☘
Teng!
Juri memukul bel tanda berakhirnya pertandingan. Seseorang telah rebah di lantai ring, teronggok bak raga tanpa nyawa. Barangkali pria itu sekarat. Napasnya pendek-pendek dan denyut nadinya melemah disaat paramedis memeriksanya. Sedang sang wasit menghampiri seseorang yang masih bugar berdiri, mengajaknya ke tengah dan mengangkat salah satu tangannya tinggi.
"Pemenangnya adalah V!"
Riuh rendah gemuruh tepuk tangan para penonton sontak berkumandang. Sedang sang juara di sana tersenyum remeh, menatap sekeliling dengan ekspresi biasa sambil mengusap sudut bibir yang robek dan mengeluarkan darah.
Ini pemandangan yang biasa sekaligus menyenangkan. Peluh yang mengalir turun tak lagi bening, melainkan serupa dengan warna darah. Hasil pergulatannya dengan lawan mainnya tadi.
Tak perlu ekstasi atau obat stimulan lainnya untuk membuat tubuhnya bersemangat. Melihat lawannya menanti ajal lebih menyenangkan dibanding semua itu. Pria itu lantas mengangkat kedua tangannya tinggi ke udara, menyambut antusiasme penonton yang menunggunya lama dengan penuh euforia.
☘☘☘
Barangkali harusnya Jennie sudah di rumah. Tapi, tidak. Hujan bak air bah yang tumpah dari langit menghadangnya, memaksanya untuk tetap tinggal sembari menunggu hujan reda. Limpahan air yang tak dapat mengalir ke saluran pembuangan membuat jalanan tergenang, terbiasi cahaya lampu jalan dan pertokoan yang sebagian sudah tutup.
Hawa sejuk dari mesin pendingin ruangan tidak membuat suasana menjadi lebih baik. Sebaliknya, ini sangat buruk karena ia harus menahan semua itu untuk waktu yang lama sebab seragamnya berlengan pendek. Jennie mendengus sambil memainkan mesin kasir sampai bosan, mengeluh, lalu kembali menatap ke luar.
Sebenarnya tidak ada gunanya ia berlama-lama disini. Tidak akan ada orang bodoh di jam sebelas malam dan hujan lebat seperti ini yang akan bertandang ke minimarketnya. Tetapi, apa mau dikata jika alam berkehendak lain. Pulang dengan menerobos hujan demi sampai ke halte dan menunggu bus terakhir datang bukan hal baik. Ia tidak mau berakhir sakit dan terkena pemotongan gaji. Itu mimpi buruk.
Lalu, selintas matanya menangkap siluet aneh di kejauhan. Terbiasi cahaya remang-remang dari lampu jalan. Dari posturnya Jennie dapat mengira jika itu seorang pria. Untuk apa orang itu berjalan sendiri malam-malam sambil diguyur hujan?
Jennie kemudian melihat orang itu berjalan ke arahnya. Oh, tidak. Tolong jangan bilang jika itu penjahat. Matanya menatap awas sekaligus gelisah saat orang itu telah tiba dan mendorong pintu kaca. Jennie mematung di tempatnya. Ia sendirian dan hanya seorang wanita, benar-benar sasaran empuk untuk aksi kejahatan. Matanya mengikuti kemana pun pria itu berjalan hingga pria itu berhenti di depan mesin pendingin minuman. Dalam diam Jennie mencari sesuatu di laci meja. Barangkali ada benda yang sekiranya berguna untuk melindungi diri.
Ia tak bisa melihat jelas rupa fisik orang itu. Dia memakai hoodie hitam kebesaran dan topi, seolah sedang menyembunyikan identitasnya. Jennie menelisik, dia cukup tinggi, hampir seratus delapan puluh senti mungkin?
"Berapa harganya?"
Jennie tersentak, kekalutannya membuatnya tak menyadari jika pria itu sudah berada di depan meja kasir sekarang. Ia buru-buru mengambil kaleng minuman itu lalu memeriksa harganya.
"Seribu dua ratus won." ia mencicit.
Terasa aura intimidasi menguar pekat, membuatnya merasa kecil seolah sedang diperangkap. Jennie melihat pria itu mengangguk, matanya lantas mengerling ke arah belakang Jennie lalu menunjuk ke sana.

KAMU SEDANG MEMBACA
One Bad Time || TN
Fanfic[M] Namanya Kim Taehyung, seorang petinju ulung dari Klub Bertarung Union. Punya latar belakang misterius dan jarang terjamah. Mulanya Jennie tak ingin terlibat lebih jauh dengan pria itu. Dia tidak mau lagi berurusan dengan para pria berengsek sepe...