𝐝𝐞𝐥𝐚𝐩𝐚𝐧-

5.5K 1K 105
                                    

[Name] POV

" Tenanglah, [Name]-chan," ujar Oikawa mencoba menenangkan ku.

" Iya, kita pasti bisa menemukan cara untuk menyingkirkannya," tambah Mio.

Hal itu sama sekali tidak dapat membuatku tenang. Tadi, ketika aku dan Mio berniat makan bersama Oikawa di Taman sekaligus untuk membicarakan tentang stalker ini. Tapi, ketika aku kembali ke kelas, aku kembali mendapati lokerku penuh dengan kertas bergambar hati berwarna merah.

Tetiba saja, sebuah ide terlintas di kepalaku.

" A-aku tahu caranya untuk menyingkirkan stalker itu!" Ujarku bersemangat.

Semua nampak tegang.

" Pulang nanti, biarkan aku berjalan sendirian. Sedangkan kalian berdua mengikuti ku dari belakang! Jika stalker itu menemui ku, tangkap dia!" Jelasku.

Mio langsung memegang erat bahuku.
" Tidak! Itu sangat beresiko! Bagaimana jika kau nanti bertemu dengannya, dan ia membawa senjata tajam?" Tanya Mio.

Aku mengulas senyum kecil.
" Aku sudah tidak tahan lagi, Mio," lirihku sembari menunduk.
" Aku ketakutan tiap malam.. aku takut dia benar-benar seorang pembunuh.." jelasku.

Mio langsung mendekap tubuhku.
" Aku mengerti," lirihnya yang membuat senyumku merekah.

* * *

Aku sekali-kali menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari stalker itu. Tapi nihil, hanya jalanan sepi. Kami sengaja pulang malam supaya membuat stalker itu nekat menemui ku. Resikonya? Aku pasti akan mendapatkan siraman ceramah dari ibuku. Itupun kalau aku berhasil kembali ke rumah dengan selamat.

Karena terlalu sibuk melirik samping, aku tidak terlalu memperhatikan jalam didepan ku dan berakhir menabrak seseorang.

Bruk!

" Su-sumimasen!" Ujarku kala hampir terjengkal karena menabraknya.

" Ah, kau," ujarnya.

Aku mendongak. Mendapati seorang laki-laki dengan surai hitam yang aku tabrak beberapa hari yang lalu karena terlalu panik berlari dari stalker. Masih ingat juga ternyata.

Tunggu-- dia muncul saat aku lari dari stalker. Dia juga muncul saat ini, ketika aku sedang mencari stalker. Dia masih mengingatku? Apa jangan-jangan, dia adalah stalker?

Aku mundur perlahan. Dia terlihat bingung dan maju mengikuti arah kakiku.

" Kenapa mundur?" Tanyanya.

Aku tak menjawab dan masih ketakutan. Ia lalu mencoba menggapai tangan yang sudah kaku dan dingin. Ah, belakangku tembok.

Bats!

Sebuah tangan lalu menepis kasar tangan lelaki didepan ku. Oikawa?

" Jangan dekati gadis ini," ujar Oikawa penuh penekanan.

Lelaki itu lalu mengelus tangannya yang ditepis oleh Oikawa sembari meringis pelan.
" Jadi, ini pacar Oikawa-san?" Tanyanya.

Oikawa tak menjawab. Ia menatap laki-laki didepannya dengan tatapan tak suka. Mereka saling kenal? Jadi, laki-laki ini sebenarnya stalker atau bukan?

" Bukan urusanmu," ujar Oikawa ketus da menarik tanganku lalu menjauh darinya.

" Tunggu-- Oikawa-san! Aku ingin tanya lagi soal--"

" Tidak akan pernah, Tobio-chan!" Bentak Oikawa.

Kami lalu menjauh dari laki-laki itu. Dapat kulihat dari jauh, laki-laki itu menghela nafas. Lalu berbalik dan pergi dari tempat itu.

" Dia.. siapa, Oikawa-senpai?" Tanyaku.

Oikawa tak bergeming. Masih berjalan dan mengeratkan genggamannya. Sepertinya Oikawa sangat membenci laki-laki itu. Tapi, dia siapa? Dan kenapa? Ah, itu bukan urusanku. Aku hanya perlu fokus pada stalker saat ini.

Aku terkejut. Biasanya, Oikawa meninggalkanku di gerbang dan membiarkanku masuk ke rumah. Tapi, kali ini dia yang mengetuk pintu rumahku.

Tok tok tok!

Pintu rumahku langsung terbuka kala barusan Oikawa mengetuk. Menampakkan seorang wanita paruh baya yang sedang berkacak pinggang.
Oikawa langsung menutupi badanku agar tida tampak oleh ibuku.

" Maafkan aku bibi, sudah membawa anak bibi jalan-jalan tanpa izin," ujar Oikawa.

" Kau, pacarnya [Name]?" Tanya ibuku.

Oikawa lantas mengangguk mantap. Reaksiku? Biasa saja. Karena itu pasti hanya alasan supaya aku bisa lepas dari acara ceramah ibuku.

" Kenapa [Name] tidak pernah cerita?" Tanya ibuku mulai melunak.
" Apalagi kalau pacarnya setampan ini," tambahnya.

" Mungkin, [Name] hanya malu mengatakannya. Dia terlalu senang mendapatkan pacar setampan aku," ujar Oikawa.

Ingin rasanya aku melemparkan bola voli pada kepala orang ini, seperti apa yang dilakukan oleh Iwaizumi kala kesal dengan sesuatu yang tidak bisa disebut manusia didepan ku ini. Tapi, karena aku adalah anak sopan, aku tidak boleh melakukan hal seperti itu pada senpai-ku sendiri.

" Ah, kalau begitu silahkan masuk," ajak ibuku yang langsung ditolak oleh Oikawa.

" Maaf, tapi saya mengantar sampai disini saja. Saya ada urusan," jelas Oikawa.

" Begitu ya? Baiklah kalau begitu, terima kasih karena sudah mengantar anakku," ujar ibuku.

Oikawa lalu membungkuk dan bersiap pergi, sebelum aku menarik jaketnya perlahan.
" Oikawa-senpai--" panggilku.

Oikawa menghela nafas berat. Berbalik dan tersenyum kearahku.
" Ku jelaskan semuanya besok," ujar Oikawa.

Aku mengangguk paham. Lalu aku masuk kedalam rumah. Seperti dugaan ku, ibuku tidak jadi memarahiku. Dan malah menanyakan hal tentang senpai yang ia kira pacarku itu.

Aku tidak menghiraukan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan ibuku. Aku langsung masuk kekamar dan meninggalkan ibuku yang berceloteh sendirian di ruang tamu. Lalu menghela nafas panjang.

Niatku untuk mengungkap siapa stalker yang mengikuti ku hancur sudah. Kalau saja aku lebih memperhatikan jalan dan tidak menabrak lelaki itu, mungkin Oikawa tidak akan marah. Oikawa, dari sorot matanya ia terlihat sangat membenci laki-laki itu.

Eh? Ngomong-ngomong, Mio bagaimana?

Aku buru-buru merogoh tasku untuk mencari ponselku. Setelah benda persegi yang kucari itu ketemu, aku langsung mencari kontak Mio dan menelponnya.

Ah! Mio mengangkat telepon dariku. Aku langsung menanyakan keadaannya. Akhirnya aku menghela nafas lega. Setelah melihatku diseret Oikawa, Mio langsung berniat untuk pulang. Untung saja, kukira ia akan ada ditempat persembunyiannya terus sendirian.

" Tapi, kenapa Oikawa-senpai terlihat tidak suka pada laki-laki yang menabrak mu? Dan sepertinya mereka saling mengenal satu sama lain,"

[Bersambung]






𝐒𝐓𝐀𝐋𝐊𝐄𝐑 || tooru✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang