Chapter 7

10 2 0
                                    

Malam itu, Liang Zheng berbaring di atas tempat tidak dan tidak tidur semalaman. Salju turun di luar jendela, dia menatapnya dengan mata terbuka seperti itu. Seluruh otaknya penuh dengan adegan di mana dia tidak sengaja menumpahkan kopi ke tubuh Zhou Xu.

Pergelangan tangannya yang dipegang erat oleh Zhou Xu masih terasa sakit.

Meski sedikit merasa tidak terima, tapi lebih banyak perasaan bersalah. Lagi pula, dia sendiri yang tidak hati-hati. Tidak salah Zhou Xu sampai marah.

Liang Zheng berpikir sepanjang malam. Sampai jam 4 pagi, barulah dia tertidur karena mengantuk.

Karena tidurnya subuh, dia terbangun sekitar jam 8 keesokan paginya. Liang Zheng membersihkan diri sebelum turun ke lantai bawah, menemukan ruang tamu bawah kosong melompong.

Paman dan Bibi tidak ada, Zhou Xu juga tidak ada. Liang Zheng pergi ke dapur dan tidak menemukan Bibi. Dia berkeliling di halaman dan juga tidak menemukan orang.

Dia mengeluarkan ponsel untuk menelepon Bibi Zhou. Barulah dia tahu kalau Paman dan Bibi Zhou sedang pergi ke rumah Kakek Zhou.

Mengenai ke mana Zhou Xu pergi, dia tidak tanya. Mungkin keluar untuk bermain basket.

Bibi Zhou mengatakan telah meninggalkan sarapan untuknya di dapur.

Setelah menghabiskan sarapan dan membersihkan dapur, dia tanpa sengaja melihat pakaian dan celana yang Zhou Xu lemparkan di atas mesin cuci. Dia terkaget dan segera masuk ke dalam.

Itu kaos putih dan celana yang kemarin malam Zhou Xu pakai. Pakaian itu harusnya sudah dicuci, juga sudah dikeringkan. Ada aroma deterjen di sana.

Liang Zheng mengangkat dan melihatnya, menemukan ada noda kopi di atas baju yang tidak bisa dibersihkan. Meski sudah tidak terlalu pekat, tapi dapat terlihat noda cokelat di atas pakaian putih itu. Terutama saat diangkat, terlihat sangat jelas.

Liang Zheng mengerang dalam hatinya, dia segera mengangkat celana itu. Karena celana berwarna hitam, tidak terlalu jelas. Tapi jika dilihat dengan seksama, masih dapat terlihat noda kopi.

Liang Zheng merasa sakit kepala. Dia mengambil pakaian itu dan pergi ke area cuci. Dia merendam pakaian itu dan menaruh sabun di atasnya, menguceknya dengan tangan. Namun, setelah dikucek selama lebih dari 10 menit, noda kopi itu masih ada di sana. Sedikit pun tidak memudar.

(Translator Comment: Makanya pakai Vanish. Hahahah.)

Dia berjongkok di lantai, mengambil ponsel dan memeriksa banyak cara di internet, tapi tidak ada cara untuk menghilangkan noda itu.

Zhou Xu yang baru kembali dari lari pagi di luar. Saat mengambil air di dapur dan melewati area cuci, dia melihat Liang Zheng berdiri di depan mesin cuci sambil melihat ponselnya.

Dia mengerutkan kening dan berjalan masuk. Melihat Liang Zheng memegang kaosnya di satu tangan dan ponsel di tangan lainnya, entah apa yang sedang gadis itu lihat.

Dia melihat ke arahnya dan berkata tak acuh, "Kamu sedang apa?"

Liang Zheng sedang mengingat merek pakaian Zhou Xu, terlalu serius hingga tidak menyadari Zhou Xu masuk ke sana. Zhou Xu yang tiba-tiba berbicara, membuat Liang Zheng terkejut dan mendongak dengan perasaan panik, "Tidak...."

Jari-jarinya tanpa sadar meremas pakaian di tangannya, mengatupkan bibirnya dan berkata pada Zhou Xu, "Pakaianmu... aku sudah mencoba banyak cara dan tidak bisa menghilangkan nodanya. Ma... maaf."

Zhou Xu meliriknya, di matanya tidak ada emosi. Dia hanya berjalan dua langkah untuk mengambil pakaiannya di tangan Liang Zheng dan celananya di samping Liang Zheng, berbalik untuk keluar dari sana. Ketika berjalan sampai pintu, dia melemparkan pakaian dan celana itu ke dalam tong sampah dekat pintu. Langsung naik ke atas. Liang Zheng, "..."

Liang Zheng masih tetap di area cuci sebelum perlahan keluar. Ketika berjalan sampai di pintu, dia melirik tempat sampah dan mendesah dalam hatinya. Tiba-tiba merasa dirinya melakukan kesalahan besar.

Siangnya, Liang Zheng pergi ke mall sebelum kembali ke kampus. Dia sudah merusak pakaian Zhou Xu, tentu harus menggantinya. Dia tahu merek pakaian itu, sangat cepat berhasil menemukannya. Tapi saat melihat harga di labelnya, dia begitu kaget sampai napasnya tercekat.

Sepotong kaos putih, harganya begitu mahal.....

"Adik kecil, beli pakaian untuk pacarmu?" Liang Zheng berdiri di sana memegang pakaian itu cukup lama. Pelayan toko pun datang dan menyapa dengan antusias, "berapa tinggi pacarmu? Biasanya pakai ukuran apa?"

Liang Zheng mengambil pakaian itu dan bertanya, "Pakaian ini diskon tidak?"

Pelayan toko tersenyum, "Maaf, di toko kami tidak ada diskon."

Liang Zheng, "..."

Liang Zheng menunduk untuk melihat harga di label lagi, akhirnya menguatkan mentalnya dan membelinya. Saat menggesek kartunya, tidak bisa menahan diri untuk mencemooh Zhou Xu. Sungguh seorang Tuan Muda, boros sekali. Sepotong kaos saja sudah hampir menghabiskan satu bulan biaya hidupnya.

Liang Zheng kira kaos itu sudah cukup mahal. Ketika dia menemukan celana Zhou Xu, matanya hampir keluar saat melihat harga di labelnya.

Dulunya dia berpikir, meski dirinya bukan dari keluarga kaya, tapi rasanya tidak miskin-miskin amat, kan?

Tapi setelah membeli kaos dan celana ini untuk Zhou Xu, pertama kalinya dia sadar betapa miskin dirinya ini.

Dua bulan biaya hidupnya, ditambah dengan tiket pesawat untuk pulang, barulah cukup untuk membeli kaos dan celana olahraga ini.

Malamnya, Feng Qian dan Xiaoyu bertemu di luar dan pulang bersama-sama ke asrama. Begitu memasuki asrama, mereka melihat Liang Zheng menangkupkan wajahnya di depan meja belajar dengan buku di bawah tangannya.

"Eh? Zhengzheng, kapan kamu pulang? Kukira kamu akan menghabiskan Natal di rumah bibimu." Feng Qian melepas mantelnya sambil mengeluarkan gantungan dari dalam lemari untuk menggantungnya.

Begitu dia meletakkan pakaiannya, dia kaget saat mendengar teriakan Xiaoyu. Xiaoyu menjerit dan berlari ke sana, "Wow, Zhengzheng sudah kaya!"

Xiaoyu melihat tas kertas yang diletakkan di sebelah rak buku Liang Zheng. Dia segera berlari untuk membukanya dan berkata, "Pakaian merek ini sangat mahal. Pacarku begitu ingin membelinya hingga kebawa mimpi. Tapi, merek ini semuanya pakaian pria, kebanyakan pakaian olahraga. Kamu beli untuk siapa, Zhengzheng?"

Feng Qian juga mendekat untuk melihatnya. Dia mengetahui inti permasalahannya dan menepuk pundak Liang Zheng, "Katakan sejujurnya, apa kamu diam-diam berpacaran di belakang kami?"

Dia berbicara sambil saling menatap dengan Qin Yu. Keduanya seketika melewati bangku dan mengelilingi Liang Zheng, menunggu penjelasan. "Sini, jelaskan pada saudarimu ini."

Liang Zheng memutar bola matanya dan mendesah, "Pacar dari mana?"

Dia menceritakan kejadian itu dengan jujur. Setelah mendengarnya, Feng Qian dan Qin Yu yang tadinya begitu senang mau bergosip malah menjadi simpatik. Feng Qian menatap Liang Zheng, "Lalu berapa sisa uangmu sekarang?"

Liang Zheng mengerutkan bibirnya dengan wajah menyedihkan dan mengangkat satu jari telunjuknya. Feng Qian, "....seratus?"

Liang Zheng mengangguk. Feng Qian sangat bersimpati dan menepuk pundak Liang Zheng, "Zhengzheng yang sangat kasihan. Mulai hari ini, kamu berbagi denganku. Meski saudarimu ini juga miskin, tapi masih bisa membeli tiga mangkuk bubur untuk sehari."

Qin Yu juga berkata, "Benar, benar. Berbagilah dengan kami, kami tidak akan membuatmu kelaparan."

Liang Zheng tersenyum dan berkata, "Tidak perlu. Aku akan mencari pekerjaan paruh waktu, mendapatkan sedikit biaya hidup. Menghemat satu kali biaya perjalanan pulang saat libur."

"Sebentar lagi ujian, kamu masih bekerja paruh waktu?"

Liang Zheng berkata, "Tidak masalah. Aku boleh mencari kerja paruh waktu yang setengah hari. Setengah hari bekerja, setengah hari belajar, tidak akan sulit."

Liang Zheng menemukan pekerjaan paruh waktu dengan lancar.

Keesokannya dia sudah menemukan kerja paruh waktu di restoran barat dekat kampus. Gajinya sedikit, tapi cukup untuk biaya hidupnya seminggu. Dia juga bisa menghemat sedikit untuk biaya perjalanannya pulang nanti.

Waktu kerjanya dari jam 6 sore sampai 10 malam. Kebetulan juga tidak akan mengganggu waktu belajar dan ujian akhir.

Setelah Liang Zheng dan bosnya mencapai kesepakatan, malam itu dia langsung mulai kerja.

Setelah selesai, dia naik kereta bawah tanah dan pergi sebentar ke Kediaman Zhou.

Sesampainya di sana, Bibi dan Paman Zhou tidak ada. Hanya Zhou Xu yang ada di rumah. Zhou Xu mendengar bel pintu dan turun untuk membuka pintu.

Begitu pintu terbuka, dia melihat Liang Zheng yang berdiri di luar pintu. Ada angin dingin yang bertiup di luar sana. Gadis ini tampaknya berlari kemari, wajahnya sedikit memerah karena terkena terpaan angin.

Liang Zheng mengenakan jaket panjang hitam dan ada dua paperbag di tangannya. Mata Zhou Xu jatuh pada paperbag di tangannya dan seketika mengerutkan keningnya.

Liang Zheng turun dari kereta bawah tanah dan sepanjang jalan berlari untuk sampai di Kediaman Zhou. Tertiup angin sepanjang jalan itu, kedua tangannya membeku seperti es potong dan bahkan sudah tidak ada rasanya lagi.

Dia menyerahkan paperbag kepada Zhou Xu, meminta maaf dengan tulus, "Maaf, Zhou Xu. Malam beberapa waktu lalu itu aku tidak sengaja. Maaf telah membuat pakaianmu ternoda."

Zhou Xu tidak menanggapi. Dia hanya menatap Liang Zheng seperti itu dan tidak terlihat apa emosinya. Melihatnya tidak bicara, Liang Zheng bertanya lagi, "Apa laptopmu baik-baik saja? Tidak dirusak olehku, kan?"

Ketika kopi itu jatuh, dia paling takut pada komputernya. Lagi pula, di dalam komputer Zhou Xu pasti isinya data-data yang sangat penting. Zhou Xu menatapnya dan bertanya, "Kalau aku bilang laptopnya rusak, apa kamu juga akan menggantikan laptop itu?"

Liang Zheng mendengar ini, wajahnya seketika pucat pasi, "Benar... benar-benar rusak?"

Zhou Xu meliriknya, tidak menjawab. Dia menunduk, melirik paperbag di tangannya dan kembali menatapnya, "Uang dari mana?"

Pakaiannya sendiri, Zhou Xu tentu tahu. Harganya tidak murah. Liang Zheng tertegun, kemudian tersenyum cerah, "Aku punya uang! Tidak mahal-mahal amat."

Zhou Xu menatapnya, tidak bicara. Liang Zheng melihat Zhou Xu tidak menerimanya, hanya meletakkan paperbag itu di samping pintu teras. Setelah meletakkannya, dia mundur selangkah dan berdiri pintu. Dia melambaikan tangannya ke arah Zhou Xu, "Kalau begitu, aku pergi dulu."

Dia tersenyum lagi, "Aku sungguh minta maaf, kamu jangan marah lagi."

Setelah selesai bicara, Liang Zheng berbalik dan berlari menuruni tangga. Setelah berlari keluar beberapa langkah, dia seakan teringat sesuatu dan berbalik, "Zhou Xu, sebelumnya aku bukan sengaja masuk ke ruang belajarmu. Aku sudah pernah bertanya pada bibi, begitu bibi setuju aku baru masuk. Aku membaca beberapa buku di rak ketiga sebelah kiri, sisanya aku tidak sembarangan menyentuhnya."

Dia berhenti dan berkata lagi, "Tapi, aku tetap minta maaf."

Dari kejauhan, dia dan Zhou Xu saling berpandangan. Di mata Zhou Xu masih tidak terlihat suasana hatinya, hanya menatapnya dengan tenang.

Liang Zheng tersenyum dan berbalik untuk pergi.

Setelah beberapa saat Liang Zheng pergi, barulah Zhou Xu menutup pintu. Dia melirik dua paperbag yang terletak di teras rumahnya. Terdiam beberapa detik, dia mengambil barang itu dan langsung naik ke atas.

Sekembalinya ke kamar, dia meletakkan kedua paperbag itu di dalam lemari.

Melirik ke dalam tas itu, dia menemukan ada sebuah kertas kecil yang diletakkan di dalam paperbag itu. Dia mengambil dan melihatnya.

Selembar kertas berwarna merah muda, tulisan tangan yang indah dan rapi: Zhou Xu, maaf, jangan marah.

Di sampingnya juga ada gambar tangan seorang gadis kecil mengenakan gaun dengan rambutnya yang diikat dua, sedang membungkuk dan sedang minta maaf.

Fortunate To Meet You (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang