The Voice

7 1 3
                                    

Aku dan pacar online ku memang tidakpernah bertemu langsung. Kami cukup puas dengan chatting atau voice note atau kadang-kadang saling telepon. Dengannya aku serasa punya buku diary yang bisa dengan bebas cerita apapun yang terjadi dan yang aku rasakan. Dia juga sama. Pokoknya kami cocok dalam berbagai hal. And I think I'm falling in love with him, with my unknown online-boyfirend. 

Tring.

"Sayang, makan siang apa kamu hari ini? Aku kayanya mau pesan online aja deh, masih belum akrab di sini.."

Voice note darinya benar-benar bisa membuat mood ku baik. Suaranya yang lembut tapi tegas dan maskulin. Rasanya hangat. Apalagi cara dia menyebut kata 'sayang', apa kalo es yang sudah mencair bisa meleleh lagi? Itu gambaran hatiku, meleleh setelah meleleh. Tapi kali ini aku seperti mendengar suara ini secara langsung, tapi di mana dan siapa? Padahal aku sudah sering mendengar suaranya. Apa ini hanya perasaanku aja karena aku makin penasaran dengannya? Apa karena aku merasa sudah semakin dalam jatuh ke dalam pesonanya jadi aku berimajinasi mendengar suaranya secara langsung?

"Aku kayanya mau makan di cafe bawah aja deh. Inget jangan kebanyakan junk food ya dear!"

Kubalas voice note nya sambil berjalan menuju lift. Tapi karena mataku sibuk memerhatikan ponsel, aku tidak tahu kalo di depan itu ada tempat sampah. Bruk. Ah pasti aku terjatuh sekarang. Apa ada orang? Pasti bakal malu banget kalau sampai ada banyak orang depan lift. Mataku terus tertutup karena reflek, antara kaget dan malu.

"Eh tapi kok gak sakit ya.." tanpa sadar aku bergumam pelan karena harusnya kalau terjatuh minimal ada nyeri sedikit karena aku yakin tadi tersandung tempat sampah.

"Jelas kamu gak sakit, tapi kalau kamu terus begini, saya yang sakit."

Langsung kubuka mataku dan betapa terkejutnya kalau ternyata aku tidak jatuh ke lantai melainkan jatuh menabrak Pak Rigel si manager baru itu. Kali ini pun dia tetap terlihat luar biasa. Apalagi jika dilihat dari jarak dekat seperti ini, aku bisa melihat kalo ternyata dia mempunyai bulu mata yang cukup lentik dan alis yang tebal sempurna. Wangi parfumnya lagi-lagi mengganggu ketenangan hatiku. Suaranya terdengar seperti ada kekhawatiran di sana, atau memang aku yang berimajinasi lagi. Aku tahu dari pertama melihatnya kalau dia mempunyai badan yang tegap. Tapi ini benar-benar tegap, seperti patung dewa Yunani. Tanganya memegang pinggangku dengan kokoh. Aku bisa tahu kalau dia rajin olahraga.

"Sampai kapan kamu bakal terus begini? Tangan saya mulai benar-benar kesakitan."

"Ah maaf Pak, saya tidak sengaja. Pak Rigel tidak apa-apa?"

Karena terlalu fokus memerhatikannya dengan detail, aku jadi tidak sadar akan keadannya. Butuh tiga kali tarik nafas panjang supaya bisa kembali fokus.

"Kalau kamu tidak segera bangun mungkin saya bisa kenapa-kenapa, tapi syukurlah kamu bisa segera sadar. Kamu sendiri tidak apa-apa?"

"Saya tidak apa-apa Pak, terima kasih."

"Baiklah kalau begitu, lain kali perhatikan jalan sekitar jangan terlalu fokus melihat ponsel," dia hendak berjalan pergi tapi aku baru sadar aku menyebabkan kesalahan lain..

"Anu Pak, maaf.."

"Ya, ada apa? Apakah kakimu terkilir?"

"Bukan Pak, tapi maaf, itu..."

"...Itu apa?"

"Itu... di... di kemeja Pak Rigel... Sepertinya saat terjatuh tadi lipstik saya tidak sengaja menempel di kemeja Pak Rigel... Bagaimana ini..." mukaku memerah karena malu dan panik. Bagaimana bisa lipstikku nempel di situ? Ah pasti dia akan marah.

"..."

Tuhkan dia marah. 

"Bagaimana kalau saya membelikan Bapak baju baru dan baju itu akan saya cuci? Saya akan cepat membelinya sekarang juga.."

"Tunggu Arunika! Kamu tidak usah membeli baju baru untuk saya sekarang, jam makan siang sudah hampir habis dan kamu juga saya lihat belum makan apapun. Saya bisa menggunakan blazer untuk menutupinya."

"Tapi saya benar-benar merasa tidak enak karena telah mengotori kemeja Pak Rigel. Nanti Bapak bisa kasih saya kemeja itu untuk saya cuci. Saya mohon Pak, saya akan merasa bersalah karena telah menabrak Pak Rigel dan juga mengotori kemeja Bapak," suaraku sedikit bergetar karena penuh perasaan bersalah dan aku saat ini malu sekali. Andai lantai bisa menelanku..

"Tidak usah Arunika, saya benar-benar tidak apa-apa," jawabnya sambil tersenyum.

Oh senyum itu lagi. Bisa gila aku.

"Kalau begitu saya permisi dulu, saya harus makan karena lapar sekali. Kamu juga harus segera makan ya Arunika."

Tuhan, aku ingin menghilang saja rasanya. Kurasakan mukaku masuh terasa panas, mungkin warnanya seperti udang matang sekarang. 

"Aku jadi gak lapar lagi.."

Aku memutuskan untuk kembali ke meja kerjaku saja. Percuma juga makan siang sekarang, pasti waktunya tidak akan sempat.

"Dear, aku malu banget barusan. Aku nabrak manager baru aku, gak sengaja tapi. Aku kesandung dan malah nabrak dia... Kamu jadinya makan apa?"

Sent.

Patronus RusaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang