⁴² badai

950 180 35
                                    

"Heh anak pe—"

"Eh bro baru dateng lo?"

Hari masih pagi Jaemin tengah berjalan di lorong menuju kelasnya. Ia dicegat seorang remaja yang ucapan terpotong setelah Jeno merangkul bahunya — menyapa dan mengurunkan ucapan orang yang ingin mengatakan sesuatu pada Jaemin. "Lah No, ngapain lu ke depan?" Jaemin keheranan, Jeno memang datang dari arah berlawanan dengannya — tak membawa tasnya. Jaemin tahu pasti Jeno sudah datang lebih awal daripada dia.

"Emang salah ya kalo gue nyambut sohibnya sendiri hmmm?" Tangan dirangkulan Jaemin menepuk bahunya. "Kebetulan Na, gue belum sarapan di rumah — anter gue ke kantin yuk!" Jaemin benar-benar bertanya-tanya mengapa sahabatnya bersikap tidak seperti biasanya. Ia memperhatikan setiap gerak-gerik Jeno sampai ia terusik menatap Jaemin. "Kenapa lihatin guenya gitu amat Na?"

"Enggak kok gue cuma ngerasa..."

Beep...

Ponsel Jeno bergetar — ada pesan yang masuk untuknya. "Na tunggu di sono ya, gue ke toilet dulu bentar ssshhh... pengen pipis nih gak kuat!" Jeno berlari menghindari Jaemin sampai di tempat yang tersembunyi dari keramaian. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celana untuk membaca pesan yang masuk.

Tante Yoona:
Jeno makasih udah mau nolongin tante

Tante Yoona:
Jagain nana ya jangan sampe dia denger berita soal bapaknya kecuali tante yang kabarin dia

Ini alasan mengapa Jeno bersikap aneh di mata Jaemin. Ia hanya menjaga sahabatnya sesuai amanah dari bundanya Jaemin. Mereka sudah bersahabat dari kecil, tentu saja Jeno akan jadi tameng Jaemin — menjaga sahabat baiknya dari bahaya termasuk cercaaan yang akan menerpanya. Jeno sudah berjanji pada Yoona untuk menjaga Jaemin terutama soal masalah ayahnya yang dijerat kasus narkoba.

Jeno kembali ke meja menemui Jaemin yang masih kebingungan sendiri. "Aduh sorry kamar mandi airnya lagi kecil Na — lo mau pesen makan gak?" Jaemin geleng-geleng. "Ya udah - bi Eti pesen nasi uduk komplit tambah teh manis anget ya bi!" Seru Jeno memesan makanan.

☆☆☆

Baru selesai Yoona bersama timnya mengajukan pendaftaran gugatan praperadilan ke pengadilan. Ia rela datang pagi-pagi supaya tidak menunggu dalam antrian panjang. "Sekarang ibu mau kemana?" Sehun mengambil alih berkas yang Yoona pegang. "Tentu saja kita akan bertemu dengan klien kita." Raut mengecut Sehun ingin ia sembunyikan. Sehun tahu ini masalah profesionalitas — tapi klien Yoona yang sekarang adalah mantan suaminya sendiri. Tak dipungkiri kalau kemungkinan cinta lama bersemi kembali akan terjadi seiring seringnya mereka bersua.

"Kenapa diem terus Hun, ayo kita diburu waktu!"

Sehun menyadarkan diri dari lamunan. Mencoba terlihat baik-baik saja meski kobaran api cemburu sedang menyala di hatinya. Tentu saja ia harus kembali pada realita daripada termenung sendiri, Sehun mengemudikan mobil menuju tempat di mana Siwon ditahan sementara sebelum vonisnya terbit. Selama Sehun menyetir ia menyadari wajah Yoona memucat tak sesegar biasanya.

Hanya Yoona yang berhak bicara dengan terdakwa dalam satu ruangan khusus. Sehun dan Seohyun hanya bisa duduk di ruang tunggu — menunggu Yoona selesai bicara empat mata dengan klien merangkap mantan suami dan ayah dari kedua anaknya. "Mba Seohyun..." Sehun memanggil nama wanita yang duduk di sampingny lirih.

"Hmmm?"

"Menurut mba, bu Yoona sama pak Siwon bakal rujuk apa enggak?"

"Kok nanyanya gitu?"

"Saya cuma nyari tanggapan aja." Sehun mendongak menatap langit-langit menyembunyikan kesedihan.

"Kamu cemburu?"

Antara Bunda, Aku, dan Abang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang