bagian 3

1K 169 21
                                    

UN1TY (Zweitson, Farhan, Shandy, Fajri, Fiki, Gilang, Fenly, Ricky)

drama, family, angs

“aku pamit pergi”

bagian 3
















bukan umur yang menentukan tingkat kedewasaan seseorang, melainkan bagaimana lingkungan dan pengalaman  hidup telah menempanya.

seorang Farhan di usianya yang ke 26, tentunya memiliki kedewasaan juga kematangan berfikir yang sudah seharusnya di dapatnya sebagai saudara tertua untuk mengayomi adik-adiknya.

semasa sekolahnya dulu, bisa dibilang dia merupakan seorang anak yang sangat penurut juga berbakti kepada kedua orang tuanya.

untuk masalah prestasi jangan ditanyakan lagi, juga dengan semua pengalamannya dalam berorganisasi selama kulia dulu membuatnya begitu mudah beradaptasi dengan lingkungan kerjanya yang sekarang.

bekerja kurang lebih dua tahun di sebuah prusahan ternama, ketekuanan juga kecerdasannya telah membuatnya berada di posisi yang sangat baik di prusahaan dengan hampir semua atasan sangat segan padanya.

tidak sedikit rekan kantornya yang menaruh hati dan ketertarikan padanya, namun bila melihat prestasi dan ketampananya tentu tidak ada kata heran sedikitpun.

namun bagi Farhan umurnya yang ke 26 tahun ini masihlah terlalu dini untuknya bila memikirkan tentang pernikahan, bahkan kekasih sekalipun.

pasti suatu saat dia akan berkeluarga namun tidak sekarang, saat dia hanya ingin fokus mengumpulkan uang setidaknya sampai dia memiliki rumah pribadi dan tentunya membantu orang tuanya untuk membiayai kuliah Zweitson nantinya, karena tidak seklai dua kali adiknya itu menceritakan tentang begitu besar keinginannya untuk kuliah perfilemen.

jadi untuk saat ini, begini saja cukup untuknya, tinggal bertiga dengan saudaranya dengan rukun dan kembali mencoba membangun hubungan baik dengan Shandy yang sudah sejak lama menjauhinya dengan alasan yang tidak pernah diketahui oleh Farhan sendiri.

entahlah apa yang ada dalam fikiran adiknya itu, yang pasti Farhan bersyukur karena sedikit demi sedikit adik nakalnya itu sudah mulai melunak padanya.
.
.
.
.
.
.
.
kisaran jam 10 pagi itu Shandy dan Zweitson memutuskan keluar dari hotel dan berangkan menggunakan taksi menuju apartemen mereka.

hari senin namun dengan terpaksa Zweitson tidak berangkat sekolah bukan karena keinginannya namun permintaan langsung dari kakak tertuanya yang sedari tadi menghubunginya untuk segera pulang karena semua orang sudah menunggu untuk membicarakan sesuatu.

“hahahaha pasti bang han akan marah pada kita son karena telat bangun….” keluh Shandy yang saat ini duduk disampinggnya dalam taksi yang tadi mereka pesan.
.
.
.
.
tanpa prasangka apapun dengan entengnya Zweitson membuka pintu apartemen mereka lalu diikuti shandy di belakang mereka berdua berjalan menuju ruang keluarga.

suasana dalam ruangan itu begitu mencekam, dengan masing-masing orang duduk tanpa mengeluarkan suara satupun.

sampai kemudian kehadirannya dan Shandy diketahui.

“sen… soni… kemari, duduk, ada yang ingin ayah bicarakan…..”
itu suara ayah mereka yang terlihat duduk di atas sofa tunggal.

segera zweitson juga shandy mendekat lalu duduk pada bagian sofa yang masih kosong.

Zweitson duduk dengan sedikit rasa tidak nyaman setelah melihat betapa muramnya wajah masing-masing orang.

namun kehadiran sosok asing diantara mereka sungguh membuatnya bingung dan ingin segera mengetahui jawabannya.

aku pamit pergi  ||  UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang