Aku ini apa?

78 16 4
                                    


Busan, 30 Agustus 2017

Hari itu aku mendapatkan segala tatapan dari anak-anak sekolah, ya walaupun bukan hal yang baik. Tapi aku siap akan resiko nantinya, karena aku tidak terlalu memperdulikan mereka.

"Dia tampaknya mengoda Hangyul akhir-akhir ini. Itu sangat konyol. Seberapa cantiknya dia, tidak tahu malu."

Bisikan-bisikan rendah itu bisa terdengar tanpa henti bagiku.

"Hahaha, Jo Ahra-ku memang cantik kok." Sela Hangyul yang menertawakan anak-anak dibelakangnya seolah-olah itu wajar.

Ya, seolah-olah tentu saja. Aku merasa konyol, bahkan tentang bagaimana dia menyebutkan namaku dengan menempatkan 'ku'. Aku tidak mengerti siapa dia sebenarnya.

Bagaimanapun pembullyan mereka terhadapku bukanlah hal yang menyakitkan bagiku. Tentu saja aku mampu menghibur diri sendiri. Mungkin perkataan Hangyul saat ini lebih menyakitkan bagi mereka, tentu saja membuat gadis-gadis lain cemburu.

Setiap hari aku selalu melakukannya, menghindari Lee Hangyul yang merepotkan dan berbahaya ini, bahkan hingga mendorongnya untuk pergi. Namun hal yang terjadi bukanlah ketidakpedulian pria yang aku inginkan, tetapi senyum polos matanya yang membosankan.

"Apa?! Jo Ahra-ku katamu? Yak, Lee Hangyul, kau sedang menjalin hubungan seperti apa? Dia barang mu? Atau sesuatu yang istimewa satu sama lain?!"

Tangannya mengepal, ia marah dan wajahnya memerah. Yena yang menyukai Lee Hangyul terus menerus memojokkan ku sejauh ini.

"Tidak, kami tidak. Kenapa kami istimewa?"

Suara itu sedikit menggangguku, aku tidak menyukai suara itu, aku tahu jika yang dikatakan Lee Hangyul benar adanya. Namun mengingat segala perlakuan Hangyul padaku, dan perkataannya yang baru saja, hatiku merasa sakit.

Aku mulai menyadari bahwa aku telah membuka hati padanya. Bahkan rasa keinginan untuk berada didekatnya terus-menerus.

Oh, aku salah. Aku salah telah mengharapkan perasaan Lee Hangyul lebih dari bagaimana perlakuannya padaku. Dia baik, dia selalu berbuat baik pada siapapun, bahkan untuk hal apapun.

Saat ini aku merasakan sedih yang sebenarnya. Dari bagaimana aku mengira bahwa aku adalah orang yang spesial bagi Lee Hangyul.

Namun ketika mendengar jawaban yang ia lontarkan tadi, Yena, ekspresinya bahkan seperti mengatakan bahwa dia sangat bahagia sembari menatap ku dengan pandangan mengasihani. Aku membenci tatapannya. Tidak, aku bahkan membencinya.

Aku menyadari bahwa aku sangat berharap menjadi cantik seperti Yena. Yang tidak menarik seperti Hangyul. Dan yang tidak ramah seperti mereka.

Kehidupan gaib ku akan terus berlanjut. Sekarang aku berkata bahwa hidupku terdistorsi untuk sementara waktu oleh perlakuan Lee Hangyul yang ramah.

×××

Busan, 6 September 2017

Sejak hari itu aku terus menghindari Lee Hangyul. Meskipun pengejarannya yang terus menerus, aku tidak memperlakukannya seperti sebelumnya.

Aku selalu menyematkan bahwa aku hanyalah salah satu temannya. Aku pikir dia tidak akan mendekatiku lagi setelah permasalahan hari lalu. Seperti biasa, aku tidak bergaul dengan anak-anak atau siapapun.

Bahkan jika Lee Hangyul datang dan meminta untuk makan bersamaku saat makan siang, aku tidak menjawab, aku selalu mendengarkan lagu dalam earphone dan memakan bekal roti yang biasa aku bawa.

Jadi, gadis-gadis yang menggangguku dan membenciku secara alami berkurang, dan tidak ada lagi perundungan.

Ya, seperti inilah hidup yang harus aku jalani.

Ketika pulang sekolah dengan segala pemikiran ku yang kalut begitu, seseorang menarik tanganku dan menyeret ku masuk ke dalam gang.

Aku mengaduh saat punggungku terdorong menyentuh dinding. Kepalaku mendongak, sedikit memberanikan diri untuk menatap siapa oknum yang berani berbuat ini kepadaku.

"Kenapa kamu terus mengabaikan ku?"

Aku tercengang, lebih tepatnya tidak menyangka dengan semua ini.

Dia adalah, Lee Hangyul.

Aku membenci diriku sendiri, karena merasakan betapa senangnya aku hingga hampir pingsan akan bariton dan tindakannya, meskipun aku telah mengabaikannya selama berhari-hari.

Aku bukan apa-apa bagi Lee Hangyul.

Dia hanya menginginkan cinta semua orang.

Aku juga.. Aku hanyalah salah satu dari 'semua' itu.

Otakku berpikir akan semua hal itu. Namun aku merasakan, bahwa jantungku berdebar sangat kencang saat menyadari tubuh kami sangat berdekatan hingga aku bisa merasakan deru nafas aroma mint yang menyegarkan.

Ah.. Aku memberikan banyak hatiku padanya tanpa menyadarinya.

Tanpa aku sadari juga, tindakannya kini membuat air mataku yang sudah lama terbendung akhirnya meluber dengan deras dari tempatnya.

"Hei.. Kenapa kau menangis?"

Mendengarnya bertanya seperti itu membuatku semakin menangis terisak. Aku bahagia karena ia menganggap ku ada, namun mengingat hal itu sangat wajar bagi dia yang menganggap ku sebagai teman, aku kembali menangis.

Mungkin aku terlihat menyedihkan saat itu. Kupikir mataku akan membengkak jika terus-terusan menangis seperti ini. Tanpa aba-aba, sebuah tangan besar itu menutupi wajahku, ia menghapus air mata ini, menyekanya dengan lembut, membuatku memberanikan diri untuk menatapnya.

Detik itu aku mulai berdoa, bahwa waktu akan berjalan begitu lambat. Aku merindukannya, mata gelap yang akhirnya bisa aku tatap begitu dekat.

Lee Hangyul..

Sebenarnya aku ini apa bagimu?

©osscarios

Without You ; Lee HangyulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang