Part 4

945 76 6
                                    


Luhan rasa tadi ia sangat lancang. Kata-kata Sehun kemarin benar-benar tajam dan itu benar-benar menurunkan derajat harga dirinya. Semua yang dikatakan Sehun benar, ia tidak mempunyai tata krama. Luhan mengutuk dirinya sendiri, seharusnya sebagai kakak kelas ia tidak boleh seperti ini, ia seharusnya bersikap sopan di depan adik-adik kelasnya, agar adik-adik kelasnya pun juga bersikap sopan kepadanya--


Tunggu.


Luhan beranjak bangun dan duduk di kasurnya. Biasanya juga ia selalu bersikap dingin di depan adik kelasnya. Karena memang ia seperti itu. Bersikap dingin dengan semua orang kecuali dengan teman-teman terdekatnya. Untuk apa ia merasa lancang? Biarkan saja. Masa bodoh dengan Sehun yang tidak mau mengajarkannya matematika, ia masih bisa meminta bantuan temannya yang lain. Memang hanya Sehun saja yang pintar matematika? Cih, sombong sekali bocah itu. Mentang-mentang ia peringkat satu seangkatan, ia bisa melawan kakak kelasnya. Tch, lihat saja besok. Luhan akan mengerjainya. Ia terkikik pelan, walaupun Luhan orang yang dingin, tapi ia mempunyai sisi imutnya, dan ia akan menunjukkannya pada Sehun besok, untuk menurunkan derajat bocah itu.



.


.


.


.


.


.




Luhan memang nekat. Ia mempunyai tingkat kenekatan yang tinggi. Buktinya sekarang, ia sedang berdiri di depan kelas Sehun, dan Sehun sendiri sedang berdiri di depannya dengan raut wajah kesal yang kentara. Ayolah, ini jam pulang sekolah, kurang kerjaan sekali kakak kelasnya ini mengganggunya. Sehun sungguh heran dengan kakak kelasnya yang satu ini yang sungguh kurang kerjaan menganggu adik kelasnya. Dan kalimat yang diucapkan Luhan cukup membuat Sehun sedikit membelalakkan matanya.



"Aku ingin minta maaf karena kemarin,"



Sehun ingin menyela, tetapi ia semakin melebarkan matanya begitu jari telunjuk kakak kelasnya mendarat di belahan bibirnya, tanda untuk ia tidak boleh menyela.



"Tidak baik untuk memotong pembicaraan orang, bukan?"



Luhan tersenyum miring, dengan tangan kirinya ia letakkan di pinggang dan satu tangannya lagi berada di kedua belah bibir Sehun, ia bergaya sangat angkuh sekarang. Sehun sungguh terkejut dengan perlakuan kakak kelasnya yang satu ini. Benar-benar tidak terkira. 



"Dan aku mau diajari olehmu. Kau tau, teman-temanku sangat pelit untuk mengajarkanku, mereka sok sibuk. Dan berhubung kau disuruh guru bimbingan konseling untuk mengajariku, kupikir ini kesempatan. Jadi, maukah kau memaafkanku, Sehun-ah?"



Luhan tersenyum manis di depan orang asing--sebenarnya bukan asing, yah bisa dikatakan bukan orang terdekatnya, untuk pertama kalinya. Sekali lagi, Sehun dibuat terkejut olehnya. Apa-apaan ini? Sehun merasa ia sedang dijebak. Pasti Luhan merencanakan yang tidak-tidak. Ya, pasti, makanya Luhan bersikap manis di depannya. Sehun bingung di situasi seperti ini, apa ia harus mengikuti alurnya atau ia bersikap marah pada Luhan?



"L-Luhan sunbaenim--"


"Aku anggap itu sebagai iya. Ayo kita ke perpustakaan!"



.


.


.


.


.



Untuk pertama kali dalam hidupnya, Sehun tidak pernah segugup ini. Sumpah, ia tidak pernah sedekat ini dengan perempuan. Luhan yang duduk di sampingnya sungguh dekat dengannya. Ia terus memajukan wajahnya jika ia tidak mendengar suara Sehun yang tersendat/? karena Luhan terlalu dekat dengannya. Dalam hati Luhan tertawa keras, ia berhasil mengerjai Sehun dan hasilnya Sehun gugup setengah mati. Luhan tau Sehun tipe laki-laki yang dingin, dan pasti tidak pernah dekat dengan perempuan. Dilihat dari sikap tidak sopan dan dinginnya beberapa hari yang lalu, Luhan mengambil kesimpulan. Tidak ada yang bisa melelehkan hati batu Sehun. 



"Sehun-ah, kenapa kau dingin sekali?"


"Sehun-ah, aku tidak mengerti yang ini!"


"Agh! Susah sekali! Kenapa kau bisa mengerti angka yang tidak jelas seperti toge roboh ini?"



Sehun benar-benar hidupnya akan menjadi abstrak tahun ini.



.


.


.


.


.



dont forget to leave a comment and vote. 


MeltedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang