Chapter 4

9 0 0
                                    


Hal terpenting bagi mahasiswa tahun pertama adalah pelatihan militer. Meski sudah bulan September, tapi cuaca masih luar biasa panas.

Beberapa hari setelah pelatihan militer, Liang Zheng hampir kena heat stroke.

Malam ini Qianqian kembali dari luar dan memberikan beberapa kotak Obat Huoxiangzhengqi. Begitu memasuki asrama, dia melihat Liang Zheng berjongkok di sisi tempat tidur dan sibuk dengan kopernya.

Kopernya sudah berantakan dan dia seperti sedang mencari sesuatu. "Kamu lagi apa? Mencari sesuatu?"

Liang Zheng sudah menggeledah kopernya sepanjang hari, semua pakaiannya juga sudah dilempar di atas tempat tidur. Setelah pencarian yang lama, dia masih tidak menemukannya.

Dia mengerutkan kening, "Aku lupa di mana aku meletakkan fountain pen-ku."

"Ah?" Qianqian mendekat, berjongkok dan mencari bersamanya, "apa sangat berharga?"

"Tidak juga." Liang Zheng berkata, "tapi saat aku ujian masuk SMA, papaku memberikannya padaku sebagai hadiah ulang tahun. Itu pulpen keberuntunganku, setiap aku ujian dengan menggunakan pulpen itu pasti nilainya akan bagus."

Liang Zheng masih tidak berhasil menemukannya di dalam koper, kembali mencari di tas kampus dan lemari. Hasilnya tetap tidak ada. "Terakhir kali kamu memakainya di mana?"

Liang Zheng berdiri di samping lemari dan berpikir untuk waktu yang lama. Akhirnya dia ingat, sebelumnya di rumah Bibi Zhou, sepertinya dia pernah mengeluarkannya untuk disimpan di sana.

Bibi Zhou belum pulang.

Setelah berpikir lama, akhirnya dia menelepon Zhou Xu.

Di ujung telepon sana, Zhou Xu baru saja pulang dari main basket. Ponselnya bergetar di dalam kantong, dia mengeluarkannya sambil berjalan menuju dapur.

Saat melihat peneleponnya "Liang Zheng", dia seketika mengangkat alisnya. Setelah mengeluarkan sebotol air mineral dari kulkas, dia berjalan keluar sambil menerima telepon itu.

"Zhou Xu."

"Hmm?"

Liang Zheng duduk di tempat tidur, mendengar suara rendah Zhou Xu dari seberang sana dan berkata, "Apa kamu di rumah sekarang?"

"Iya. Kenapa?"

Liang Zheng segera berkata, "Fountain pen-ku sepertinya tertinggal di rumahmu. Bisa tidak kamu bantu lihat di kamarku?"

Zhou Xu minum setengah botol air dan meletakkan di atas meja kopi. Dia pun berjalan ke atas, "Fountain pen yang bentuknya seperti apa? Kira-kira taruh di mana?"

"Warnanya hitam." Liang Zheng berpikir, "harusnya di atas meja, coba kamu bantu lihat..."

Zhou Xu naik ke lantai atas, ke kamar Liang Zheng, menyalakan lampu dan langsung mendekati meja belajarnya. Namun di atas meja itu kosong melompong, mana ada yang namanya fountain pen.

Liang Zheng menunggu beberapa saat dan bertanya hati-hati, "Ada tidak?"

"Tidak ada."

"Ah!"

Zhou Xu berjalan lagi ke tempat tidur dan melihatnya, juga tidak ada. Membuka laci dan melihatnya beberapa kali, juga tidak ada.

Liang Zheng mendengar suara lemari terbuka, dia menebak kalau Zhou Xu mungkin sedang membantunya mencari. Dia segera diam dan menunggu dengan patuh.

Setelah beberapa saat, suara Zhou Xu terdengar kemari. Suara yang sangat dingin,

"Sudah ketemu. Di atas meja riasmu."

Liang Zheng seketika bangkit berdiri dari sisi tempat tidur dengan hati senang, "Terima kasih!"

Setelah jeda dua detik, dia berkata lagi, "Kalau begitu... besok malam aku ke sana untuk mengambilnya? Apa bisa? Kamu besok malam di rumah?"

Zhou Xu berjalan keluar dari kamar Liang Mama, mendengar itu, dia berkata dengan tak acuh, "Terserah kamu." Telepon pun dimatikan.

Setelah selesai bicara, dia menutup telepon.

Hari kedua pelatihan militer. Hawa yang panas dengan matahari yang tinggi, berdiri di bawah terik matahari dengan posisi tegak lurus ala militer, membuat Liang Zheng hampir pingsan karena sengatan panas.

Tidak mudah untuk bertahan sampai pelatihan militer selesai. Dia segera mandi dan berganti pakaian, membawa tas kecil dan pergi keluar.

Qianqian bertanya di atas tempat tidur, "Zhengzheng, malam ini kamu pulang tidak?"

Liang Zheng berkata, "Pulang. Setelah ambil barang, aku langsung pulang."

Jarak dari kampus ke rumah Zhou Xu sangatlah jauh. Butuh waktu sekitar satu setengah jam dengan mobil. Jika naik kereta bawah tanah, harus transit beberapa stasiun. Butuh waktu dua jam untuk sampai ke sana.

Bertepatan dengan waktu puncak orang pulang kerja di sore hari, Liang Zheng berdiri sepanjang jalan.

Entah karena heat stroke atau apa, udara dingin dari AC kereta bawah tanah ini mengenai dirinya dan membuatnya pusing.

Pada pukul enam sore, Qin Song menelepon kemari dan mengajak Zhou Xu pergi makan keluar.

Zhou Xu duduk di sofa ruang tahu dengan laptop di pangkuannya. Dia sedang memeriksa informasi, nada bicaranya agak malas, "Ada urusan, tidak bisa pergi."

Setelah selesai bicara, dia langsung mematikan telepon. Tanpa mengangkat kepalanya, begitu saja melemparkan ponsel ke atas meja kopi. Matanya tertuju pada layar laptop. Jari-jarinya yang ramping mengetik tulisan pada keyboard laptop.

Sekitar hampir jam tujuh, di luar jendela yang besarnya hingga ke langit-langit, tiba-tiba terdengar suara petir yang sangat keras. Saat ini barulah Zhou Xu mengangkat kepalanya dari layar laptop, menoleh ke luar jendela.

Langit sudah hampir gelap, angin bertiup dan ranting pohon yang berada di luar jendela bergoyang-goyang. Zhou Xu menatap ke luar jendela untuk sesaat, menutup laptop dan meletakkannya di atas meja kopi.

Dia bangkit berdiri dan menuju ke pintu depan. Dia membuka pintu dengan satu tangan dimasukkan ke dalam saku celana, berdiri untuk beberapa waktu di luar. Langit mendung.

Tak beberapa menit, hujan lebat pun turun ditemani dengan guntur dan kilat.

Saat ini langit sudah benar-benar gelap. Zhou Xu berdiri sebentar di pintu dan menutup pintu untuk masuk ke dalam rumah.

Berjalan kembali ke depan meja kopi, dia mengambil ponsel untuk menelepon Liang Zheng.

Siapa sangka saat menelepon ke sana, yang menjawab hanyalah suara operator di seberang sana, "Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif."

Zhou Xu mengerutkan kening, terdiam beberapa detik, menjatuhkan ponsel dan melemparnya kembali ke atas sofa.

Setelah menunggu sampai hampir jam setengah tujuh, Liang Zheng belum datang. Zhou Xu sedikit jengkel, dia kembali ke kamar untuk mengambil kunci mobil dan keluar rumah.

Liang Zheng merasa hari ini dia keluar tanpa melihat primbon, sungguh sangat sial.

Setelah naik kereta bawah tanah selama dua jam, siapa tahu di luar malah terjadi badai besar. Dari stasiun kereta sampai ke rumah Zhou Xu masih butuh waktu 20 menit, di dekat sini juga susah mencari taksi.

Dia hujan-hujanan di pinggir jalan untuk menunggu taksi tapi tidak ada yang datang. Mengeluarkan ponsel untuk menelepon taksi, tapi ponselnya kehabisan baterai.

Saat keluar dari kampus, baterai ponselnya sudah mau habis dan dia tidak sempat mengisi daya. Tapi dia berpikir, dia hanya akan ambil barang dan langsung pulang lagi.

Langit semakin gelap, orang di dekat saja juga semakin sedikit. Taksi yang sudah ditunggu lama juga tak kunjung datang.

Liang Zheng sudah terlalu malas untuk menunggu, dia langsung berlari ke arah rumah Zhou Xu.

Zhou Xu mengendarai mobilnya keluar, melihat Liang Zheng yang berlari sambil hujan-hujanan di pinggir jalan. Dia mengendarai mobilnya ke sana dan menyalakan lampu sen.

Zhou Xu hari ini mengendarai mobil yang lain. Awalnya Liang Zheng tidak mengenalinya dan malah terkejut.

Sampai mobil itu membunyikan klakson, dia tanpa sadar melirik ke dalam mobil. Zhou Xu menurunkan setengah jendela mobil dan Liang Zheng bisa melihatnya dengan jelas, matanya berbinar-binar, "Zhou Xu!"

Zhou Xu melihatnya sekilas, mengangkat dagunya dan memberikan isyarat, "Naik."

Sekujur tubuh Liang Zheng basah kuyup, dia menarik pintu mobil dan duduk di dalam.

Memikirkan bahwa Zhou Xu sepertinya mengendarai mobil keluar dari rumah, dia tanpa sadar bertanya, "Kamu mau pergi ya? Maaf, aku langsung pulang setelah ambil barang."

Dia menundukkan kepala dan menyentuh gaunnya yang basah, sedikit panik, "Tapi aku juga tidak menyangka akan tiba-tiba hujan lebat. Kalau tidak, aku pasti akan sampai lebih cepat."

Gaunnya berwarna putih. Saat ini basah kuyup, menempel di tubuhnya dan bentuk tubuhnya terlihat sangat jelas.

Liang Zheng merasa malu, tanpa sadar dia menyusutkan pundaknya agar gaunnya tidak terlalu menempel.

Dia melihat hujan lebat di luar sana melalui jendela mobil, hatinya kembali mendesah. Tidak seharusnya dia keluar hari ini. Pakaian dan sepatu Liang Zheng semuanya basah kuyup.

Sesampainya di rumah, dia tidak bersedia untuk masuk. Dia berdiri di depan pintu dan berkata pada Zhou Xu, "Itu... kamu bantu aku bawa turun saja..."

Bahkan kaos kakinya saja basah, tidak enak sampai memakai sandal rumah.

Liang Zheng berdiri di luar pintu, Zhou Xu berdiri di dalam pintu. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku, tatapan malasnya menyapu tubuh Liang Zheng.

Liang Zheng tertegun beberapa saat dan tiba-tiba bereaksi. Dia segera mengangkat tangannya untuk menutupi dadanya, mendongak untuk balas menatap Zhou Xu dan telinganya memerah.

Zhou Xu sangat jujur dan beradu pandang dengannya, "Hujan yang begitu lebat, kamu berencana pulang seperti itu?"

Liang Zheng, "..."

Ketika Liang Zheng mulai kuliah, dia membawa semua barangnya ke kampus. Tidak ada pakaian yang ditinggalkan di sini, setelah mandi juga tidak punya baju ganti.

Bibi Zhou juga sedang tidak ada. Di rumah ini hanya ada dia dan Zhou Xu, dia berdiri dengan tidak nyaman di ruang tamu.

Zhou Xu mengambilkan segelas air panas dan melihat Liang Zheng berdiri di tengah ruang tamu. Kelihatannya sangat salah tingkah. Dia menyerahkan gelas padanya, "Kenapa?"

Liang Zheng menatapnya dan sedikit malu, "....aku tidak punya baju ganti."

Zhou Xu, "...."

Liang Zheng kembali ke atas untuk mandi dan keramas. Setelah beberapa saat, Zhou Xu mengetuk pintu dari luar, "Pakaiannya tergantung di pintu kamarmu."

"Oh. Terima kasih!" Liang Zheng baru selesai mandi dan berlari ke pintu dengan tubuh terbungkus handuk. Dia mendekat ke pintu untuk mendengar pergerakan di luar, mendengar langkah kaki Zhou Xu yang perlahan menjauh, mendengar pintu kamar sebelah terbuka dan kemudian ditutup, barulah Liang Zheng membuka pintu dengan hati-hati, mengulurkan tangan keluar dan mengambil pakaian yang tergantung di depan kamar.

Zhou Xu membantunya mengambil pakaian Bibi Zhou. Bibi Zhou bertubuh kurus, tubuhnya hampir sama dengannya. Saat Liang Zheng memakainya juga pas. Liang Zheng berganti pakaian, mengeringkan rambut dan membawa pakaiannya ke balkon lantai satu untuk dicuci di mesin cuci.

Dia berjongkok di lantai, menelepon Qianqian. Suaranya sangat pelan, "Qianqian, hari ini aku tidak pulang. Hujannya terlalu deras."

"Baiklah. Lalu, besok pulang tidak? Apa perlu aku mintakan izin untukmu pada Instruktur?"

"Pulang. Tapi mungkin pulangnya agak siang. Bantu aku minta izin."

"Baiklah. Kamu tenang saja."

Setelah selesai menelepon, dia menunggu pakaiannya selesai dicuci di balkon. Dia berjongkok di depan mesin cuci sambil memandangi malam yang gelap di luar jendela.

Hujan di luar sangatlah deras, ada kilat dan guntur di luar, tampaknya tidak ada tanda-tanda akan berhenti. Liang Zheng berjongkok di sana dan melihat hujan untuk waktu yang sangat lama.

Ketika dia bangun, kepalanya sedikit pusing dan hampir jatuh. Untungnya dia segera bertumpu pada mesin cuci, menunduk untuk melihat layar di atas mesin cuci, sudah di tahap pembilasan.

Dia sedikit mengantuk, jadi dia meringkuk di atas mesin cuci dan memejamkan matanya. Setelah beberapa saat, begitu mesin cuci selesai bergerak, dia membuka pintu mesin cuci dan mengeluarkan baju itu. Mengambil gantungan baju untuk menjemurnya.

Setelah semua selesai, dia kembali ke ruang tamu. Ruang tamu dalam keadaan kosong, Zhou Xu tidak di sana. Entah dia akan turun atau tidak, Liang Zheng berpikir sesaat sebelum mematikan lampu ruang tamu dan kembali ke kamar.

Tidur Liang Zheng sangat tidak nyenyak, terbangun di tengah malam. Pakaiannya basah oleh keringat. Dia pikir suhu AC terlalu panas, dia pun menurunkannya beberapa derajat. Tapi setelah suhu AC diturunkan, dia merasa sangat dingin.

Di tengah malam, tenggorokannya bengkak dan sakit, kepalanya juga sakit. Dia merasa pusing, seakan seluruh ruangan berputar-putar.

Sekitar jam dua pagi, Zhou Xu terbangun. Mendengar pergerakan di lantai bawah. Dia bangkit berdiri dan turun ke bawah, melihat lampu ruang tamu menyala.

Liang Zheng berjongkok di depan meja kopi, mencari sesuatu di lemari obat.

"Kamu kenapa?" Zhou Xu turun ke bawah dan duduk di sofa tunggal di sebelah kiri.

Ketika dia mendongak untuk menatap Liang Zheng, dia mendapati wajah gadis itu sangat merah. Mau tidak mau dia tertegun.

Suara Liang Zheng terdengar kering dan sedikit serak, "Aku sedang lihat ada obat flu atau tidak. Kelihatannya aku terkena flu."

Setelah mencari cukup lama, dia mengambil sebungkus obat flu yang dilarutkan dalam air dan dua kapsul obat flu.

Liang Zheng menutup kotak obat dan memasukkannya kembali ke dalam lemari. Ketika gadis itu mendongak, barulah Zhou Xu menyadari kalau wajah Liang Zheng bukan hanya memerah, tapi sangat merah dengan tidak wajar.

Dia mengernyit dan mengangkat tangannya untuk menyentuh kening Liang Zheng.

Liang Zheng tidak menyangka Zhou Xu akan mengulurkan tangan untuk menyentuhnya, tubuhnya membeku, mendongak untuk menatapnya dan mendadak tidak berani bergerak.

Zhou Xu mengerutkan kening, "Kamu demam."

Liang Zheng juga menyentuh kepalanya sendiri, memang sangat panas.

Zhou Xu duduk di atas sofa, menatap Liang Zheng cukup lama sebelum berkompromi dengan perasaan tidak berdaya. Dia bangkit berdiri dan berkata, "Aku ambil kunci, ke rumah sakit."

Zhou Xu paling benci direpotkan, tapi begitu bertemu dengan Liang Zheng, kerepotan ini tidak pernah ada akhirnya.

Sesampainya di rumah sakit, Liang Zheng diinfus. Dokter datang memeriksanya dan memberikannya obat infus, dia pun dirawat di rumah sakit.

Zhou Xu membantu Liang Zheng mengambil obat, ketika kembali ke ruang rawat inap, waktu sudah menunjukkan jam tiga lewat. Liang Zheng mengalami heat stroke dan dia yang tiba-tiba terguyur hujan lebat membuatnya menjadi demam.

Ketika Zhou Xu kembali ke ruang rawat inap, dia sudah tertidur. Zhou Xu berjalan ke sisi tempat tidur, mendongak untuk melihat infus yang tergantung. Infus baru habis setengah, habis ini masih ada satu botol lagi. Itu artinya Zhou Xu tidak usah harap untuk tidur malam ini.

Dia bersandar pada kursi di samping tempat tidur, mengangkat tangan untuk menggosok pelipisnya. Obat ini menetes secara perlahan, sampai sekitar jam 5 pagi barulah selesai.

Zhou Xu memanggil perawat untuk melepas jarum infus. Perawat mengukur suhu tubuh Liang Zheng lagi dan ternyata demamnya sudah turun. Akhirnya Zhou Xu dapat beristirahat.

Mungkin karena efek obat, Liang Zheng yang baru saja diinfus kemarin malam langsung tertidur lagi.

Keesokan harinya saat bangun, sudah jam 6 pagi. Setelah hujan lebat, langit sangat cerah di luar jendela. Langit biru dengan awan berwarna putih, dihiasi dengan tumbuhan berwarna hijau.

Liang Zheng membuka matanya, dia melihat Zhou Xu yang duduk di kursi sampingnya dan sedang tertidur.

Posisi tidurnya sangatlah rapi, bahkan sedang duduk, dia hanya sedikit menundukkan kepalanya dan memejamkan mata. Sangat tenang.

Sinar matahari masuk melalui jendela dan menyinari ke tubuhnya. Sinar matahari yang keemasan membuat profil sisi wajahnya tampak sempurna, membuat orang kesulitan untuk memalingkan mata setelah melihatnya.

Liang Zheng melihat bulu matanya yang panjang, tanpa bisa dijelaskan merasa agak iri. Mana ada bulu mata seorang pria yang begitu sempurna.

Dia berbaring di tempat tidur, matanya menatap Zhou Xu lekat untuk waktu yang lama. Bahkan tanpa sadar jiwanya seakan sudah terserap ke sana.

Sampai Bibi Zhou bergegas masuk dari luar, "Zhengzheng!"

Liang Zheng kembali tersadar dan melihat ke arah pintu. Dia agak terkejut, "Bibi."

Dia tanpa sadar ingin terduduk, Bibi Zhou segera menghentikannya,"Jangan bergerak, berbaring saja."

Dia mengulurkan tangan untuk menyentuh kening Liang Zheng, "Baguslah, demamnya sudah turun."

"Kenapa Bibi kemari?" Liang Zheng merasa tersanjung. Zhou Xu kemarin malam mengirimkan pesan teks kepada Zhou Yuzhi, mengatakan kalau Liang Zheng demam dan dirawat di rumah sakit. Memintanya langsung ke rumah sakit begitu kembali.

Zhou Yuzhi tentu saja cemas. Begitu pagi ini turun pesawat, dia langsung datang kemari.

Ketika Zhou Yuzhi masuk, Zhou Xu sudah bangun. Karena ibunya sudah datang, dia tentu tidak perlu di sini lagi.

Dia bangkit berdiri dari tempat duduknya, mengambil ponsel di nakas dan berkata, "Pergi dulu." Dia pun langsung berjalan ke arah luar.

Mata Liang Zheng tidak bisa tidak menatapnya keluar dari kamar rawat. Saat mendengar Bibi Zhou bertanya padanya ingin sarapan apa, barulah Liang Zheng menoleh dan menarik tatapannya.

Dia tersenyum sambil berkata, "Apa saja boleh."

Fortunate To Meet You (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang