Sama sekali tidak ada penolakan saat papanya tiba-tiba meminta Zizi untuk ikut ke Bandung. Ia juga tidak bertanya alasannya apa karena tanpa bercerita pun, orang tuanya pasti tau bahwa Zizi sedang mengalami hal sulit.
Zizi tau sudah menjadi anak yang egois saat membuat kedua orang tuanya bingung dengan tidak pergi ke sekolah atau keluar dari kamar. Untungnya orang tua Zizi tidak menanyakan lebih lanjut tentang perubahan sikapnya yang tiba-tiba, karena jika iya Zizi tidak tahu harus bagaimana menghadapi rasa sakit dan rasa malu secara bersamaan.
Malam ini Zizi keluar untuk pertama kalinya setelah satu minggu sampai di Bandung. Suasana malam ini cukup membantu menenangkan sedikit riuh di kepalanya.
Setelah membeli beberapa cemilan di mini market, Zizi memutuskan untuk duduk di kursi besi yang tersedia di trotoar melihat cafe yang sudah tutup.
Tiba-tiba riuh keributan terdengar. Terlihat dua kelompok remaja di dua sisi jalan saling berteriak, menenteng beberapa alat pukul seperti kayu dan batu.
Zizi bergeming dan tetap tenang ditempatnya, tidak berniat untuk beranjak juga. Zizi selalu berpikir untung apa yang mereka dapat dari keributan itu? Jika menang apa mereka akan dapat mendali? Jika kalah, apa mereka akan mendapat biaya asuransi? Entahlah Zizi tidak ingin tahu dan tidak mau tahu juga.
Keributan itu membuat para pengguna jalan raya terpaksa berhenti, takut menjadi korban keributan mereka. Dan alhasil jalan raya macet, para pengguna kaki pun berlarian menyelamatkan diri mereka.
Meskipun dua kelompok itu berlarian, saling menyerang satu sama lain didepannya tak membuat Zizi ingin berlari. Justru saat ini ia berharap akan ada sesuatu yang mengenai kepalanya dan membuatnya hilang ingatan.
"Awas!" teriak orang-orang saat melihat ada balok kayu yang mengarah pada Zizi. Bukannya menghindar, Zizi justru pasrah dan memejamkan matanya berharap setelah ini ia akan lupa segalanya.
Zizi tidak merasakan sakit apa pun kecuali pelukan dan deru nafas seseorang. Zizi membuka matanya, mendongak menatap orang yang melindungi dirinya.
Mata yang tajam bak serigala, tubuh yang jangkung serta bahunya yang lebar menghalangi balok kayu itu mengenai Zizi.
Cowok itu mengusap keringat yang keluar dari keningnya, lalu menarik Zizi pergi ke tempat yang lebih aman. Setelah jauh dari tempat keributan cowok itu menatap heran Zizi.
"Lo nggak liat ada orang tawuran di depan lo?" tanya cowok itu dengan nada tinggi.
"Gue nggak buta," jawab Zizi tenang.
"Terus ngapain lo masih di sana?" Ganesa tidak habis pikir ada gadis yang duduk santai ditengah keributan.
"Itu kan tempat umum. Siapa aja boleh ada di sana."
"Tapi keadaannya beda! Di sana itu lagi ada tawuran dan harusnya lo selamatkan diri!"
"Gue ada di tempat yang aman untuk apa menyelamatkan diri?"
Ganesa cukup kaget mendengar jawaban gadis di depannya saat ini. "Di situasi yang chaos kayak tadi itu bilang lo aman? Wahh stres nih cewek!"
"Emang bener, kan? Kalian aja yang salah tempat. Harusnya kalau mau tawuran itu di medan perang. Tidak menganggu orang lain, berguna, dan bermanfaat!"

KAMU SEDANG MEMBACA
GANESA (RE-PUBLISH)
Humor[Proses Revisi] Bertemu Ganesa itu sebuah anugerah... anugerah yang teramat Zizi syukuri. Dia laki-laki yang mampu menyusun kembali kepingan hatinya yang hancur berantakan. Ganesa selalu menepati janjinya untuk tidak mengecewakan. Sayangnya, ia tida...