12

37 37 0
                                    


Sean masih bingung, tempat ini seperti menyuruhnya mendatangi gadis kecil yang ada di pinggir jalan, dengan baju bewarna abu yang kumuh.

Masalahnya, sejak tadi waktu berhenti pada saat gadis kecil itu dikerubungi oleh warga. Tidak ada pilihan lain selain Sean mendekat.

Dia menghadap gadis kecil itu, menyentuhnya. Tapi tetap saja tangannya itu menembus.

Seketika waktu berjalan, gadis itu terlihat sangat marah. "Dia makhluk kutukan Tuhan!! Aku merasakannya." Ucap seorang nenek sambil menudingkan jarinya.

Orang-orang mulai mengerumuni gadis kecil itu, mereka terlihat percaya pada nenek yang berbicara tidak masuk akal.

"Aku dengar dia adalah sang pendeta dari istana. " Bisik warga itu. Sean menatap heran, "Masih zaman ya, rasis gini. " Tidak di bumi, tidak di game. Semuanya sama saja.

"Aku tidak dikutuk. " Ucap gadis kecil itu sedikit lantang, nenek itu lalu mundur satu langkah, seperti terkejut.

"Beraninya kau sama orang tua!! " Ucap pria yang berada di samping nenek, tangannya hendak memukul gadis itu. Tetapi gadis itu dengan cepat menghindar lalu berlari.

"Kejar dia!! " Separuh warga mengejar gadis yang disebut 'kutukan tuhan itu' Sean yang tidak tau apa yang terjadi memutuskan mengikuti gadis itu dari belakang.

Setelah beberapa menit gadis kecil itu berlari, dia berhenti sambil mengawasi kanan dan kiri agar tidak ada yang melihatnya.

Dia berdiri di pojokan tembok, lalu menggeser suatu balok yang sedikit besar dan terlihat berat. Saat dia menggeser, terlihat sebuah pintu kayu menuju bawah.

Gadis itu membukanya, dia masuk lalu menutupi pintunya dengan jerami. Sean masih mengikuti gadis itu.

Gadis itu berlari, tempat ini sangat lembap tapi dia berusaha untuk bertemu dengan seseorang secepatnya.

Dia tiba pada pintu di terowongan lembap ini, dia mengetuknya lalu membuka. Terlihat seorang pria menggunakan kacamata menatap kearahnya.

"Ciel, kau dari mana saja? " Ciel hanya tersenyum lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Hanya melihat langit di atas, Xell. " Ciel duduk lalu merogoh saku nya mengambil sesuatu.

"Nih, makan. " Ciel memberikan sebuah permen pada Axell, "Terimakasih. Tapi ingat Ciel, kita akan diburu jika terlalu lama di atas. " Axell menerima cokelat yang diberi Ciel lalu memakannya.

"Kita kutukan Tuhan, Para warga tidak akan tinggal diam. " Ciel terdiam, dia ingin berkata bahwa, 'Kita anugrah Tuhan, bukan kutukan yang diturunkan' Tapi Ciel hanya terdiam.

Sean terdiam, dia masih bingung. Untuk apa seseorang menunjukkan ini?

Waktu berganti, saat ini bukan di tempat yang sama. Sean berpindah dengan sendirinya, seperti ada yang mengatur.

"Kau harus membunuhnya. " Seorang pria berparas tampan mengucapkan hal itu pada Ciel. Ciel tersentak, dia menggeleng. "Tidak akan!!" Dia mengepalkan tangannya, marah.

Sean berpindah lagi, sekarang dia melihat Ciel yang sedang menangis dipinggir tebing. "Aku tidak mau. " Dia berjalan ke arah tebing, lalu dia meloncat. "Maafkan aku, " Dia tersenyum.

Sean meneteskan air mata, kenapa ini terasa begitu sedih? Padahal dia hanya melihat sepotong cerita.

Sean masih berpindah tempat, dia terbingung. Seharusnya ini sudah terselesaikan? Tapi kenapa, masih ada Ciel di sana?

Ciel ada di sana, dia terbangun dalam tidurnya, "Mengulang lagi?! " Ciel merasa marah, kenapa Tuhan mempermainkan nya seperti ini.

"Ada apa ini? " Sean bertanya pada dirinya sendiri, diulang?

Sekarang Ciel berada di dapur, dia menggorok leher nya dengan pisau. Dia terbangun lagi, "Mengulang, terus saja mengulang. " Ciel tersenyum.

"Aku tidak akan, tidak akan membunuhnya. " Ciel meneteskan air mata, sekali lagi dia mencoba bunuh diri, tapi takdir berkata apa? Dia mengulang kehidupan lagi, dengan lebih kejam.

Sean mengusap matanya, "Kenapa? " Air mata Sean terus mengalir.

"Jangan, jangan lakukan itu!!" Sean berkata dengan lantang saat Ciel mencoba meminum racun, Sean mencoba menggapai Ciel tetapi apa gunanya? Tubuh nya menembus.

"Itu aku. " Sean berbalik, sekarang dia tidak melihat kilasan masa lalu seseorang. Dia melihat ke depan, "Ci-Ciel?"

Benar, yang berada didepan Sean adalah, Ciel.

"Kenapa? " Tanpa disadari, Sean langsung bertanya. Ciel hanya tersenyum pahit,

"Takdir menyuruhku membunuh seseorang, "
"Seseorang yang amat aku cintai. " Lanjut Ciel.

"Dan kau tidak bisa? Padahal kau, kau terluka. " Lagi-lagi, air mata Sean mengalir.

"Cinta itu, memang aneh. " Ciel tersenyum.
"Tapi satu fakta yang harus kau ketahui. Sean, kau reinkarnasi dari orang yang aku cintai" Sean terkejut, apa yang Ciel katakan, Dia? Orang yang dicintainya?

"Itulah mengapa kau menangis, karena kau tau. Aku, adalah orang yang kau sayangi dahulu. " Benar, dia menangis. Dia merasa tidak asing dengan sikap Ciel yang gigih, dia merasa tak asing dengan sikap Ciel yang selalu menyimpan kesedihan sendiri.

"Tapi kau, makhluk buatan. Kau tinggal di sebuah game!! " Ya, itulah fakta yang harus Sean ingat. Dia berada di dunia game, dia harus keluar dan menjadi kuat untuk bertahan hidup.

"Tidak, aku tau kau tinggal di bumi. Percaya atau tidak, aku tinggal di sebuah tempat pedalaman bumi. Tepat berada di Indonesia, tempat tinggalmu, ruang rumah bawah tanah yang Nenek kau sembunyikan. " Jelas Ciel panjang lebar.

Memang benar. Rumah Sean memiliki ruang bawah tanah, tapi ia tidak pernah mencoba masuk karena keasikan bermain dikamar.

"Ada yang disembunyikan, itu tempatku tinggal. Ada sebuah klan yang menciptakan ruang bawah tanah menjadi tempat persis seperti bumi. Itu klan ku, klan kutukan yang sering mereka ejek. Ternyata lebih berkembang dari bumi. " Ciel tersenyum.

Sean masih terdiam.

"Jadi selama ini, kau tinggal berada dibawah rumahku? "
"Tidak juga, tempatku tinggal sangat jauh dari daratan bumi, 1000 km lebih jauh dalamnya. " Sean terdiam lagi.

Jadi selama ini, ada seseorang yang mengulang hidupnya terus menerus dalam dunia nyata?

"Lalu kau, bagaimana bisa ada di game ini? " Memang, itulah yang patut ditanyakan. Bagaimana bisa dia berada di game yang Sean dan temannya mainkan? Game itu sangat mahal.

"Kau tidak tau? Kota Agraiv sedang ramai karena membicarakan sesuatu yang mengejutkan. Itulah alasanku bisa datang kesini. " Sean mengerutkan dahinya, apa yang dia maksud?

"Yang penting, buatlah kontrak denganku. " Ciel menyerahkan tangannya, Sean dibuat bingung lagi, kontrak apa?

"Kontrak spirit, pemanggilan roh. " Seakan membaca pikiran Sean, Ciel menjawab seperti itu.

"Roh? Kau belum mati bukan? " Ciel meletakkan jari nya di bibir Sean, menyuruhnya diam.

"Aku akan bercerita lagi, tentang diriku. Tapi setelah kau datang ke kota Agraiv. " Ciel perlahan menjauh, cahaya putih silau menerpa wajah Sean.

Dia membuka mata, "Akhirnya kau sudah sadar!! " Ucap Clarie yang berada di sampingnya, Asa terbangun dari tidurnya lalu terkejut.

Tycoon tersenyum, "Lalu, bagaimana spirit kalian? "

TOWER OF GAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang