereka terlalu berisik dan susah dikendalikan sehingga membuatnya pusing. Berteman dengan sunyi sekian tahun lamanya membuatnya tak akrab lagi dengan kebisingan yang terjadi.
"Yo, lo tau kan gue benci anak-anak?" Salsa berkacak pinggang di samping Gio yang masih sibuk menurunkan barang-barang dari bagasi.
Gio pun menghela napasnya mendengar ocehan Salsa yang tidak akan berhenti sampai ia menjawabnya. Gio berdiri berhadapan dengan Salsa, membawa tangannya untuk mengusap rambut Salsa dengan penuh kelembutan. Mencoba memberikan pengertian kepada perempuan cantiknya.
"Sal, mereka ngga seburuk yang lo pikirin. Percaya sama gue deh, mereka bisa aja jadi salah satu sumber kebahagiaan lo. Kalau lo nggak bahagia, lo bisa dateng ke sini," jelas Gio dengan lembut, "Di dalam rumah itu, lo akan nemuin kebahagiaan yang ngga pernah lo pikirin sebelumnya," lanjut Gio sembari menatap rumah dengan halaman yang cukup yang luas tersebut.
"Oke, tapi gue ngga mau lama-lama ya," ucap Salsa dengan sedikit cemberut dan bergerak mengambil 2 kantong plastik berisi makanan.
Gio tersenyum melihat Salsa yang mulai berjalan masuk ke halaman Panti Asuhan dengan kaki yang sedikit mengentak. Bagaimana mungkin perempuan dengan tingkah kekanak-kanakan itu benci dengan anak-anak. Padahal sikap mereka sama, sama-sama menyusahkan tapi menggemaskan.
"Nak Gio, akhirnya kamu ke sini lagi. Anak-anak udah rewel banget nanyain kamu terus, mereka kangen sama kamu." Sambutan hangat dari pemilik Panti asuhan adalah hal pertama yang mereka dapatkan ketika masuk ke dalam rumah.
Gio pun memeluk wanita paruh baya tersebut setelah meletakkan barang bawaannya di lantai. Mengucapkan kata maaf karena terlalu sibuk dengan Olimpiade yang diikutinya hingga tak sempat mampir ke Panti Asuhan dalam waktu yang cukup lama.
"Terus yang ini siapa, Yo? Pacar kamu ya?" tanya wanita tersebut melihat Salsa dengan binar antusias dan membuat Salsa tersenyum malu sembari menyalami wanita tersebut.
"Ini Salsa, Bunda. Nah, Sal, ini Bunda Sarah pemilik Panti AAsuhan ini," ucap Gio saling memperkenalkan keduanya.
"Cantiknya, anak-anak kalau liat kamu pasti mereka kira kamu itu bidadari loh," ujar Bunda Sarah dengan mata berbinar-binar sembari merangkul Salsa. Salsa hanya mampu tersenyum malu dan menggumamkan kata terima kasih.
"Cih, Bunda, jangan ketipu sama muka cantiknya, dia tuh bukan bidadari tapi nenek sihir. Suka marah-marah tuh, Bunda," cibir Gio yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Salsa.
Bunda Sarah yang melihat kelakuan dua remaja di depannya ini hanya tertawa pelan. Ia pun lantas menyuruh Gio untuk menemui anak-anak yang baru saja menyelesaikan kegiatan senam mereka di halaman belakang. Lalu ia menarik tangan Salsa lembut dan menyuruh gadis itu untuk membantunya menyiapkan camilan di dapur.
Entah kenapa Salsa seperti ingin menangis ketika sentuhan lembut itu menyapa kulit tangannya, sentuhan lembut Bunda Sarah mengingatkannya kepada sentuhan Maya yang sudah lama tidak ia rasakan. Salsa dapat merasakan kehangatan seperti melingkupi dirinya saat ini. Rumah sederhana tempat ia berpijak saat ini memang tidak sebagus rumah miliknya. Namun Salsa merasakan banyak perbedaan di rumah ini, ada banyak pajangan foto-foto yang terpasang rapi di dinding. Semua yang di dalam foto itu terlihat bahagia, kehangatannya begitu terpancar hingga Salsa dapat merasakannya juga. Suara tawa anak-anak di luar pun turut membuat rumah ini terasa serasa dipenuhi kehidupan. Seperti rumahnya dulu, ia seperti berada di rumahnya yang dahulu penuh kehangatan. Ia merindukan suasana seperti ini, ia rindu akan sosok Maya yang dulu selalu mengajarinya untuk membuat kue. Ia pun menyadari, betapa jauh jarak yang ia miliki saat ini di antara kedua orangtuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Romeo
Teen FictionBagaimana jika kamu hanya memiliki satu orang dalam hidupmu setelah semua orang meninggalkanmu? Lalu seakan tak cukup, Tuhan dengan kejam mengambilnya dari hidupmu. Sendirian, Salsa benci sendirian. Salsa tumbuh bersama Gio sejak kecil hingga menim...