2.0

7 1 0
                                    

BAGIAN

2.0

▔▔▔▔▔▔▔▔▔▔▔▔▔▔▔

Tirani

▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁

⋆ u t o p i a l i n g s ⋆

















Wajahmu terlihat berseri seperti matahari yang kembali terbit seusai hujan mendiktator eksistensinya beberapa saat, setelah mendengarkan plan dadakan yang muncul begitu saja di pikiranku. Aku yakin postulat yang sering kamu serukan terhadapku tanpa tahu diri itu akan silam seketika. Memang dari awal aku mempunyai pemikiran yang brilian. Kamu saja yang mengada-ada.

"Cukup menjanjikan juga menggiyurkan tapi aku tetap khawatir. Apa yang akan kita lakukan dengan empat puluh persen itu? Katamu keberhasilan ini hanya sekitar enam puluh persen," ucapmu lalu memeluk kedua lutut lantaran udara malam ini yang dinginnya sudah tidak manusiawi. Apalagi penyejuk ruangan di sini tidak dapat diatur sesuai keinginan karena sudah di-setting pengaturannya oleh penjaga dari luar yang tentunya atas perintah pria tua itu.

Terlalu sering menyebutnya pria tua, aku sampai lupa kalau nama aslinya itu Eze Yelliard. Bergaul denganmu membuatku jadi berani membangkang atasan. Mungkin lain kali aku harus memilih pergaulan walau sebenarnya tidak menyesal.

Aku mengambil selimut tebal dari lemari, lalu melemparkannya asal dan mengenai tepat di wajahmu yang sedang menggerutu. "Aku ... sudah menemukan alternatif lain juga. Tapi jangan paksa aku untuk mengatakannya karena ini rahasia. Kalau rencana awal kita gagal nanti baru akan aku beri tau."

Kamu memutar bola mata bosan, tak puas mendengar jawabanku yang tak menjawab pertanyaanmu. Setelahnya, kamu merapikan selimut agar menutup tubuh kecilmu dengan sempurna.

Kalau boleh jujur, aku harap semuanya berjalan sesuai rencana awal. Aku tidak begitu siap dengan alternatif yang aku siapkan. Tanpa menutup mata kalau alternatif itu aku sendiri yang menyiapkannya.

Mau bagaimana pun, aku tetap tidak bisa berharap banyak juga. Tempat ini berada di suatu pulau terpencil yang sangat jauh dari kehidupan sosial dan bisa dibilang tidak terjamah? Tidak hanya itu, di sini juga dikelilingi tembok setinggi 100 meter dengan satu jalan keluar. Jalan keluar itu pun tidak bisa diakses dengan mudah karena hanya beberapa orang kepercayaan saja yang memiliki akses itu.

Tetapi setahuku tidak ada yang pernah mencoba keluar lewat sana, tentu saja. Aku juga belum pernah. Pria tua itu lebih suka menggunakan helikopter pribadi miliknya yang berada di atas bangunan ini. Kamu mungkin akan terkejut kalau melihat berapa banyak helikopter yang dia punya. Ya, wajar saja. Dia memang sekaya itu.

Yang harus tetap diingat, meskipun dia kaya, itu tidak menutupi kebenaran kalau pria tua itu adalah psikopat gila yang berkedok sebagai ilmuwan. Di luar gedung ini, banyak para manusia 'produk gagal' yang dibiarkan berkeliaran tanpa diberi makan.

Percayalah, hanya dengan melihat wujudnya saja, mungkin kamu akan berlari ketakutan karena memang semenyeramkan itu menurutku. Hanya wujudnya saja, kalau kemampuannya masih seperti manusia biasa--bahkan sedikit melemah. Tetapi jelas, mereka lebih berontak dan bertindak seenaknya karena sudah kehilangan akal sehatnya. 

"Tapi katamu, kamu diminta untuk menjaga tempat ini? Kalau kamu memasukkanku ke dalam koper dan membawaku naik helikopter dengan alasan 'diminta oleh si bos' padahal kamu disuruh tinggal, bagaimana kira-kira tanggapan babu-babu gila harta dan fakir kemanusiaan itu?" Kamu kembali membuka suara dan mengembalikan kesadaranku setelah sebelumnya sibuk tenggelam dalam lautan angan-angan.

EpilogueWhere stories live. Discover now