Eps.3 kebingungan

10 1 0
                                    

     Sebulan sudah aku bekerja disini. Tetapi, tak pernah sekalipun bertatapan langsung dengan Rai. Sepertinya hatiku mulai kecewa dan menyerah. Yang kulakukan Sekarang ini adalah menyibukan diri dengan bekerja untuk melupakannya.
     Malam itu aku terpaksa lembur sampai tengah malam. Di negara ini semakin malam semakin ramai saja. Mungkin juga Karena Sekarang ini malam minggu.

" Baru keluar juga? " tanya seorang pria yang membuatku terkejut karena  tiba-tiba sudah berdiri di sampingku.

"Ah.. Rai. Emm maksudku pak Direktur. " ucapku malu.

"kamu masih ingat aku rupanya. " Rai tersenyum.

    Di balas olehku senyum itu. Entah bagaimana Sekarang wajahku ini. Disaat memutuskan untuk menyerah malah justru di pertemukan seperti ini. Grogi dan tentunya senang.

"aku senang ada kamu disini. " ucap Rai kembali tentunya membuatku makin tak percaya.

" kamu dari tadi diam saja. Apa kurang nyaman bersamaku? " ucapnya mengejutkanku. Wajahnya sudah di depan wajahku saja.

" Gak.. Aku senang. " jawabku mengambil selangkah mundur.

"sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan sejak dulu tapi waktunya selalu tak mendukung. Apa kamu ada waktu besok? " ucap Rai.

"Sekarang saja aku senggang. " ucapku keceplosan.

"kamu tidak jalan dengan pacarmu? "

"tidak. " jawabku memandang pantulan wajahku dari gedung sebrang jalan.

"bagaimana jalan dengan pacar jika kamu membuatku jomblo sejak lahir. " gerutuku dalam hati.

"baiklah ayo kita cari tempat yang bagus!  Makan lalu berbincang. " Rai seraya menggenggam tanganku, menuntunku pergi.

    Hei ini bukanlah rumah makan ataupun tempat hiburan melainkan rumahnya. Saat melangkahkan kaki ke rumah itu tentunya aku sangat ragu tetapi sama sekali tak bisa menolaknya.

"Duduklah aku akan mengambil beberapa makanan. " persilahkan Rai.

     Sesaat saja sudah banyak makanan yang telah di hidangkan di atas meja. Rai duduk di sebelahku.

" Kenapa ya? Aku merasa kamu selalu tak merasa senang melihatku sejak dulu. Tadipun kamu menghindar. " ucapnya.

"kapan aku begitu..? " tanyaku tak mengerti. Apa dia tak tau aku mencintainya setengah mati.

"saat di sekolah kamu selalu memalingkan wajah setiap aku melihatmu. Saat pesta perpisahan kamu tidak mau duduk di sampingku.  Sekarangpun kamu menjaga jarak bukan?"

     Tak sadar aku menggeser posisi dudukku saat dia duduk begitu dekat. Aku tak tau jika itu menyinggungnya. Tapi posisi kami benar-benar tak baik untuk jantungku.
     Kini aku bisa melihat jelas wajahnya. Wajah tampan dengan godeg tipisnya. Aku sedari tadi terus menatap wajahnya.

"kamu membenciku? " Tanya Rai lagi.

     Aku hanya menundukan kepala tanpa berani menatapnya lebih lama. Hanya menggelengkan kepala. Suaraku sama sekali tak bisa keluar saking gugupnya.

     Tiba-tiba Rai meraih daguku dengan jarinya. Membuatku menatapnya. Entah dari mana air mata itu tiba-tiba saja menetes dari kedua kelopak mataku.

"Maaf aku membuatmu takut ya? " ucap Rai yang tiba-tiba memeluk dan menepuk punggungku.

"Maaf aku hanya tak biasa di hindari. Kamu adalah satu-satunya gadis yang kurasa selalu menghindariku. Aku selalu bertanya-tanya apa salahku sampai kamu berbuat begitu. Akhir-akhir inipun aku memperhatikanmu. Tapi kamu sama sekali tidak menghiraukan aku meski kita satu lift atau aku berada tepat di belakangmu. " ucap Rai melepaskan pelukannya.

" I love you... " ucap Rai mengusap pipi kiriku.

     Jantungku semakin berdegub kencang. Aku bahkan tidak bisa menjawab pernyataan cintanya. Seketika badanku terasa lemas dan tiba-tiba menjatuhkan diri di pelukannya.

    Jika ini mimpi maka biarlah aku ingin begitu lama dalam tidurku. Bahkan jika tak bangun kembali sedikitpun.

Duri Terlindung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang