bagian 2

1.3K 165 20
                                    

UN1TY ( Zweitson, Farhan, Shandy, Fajri, Gilang, Fiki, Ricky)

drama, family, angs

“aku pamit pergi”

bagian 2



















Semua akan pergi dan hilang pada waktunya, begitu kira-kira kalimat yang selalu Zweitson lafalkan bila kadang dimalam hari rasa ketakutannya akan kematian datang dengan tiba-tiba. karena nyatanya yang ada dalam fikrirannya saat ini bukan hanya tentang bagaimana nantinya reaksi dari keluarganya bila mengetahui penyakit yang dirinya derita saat ini, namun juga tentang begitu besar rasa takutnya menghadapi kematian yang seakan ada didepan matanya dan selalu mengikuti kemanapun dia melangkah.

dia baru berusia tujuh belas tahun dia masih sekolah, dia punya mimpi dan cita-cita yang ingin dirinya gapai, bahkan buku karangannya yang dirinya impi-impikan akan diterbitkan nanti belum rampung setengahnya namun kenapa cobaannya sebesar ini?

terlalu muda untuk mengalami ini yang mahkan membuatnya tidak sepenuhnya mengerti dengan penjelasan yang diberikan dokter padanya mengenai penyakit yang dirinya derita.

gagal ginjak kronik, yang menyebabkan dirinya harus menjalani pengobatan berupa hemodialisis (cuci darah) atau melakukan tranplantasi ginjal agar bisa bertahan hidup.

dia bukan perokok, namun memiliki riwayat darah tinggi menjadi penyebab dia menderita penyakit ini yang kemungkinan besar juga diturunkan dari keluarganya, tentu saja dia tahu itu adalah kakek dari Pihak ayahnya yang memang beberapa tahun lalu meninggal karena penyakit ginjal yang sama seperti dia.

awalnya dia hanya mengalami pusing dan mual yang berlebihan dalam beberapa minggu dan itu saja sudah membuat kedua kakaknya khawatir luar biasa sampai ingin izin kerja dengan alasan untuk menjaganya, namun kemudian gejala yang seperti demam itu berhenti seperti demam pada umumnya.

namun selanjutnya gejala-gejala lainnya mulai muncul, seperti kaki dan tangannya yang tanpa sebab membengkak membuatnya takut setengah mati saat itu namun dengan susah payah dirinya sembunyikan dari kedua abangnya.

tidak sampai di situ saja, karena setelah pembengkakan pada tangan dan kakinya mereda dia juga mengalami sesak nafas tanpa sebab yang padahal dirinya tidak memiliki riwayat penyakit pernafasan sebelumnya.

dengan semua gejala itu yang muncul dalam kurun waktu hampir dua bulan belakangan, dirinya masih menahan untuk tidak memberitahukan pada kedua abangnya.

Namun siang itu di sekolah saat dia berada di toilet, kembali gejala lain muncul yang kali ini membuatnya hampir pingsan sangking takutnya. karena saat dirinya bung air kecil dengan jelas dia melihat darah keluar bercampur dengan urinnya dan sungguh itu menyakitkan.

awalnya dia menghiraukan namun setelah tiga hari berturut-turun tidak ada perubahan ahirnya dengan perasaan takutnya zweitson kemudian memberanikan diri datang ke rumah sakit bersama sahabatnya.

”dari hasil pemeriksaat, penyakit yang adek derita sudah di tahap ahir karena memang terlambat untuk di deteksi dan terlambat di obati, jadi sebaiknya beri tahu walinya adek untuk penanganan lanjutan.” begitu kira-kira yang dokter jelaskan dan hanya di tanggapi diam oleh zweitson juga fiki sahabatnya.
.
.
mereka berdua pada hari itu memutuskan untuk tidak langsung pulang dan memilih menghabiskan waktu di sebuah taman, duduk beralaskan rumput.

sangat ramai orang berlalu lalang dengan sanak saudaranya di taman kota itu, namun suasana yang sangat berbeda ada diantara mereka berdua, hening dan diam.

Zweitson yang masih mengumpulkan kewarasannya setelah mengetahui tentang apa yang dialaminya juga Fiki, sahabatnya terus menatapnya tanpa tahu harus melakukan apa untuk mengurangi beban pada pundak Zweitson.
.
.
lalu kemudian zweitson memulai percakapan “aku minta padamu untuk merahasiakan ini darai orang lain termasuk abang2ku fik….”

aku pamit pergi  ||  UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang