"JANGAN fokus baca buku mulu, sayang." Jake memberi peringatan untuk Jira, entah yang ke berapa kali, pemuda itu nyerocos tanpa henti.
Sementara Jira terus mengembangkan senyum untuk yang kesekian kalinya. Lalu semakin mengeratkan pelukannya pada pria hebatnya. Menatap Jake sedekat ini tak membuatnya ketakutan lagi.
"Aku usahain." Bisiknya manis.
Jake membalas pelukan Jira, mengusap lalu menciuk pucuk kepala gadisnya, seolah berkata pada dunia bahwa dirinya enggan kehilangan gadisnya lagi. "Bukannya mau ngelarang kamu, tapi kata dokter mata kamu juga butuh istirahat terus—liat yang seger-seger."
Selepas pulang sekolah tadi, keduanya sempat melipir ke rumah sakit sebentar untuk memeriksa keadaan Jira dan tentunya ini bukan kemauan Jira, melainkan kemauan—paksaan si bule depok itu.
Jira mendongakkan kepala, lalu dengan kekehan kecil ia menjawab. "Ngeliat yang seger-seger? Contohnya ngeliat apa?"
"Ngeliat aku." Ujar Jake narsis.
Sementara Jira hanya memutar bola mata, dasar Jake narsis. Kalau sudah seperti ini pasti dia selalu mengklaim bahwa dirinya yang paling tampan sedunia.
"Kepedean!" Gumam Jira sebal meski akhirnya tertawa juga.
Sementara Jake juga ikut menertawainya.
"Selalu kayak gini ya, Ji. Jangan kaku lagi. Bahagia terus. Karena, baru kali ini aku bisa ngeliat kamu senyum." Kata Jake menatap Jira penuh arti. Jake tentunya berterima kasih pada semesta, karena telah berbaik hati mengembalikan apa yang seharusnya jadi milik Jake.
Semburat merah mungkin sudah menghiasi kedua pipi—atau bahkan ke seluruh permukaan wajah Jira. Jake memang nomer satu, kalau soal rayu merayu.
"Lebih manis senyum aku atau senyum Ariel?" Kini Jira menggodanya sambil menahan tawa.
"Ya manisan kamu lah. Ariel mah lebih asem."
Sontak Jira tertawa sekencang mungkin, hampir membuatnya jatuh dari ranjang kalau saja Jake tidak menahan pergerakkan Jira.
"Ya udah, sekarang istirahat ya. Vitaminnya diminum tuh, aku mau pulang."
Tawa dan senyum Jira perlahan memudar ketika Jake akan bersiap untuk kembali pulang. "Harus pulang?"
Jake menatap Jira sebentar, lalu tersenyum meski nyatanya, Jake pun tidak tega meninggalkan pacarnya sendirian di rumah, apalagi dalam keadaan sakit, "Aku takut ganggu istirahat kamu sayang." lagi-lagi Jake berkata lembut.
"Tapi aku maunya ditemenin kamu." Entah ada dorongan apa yang membuat Jira sampai manja, tetapi memang saat ini Jira hanya ingin ditemani Jake. Bahkan si pemuda itu pun membelalak kaget.
"Kamu nggak bercanda kan, Ji?" Tanya Jake lagi seraya mengerjap-ngerjapkan mata.
"Ya enggak lah. Please. Temenin ya." Kata Jira sambil memohon, menampilkan puppy eyes.
Jake pun luluh, akhirnya ia mengurungkan niat untuk pulang karena permintaan Jira.
Pun mereka berdua kembali larut dalam kebersamaan yang hangat.
"Mulai manja ya sekarang." Jemari jahilnya mencolek hidung Jira dengan gemas.
"Jake?" Panggil Jira seserius mungkin, tanpa mempedulikan ucapan Jake barusan.
"Ya?"
"Terima kasih untuk segalanya." Sekali lagi, Jira memeluk dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang kekasihnya, tersenyum diam-diam dan merasakan debaran jantung Jake yang berdebar tiga kali lipat.
Jake tersenyum. Memanfaatkan waktu sebaik mungkin bersama orang yang ia perjuangkan saat ini—esok, dan seterusnya.
"I love you, Jirana Cheryl."
"I love you more, Jake Adevan."
—End—
Alhamdulillah bund, happy ending ya😍
Jangan jadi readers hantu..
Buruuu voment.