Aku terlahir dari keluarga sederhana. Sejak kecil, aku selalu melakukan hal-hal di luar keinginanku sebab Bapak yang selalu menentukan setiap pilihan hidup yang jauh dari keinginanku. Bapak menunjukkan perhatian dan perilaku yang berbeda antara aku dan Mas Devan.
Mas Devan memperoleh tempat yang spesial di hati Bapak. Apa yang diperuntukan kepada Mas Devan sebenarnya itu pula yang aku inginkan. Tapi aku tak mempunyai cukup keberanian untuk menyampaikan keinginan karena sejak kecil aku tidak dididik untuk itu. Mulutku dipaksa bungkam dengan setiap keputusan Bapak.
Tetapi aku tidak merasai hidupku terlalu naas berada di tengah-tengah keluarga ini. Karena Ibu masih menjadi penerang di setiap gelap yang aku alami, beliau selalu membesarkan hatiku atas setiap keputusan Bapak, selalu memotivasi dan berusaha memberikan keyakinan padaku bahwa itu semualah yang terbaik. Begitu juga dengan Mas Devan. Accchhh, sebagai seorang adik, aku sangat mengidolakan Masku ini.
Meski dia selalu disikapi istimewa oleh Bapak tetapi tidak menjadikannya angkuh di hadapanku. Justru, dia juga hadir sebagai penerang dalam gulitaku. Terlebih, sikapnya yang memberikan wawasan literasi dalam jiwaku yang selalu haus akan pengetahuan. "Kamu yang sabar yah, nanti Mas bakal sering-sering kirim buku ke pesantrenmu. Mas janji, kamu akan tetap mengetahui dunia luar meski kamu di pesantren." Begitu janji dia ketika berusaha membesarkan hatiku karena keputusan Bapak yang lagi-lagi meleset dari keinginanku.
Selain Ibu dan Mas Devan, aku juga memiliki seorang sahabat yang tak kalah baiknya. Salsabila, sahabat sedari kecil yang selalu membuntutiku. Sebenarnya dia tergolang anak orang mampu bahkan dia berada di posisi sebaliknya aku. Bapaknya, memberikan kebebasan dia memilih. Terkadang aku iri karena itu. Tetapi rasa iriku berubah jadi rasa haru ketika Salsabila mau melepaskan kesempatannya melanjutkan pendidikan di sekolah Negeri favorit hanya untuk sekolah di tempat yang sama denganku, sekolah menenengah ke atas swasta.
Tetapi tidak untuk keputusan setelah kami lulus SMA, dia tidak bisa terus-terusan mengikuti takdir hidupku. Bagaimanapun, kita telah ditakdirkan melalui jalan yang berbeda. Kali ini, dia harus mengenyampingkan persahabatan kita demi permintaan kedua orang tua. Dia merasa inilah saatnya menuruti kedua orang tuanya setelah selama ini dia memiliki otoritas penuh terhadap pilihannya. Iyah, kami berpisah karena aku harus mendalami ilmu agama di pesantren dan tidak memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan di perguruan tinggi layaknya dia.
Meski begitu, kami masih sering komunikasi melalui surat. Bercerita tentang kehidupan masing-masing, utamanya tentang dia yang telah merajut Cinta dengan Masku sendiri, Mas Devan. Bagiku itu adalah kabar gembira sebelum sebuah musibah menimpa mereka berdua. Musibah yang meloloskan Mas Devan dari dosa dunia dan merenggut nyawa sahabatku tercinta Ini. Salsabila, meninggalkan aku karena perbuatan keji laki-laki yang telah menjadi idolaku sedari kecil. Aku tidak percaya Mas Devan sepengecut itu lari dari tanggung jawabnya sehingga menyebabkan aku tidak bisa bersua lagi dengan Salsabila. Satu terang dalam kehidupanku telah hilang.
Nyatanya, Salsabila bukan satu-satunya perempuan yang mengalami efek superioritas laki-laki, aku pun sama, begitu juga dengan sahabatku Maria. Jika Salsabila memilih mengakhiri hidupnya, justru Maria bertahan hidup dalam kesepian karena perbuatan keji seorang laki-laki 'Alim tapi tidak 'Amil. Maria, membiarkan tubuhnya dinikmati setiap saat Ustadz Akbar menghendaki. Dia tidak bisa berontak maupun melawan karena selain dia takut fotonya yang membuka aurat tersebar di seluruh penjuru pesantren, dia memiliki keyakinan orang selain dirinya akan tetap menyalahkan dia atas perbuatan keji Sang Ustadz. Sebab selama ini Ustadz Akbar terkenal baik dan 'alim namun hanya Marialah yang tau bahwa sesungguhnya Ustadz itu tidak 'amil.
Melihat kehidupan kedua sahabatku ini menjadikanku lebih bersyukur, lebih menghargai hidupku sendiri. Sedang untuk Bapakku, Mas Devan dan Ustadz Akbar, mereka adalah Manusia bernama "Lelaki". Sehingga sebaik dan seburuk apapun mereka sejatinya tetaplah manusia. Suatu waktu bisa berbuat baik dan pada waktu yang lain bisa berbuat buruk. Maka kita sebagai manusia yang melihatnya jangan menentang keberadaan atas keburukan mereka sehingga melimpahkan keburukan tersebut pada mereka, manusia perempuan.
@sintaabella775
#40dayswith5p
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, Manusia Bernama "Lelaki"
Science FictionDalam kehidupan ini kita tidak bisa menentukan pilihan akan terlahir dengan jenis kelamin apa. Tuhan, telah menegaskan bahwa Dia menganugerahkan tugas yang sama kepada setiap makhluknya, yaitu sebagai 'abdun dan kholifah fil ardh. Sebab tugas itulah...