"Gue suka elo.."
Begitu kataku kala itu, ketika lembayung senja nampak diam-diam menggerogoti langit biru.
Kau terdiam. Tampak gigi-gigi putih begitu bibirmu tertarik senyum. Matamu berkedip-kedip lucu, dan rona pipimu nampak merah malu-malu. Kau mendekat selangkah, menepis jarak antara kita, mengambil pundak ku yang kemudian kau dekap dengan erat.
Kau tertawa-tawa, membawa tubuhku melayang bersamaan dengan dirimu yang berputar, berterimakasih padaku bahwa perasaanmu pun sama terhadapku.
Namun itu hanya pemikiran ku yang tak berdasar.
Nyatanya, tatapan mu begitu menyiksaku. Kau memang terdiam, beku seluruh tubuhmu sebab tiga kata yang ku lontarkan.
Ada banyak hal yang bisa ku baca hanya dari tatapan itu; kau tidak pernah menyukaiku. Ah, bukan hanya itu, tatapan mu seolah-olah menceritakan bagaimana kau begitu risih berada di dekatku. Padahal sebelumnya, kau masih bisa ku sentuh, masih bisa ku raih, masih dapat ku jangkau.
Namun sekarang seperti ada tembok kokoh memisahkan jarak diantara kita.
Dan kini, aku patah hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Upaya Melupakan
Short StoryPernah patah hati? Apalagi patah sebelum sempat bisa kamu miliki. Rasanya bagaimana? Sakit? Kalau aku sih lebih kearah hampa dan sesak yang berlebihan. Tulisan ini di dedikasikan untuk pejuang move on di luar sana. Tidak akan pernah mudah, aku tahu...