Aku selalu ingat ketika setiap pertemuan memiliki kenangan.
Kalau ditanya soal sebuah ingatan,
Aku memilikinya, bahkan tak akan melupakannya.Jika ini soal sebuah senja yang kita tatap hari itu,
Maka tanpa segan aku menceritakannya.
Ada ingin untuk mengulang,
Namun daya dan upaya lenyap begitu saja.Kalau sebuah ingatan bisa terlihat oleh mata,
Maka tak cukup kedua mataku melihat semuanya.
Mereka terlalu banyak, bahkan hanya untuk satu hari.Aku dan kamu ada,
Kita disini untuk sebuah cerita,
Cerita tentang beberapa ingatan yang hanya kita pemiliknya.Kalau aku disebut bumi,
Maka kamulah bulannya.
Sebuah penerang yang hadir dikala hitam gelap menyiksa.Aku ingin kembali merangkai kaca pecah,
Namun, kamu menolaknya secara mentah-mentah.
Katamu, tak ada gunanya.Tapi aku ingin mengibaratkannya sebuah kaca.
Sesuatu yang kuat namun rapuh.
Sesuatu yang bisa rusak kapan pun.
Sesuatu yang memiliki jutaan sudut pandang.Kamu menolaknya,
Katamu, lebih baik seperti angin.
Pergi menjelajahi bumi meski tanpa tujuan pasti.
Itulah kita yang kamu harap.Tapi, aku sadar,
Bukan perihal kaca atau pun angin.
Tapi sebuah perbedaan besar yang tiada akhir.Aku dan kamu tak ada.
Ingatan kita hanyalah gambaran semu.
Itu semua ada karena sebuah ingin.
Hanya sebatas ingin, bukan sebuah pasti.Karena anggapanmu semua adalah angin.
Sesuatu yang tak memiliki arah pasti.
Yang pergi kemana pun ia mau.
Juga yang membawa berbagai hal dalam perjalanannya.-Bumi yang merindukan Bulan-
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi yang merindukan Bulan
PoetryRangkaian kata yang menyiratkan sebuah kerinduan. Makna tersirat yang menjuntai indah merangkai cerita yang sudah menjadi kenangan oleh sang Bumi. Dia indah, dia selalu ada. Itu dulu, tidak untuk sekarang. Tak ada lagi namanya dalam novel hidupku. T...