Tuan Muda

5 2 0
                                    

  Senja melototkan mata melihat telapak tangan Ivan bercucuran darah. Ia meletakkan nampan makanan di atas meja kamar lalu menghampiri Ivan.

"Lo Gilaaaa ya?" Sentak senja.

Ia menuntun Ivan untuk duduk di kasur. Memegang tangan Ivan yang bercucuran darah.
Senja berusaha mencari kotak obat, membuka setiap laci di kamar Ivan.

"Kotak obatnya dimana?" Tanya senja.

Sementara ivan, ia tidak menghiraukan ucapan senja sama sekali. Ia hanya memperhatikan senja yang kesana kesini mencari kotak obat untuknya. Seperti menikmati film, Ivan memperhatikan gerak gerik senja sambil memakan apel.

"Ivannn, kotak obatnya dimana?" tanya senja yang begitu sibuk mencari kotak obat.

"Ivan jawab Napa?"

"Ivan!"

"Van ...." Membalikkan badan untuk melihat Ivan.

"ASSSTAGAAAA IVAAAAAAANNNNNN!" teriak senja yang melihat Ivan dengan santainya memakan apel dengan wajah yang begitu tenang, di saat dirinya sibuk mencari obat untuknya.

Senja merampas apel yang di bawa Ivan, lalu membuangnya di atas kasur.

"Ishh, Lo kenapa sih?" Kesal Ivan.

"Lo itu yang kenapa? Tangan Lo terluka, tapi Lo setenang itu seolah gak ngerasain apa apa. Lo itu manusia apa batu sih? Heran gue," cicit senja.

"Gue tau perasaan Lo, gue paham. Kita sama sama berduka. Tapi gak gini juga, Lo yang nyelametin gue di saat gue mau bunuh diri. Tapi Lo, lo sendiri  malah mau bunuh diri juga." Lanjut senja.

"Bunuh diri?". Tanya ivan mengerutkan keningnya.

Senja membalasnya dengan anggukan dengan wajah marahnya.

"Haha," tawa kecil Ivan. Senja bingung melihatnya.

"Kenapa ketawa? Apanya yang lucu?" Tanya senja.

"Gue gak seperti Lo yang terlalu pendek pikirannya. Gue gak bunuh diri bego!" Jelas Ivan.

"Hah,,," kejut senja. "Tapi ... Tapi kenapa tangan Lo terluka?"

"Gak sengaja kena pisau pas ngupas apel."

Senja menganguk anguk mengerti. Ia kembali mencari kotak obat, 'dimana sih, emang batu tu orang. Gak bisa apa di ajak damai,' batinnya.

Setelah berkutik dengan pikirannya tentang Ivan, akhirnya senja menemukannya. Ia bernapas lega, "akhirnya."

Senja menghampiri Ivan yang tengah duduk termenung di atas kasurnya. Ia mulai mengelap darah yang mengalir dari telapak tangan Ivan. Memberinya obat merah, lalu memperbannya sambil jalan memperhatikan Ivan yang tetap diam.

"Sepertinya dia memang batu," gumamnya.

"Dahh ... Dah selesai ngobatin lukanya. Ivan ... Sekarang makan ya!" Ucap senja, mengambil nampan makan dan  menyuapkan nasi kepada Ivan.

"aaaa, mangap dong!"

"Gak laper," ujar Ivan.

"Lo harus makan!"

"Gak!"

"Kata bibi Lo belum makan, jadi lo harus makan!"

"Enggak!!"

"Van," kesal senja. "Lo harus jaga diri Lo sendiri. Jangan sampai Lo sakit, bibi bilang  Lo punya sakit magh. Pokoknya Lo harus makan! Ayokk makan! Aaaa, buka mulutnya!"

"ENGGAK YAA ENGGAKKK!!!" bentak Ivan membuang suapan dari senja.

"SUDAH BERAPA KALI GUE BILANG ENGGAK YA ENGGAK, GUE GAK MAU MAKAN. MEMANGNYA LO SIAPA NGATUR NGATUR HIDUP GUE. MAU GUE SAKIT ATAU ENGGAK ITU URUSAN GUE, LOO BUKAN SIAPA SIAPA!"

Senja tersentak mendengar bentakan Ivan, matanya mulai berkaca kaca. Dan tubuhnya terasa lemas mendengar bentakan itu. Air matanya lolos terjatuh mengenai pipinya, segera senja mengusap air matanya. Ivan yang melihat senja menangis, ia merasa tak enak, merasa bersalah bersikap seperti itu kepada senja.

"Pergilah! Gue bisa makan sendiri!" Pinta Ivan.

Senja berdiri sambil menunduk, melihat Ivan sebentar lalu beranjak pergi.

'ada apa dengan lelaki itu?' batin senja.




Next?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love Me, Love Me No!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang