PART 6

350 14 7
                                    

FIAN POV.

Aku benci dengan semua ini. Sungguh. Rasanya aku ingin buang mukaku saja. Aku merasa aku seolah-olah cowo paling brengsek di dunia.

Perempuan itu. Perempuan manis yang sekarang jauh lebih dewasa. Aku mencintainya. Aku benci dengan sekarang.

" Sayang, dia siapa ? ", kata suara khas menggoda milik Raina. Mungkin bagi Kaum Adam terkecuali aku akan tergoda. Tapi aku bukan tipe seperti itu. Aku tidak sebejat itu.

" Bukan urusamu ", kataku hendak pergi namun dicegah dengan mak lampir.

" Ayo dong. Ajak Raina juga. Dia kan kasihan. Masa selalu kau tinggalin ", kata Mak lampir itu. Rasanya aku ingin membakar saja dia.

Mak lampir -- mama Raina yang paling aku benci. Dia menghasut kedua orangtuaku.

" Siapa kamu? Berani-beraninya mencampuri urusan keluargaku ", kataku  seraya pergi meninggalkan orang gila itu.

Hanya ada 1 di pikiranku saat ini. Alice. Hanya dia. Mungkin dia sudah mencapku sebagai pria brengsek. Aku memang brengsek.

Segera aku mengambil ponselku.

" Sementara kau urusi pekerjaanku. Aku ada urusan ", kataku pada Ryo-- Sahabat lama.

" Sip ", katanya.

Aku mengacak rambutku. Aku harus mendapatkanya lagi ! Harus !

ALICE POV

Aku mengacak rambutku layaknya orang gila. Ya, sepertinya aku memang sudah gila. Semua ini karena Dokter gila itu. Setiap hari. Setiap kali aku bekerja.

Sudah kubilang, aku bukan 'Cel', Tapi dia malah ngotot. Itu sangat memancing kesabaran.

Dan disinilah aku, menunggu kedatangan sopir. Aku takut bekerja disana.

Mungkin mukaku sudah hancur sekarang. Huh, aku kesal sekali. Mungki bulan ini adalah bulan terburuk dalam hidupku.

Hah, itu dia. Dengan langkah cepat, aku berlari menuju mobil.

" Pak, pulang ", kataku.

.

" Ma, aku gak sudi kerja disana ", kataku lemas.

Okay, mama sama papa memang tega. Mereka kejam pada anaknya sendiri. Bayangkan, mereka tertawa atas penderitaan orang. Sakit sekali kawan.

" Ampun kamu, lic. Benci entar jadi cinta loh. ", kata mama sambil tersenyum pedo. Membuatku kesal sendiri.

" Entar kamu sama kayak mama papa loh ", tambah papa sambil memeluk mama.

Sudahlah, ampuni saja mereka. Tega sekali mereka.

" Ma, aku mau buka toko sendiri aja. Jadi design aja. Itu kan udah hobiku dari kecil ma ", kataku pasrah.

" Mama sama papa selalu mendukung kamu kok ", kata mama. Ah, mama sweet deh. Jadi pengen nangis.

.

Aku memandang jendela yang menampakan langit abu-abu disertai hujan disertai dengan secangkir teh hangat. Sempurna.

Entahlah, aku juga bingung dengan hidupku. Segitu anehnya aku, sampai semua pria lebih memilih wanita lain dibanding aku. Ya, aku maklumi kalau aku tidak cantik. Jauh malah. Tapi setidaknya 'mereka' tidak mempermainkan hatiku yang lemah ini. 

Dari dulu, dari SD. Sebenarnya aku bukan dikhianati untuk kedua kalinya, tapi ya aku anggap itu hanya cinta monyet. Mereka lebih memilih sahabat-sahabatku. Sakit sekali.

Hidupku memang penuh kenangan indah yang tidak berarti. 

Daripada bergalau-ria, lebih menyenangkan have fun dengan sahabat kan. Dengan cepat aku mengambil ponsel dan memberika pesan singkat padanya.

.

" Eh, Bos kita itu ganteng banget yaampun ", kata Bella memulai dan membuatku bete abis.

" Ehm, ada yang ngambek ", kata Amel sambil menyenggol pundak Bella dan kemudia mereka tertawa bersama. Aku hanya memutar bola mataku kesal.

" Lic, ada kabar gembira! ", kata Amel lagi.

" paan' ? ", tanyaku malas.

" Tadi sih, pas lo pergi dari kantor, gue liat bos kita kaya sendiri mulu, terus istrinya aja dikacangin ", kata Bella menyahut. Entahlah, pelangi dari mana, tiba-tiba saja aku merasa senang sekali. 

" Serius ? ", kataku masih penasaran.

" Kan kita mata-matanya juga ", kata Amel cekikikan dibalas dengan tawa kencang milik Bella, dengan cepat aku mencubit tanganya kencang sampai akhirya ia terdiam dari tawanya.

" sakit ", katanya sambil memukul tanganku.

" makanya jangan berisik ", kataku kesal.

.

Ya, sepertinya hari ini kembali buruk. Aku tetap bekerja di Rumah Sakit ini. Dan parahnya, aku juga masih menjadi sekertaris si Dokter gila itu. Ganteng sih iya, tapi kalau gila ? Bukan sekedar gila biasa, gila biasa aku mungkin masih bisa menerima, ini ?

" Rachel, besok saya akan melakukan praktek di Malang dan kamu ikut saya ", kata Andrew. WHAT ! Gila saja aku mau bersama denganya. Sehari aja aku udah lelah.

" Sekali lagi, namaku bukan Rachel. Kenapa kau selalu memanggilku Rachel, huh ? ", kataku sambil melipat tanganku di dada.

" karena kau mirip mantanku. ", katanya singkat dan hendak pergi.

" ouh, kalau begitu aku akan memanggilmu Fian ", kataku tersenyum puas dan Andrew menoleh ke arahku dan menaikan sebelah alisnya sambil tersentum...err. Dan hendak pergi.

Kipas mana ??? Okay, aku melting sekarang. Tolong !

.

Kurasa pakaianku cukup sopan. Kuikat rambutku sebahu. Aku malas sekali pergi, awalnya mama dan papa tidak mengijinkan aku, tapi akhirnya mereka membolehkan aku. Dan malasnya aku harus ke bandara sendiri. Kan seharusnya bareng. 

Aku menunggu lama sekali di bandara ditemani lagu galau yang daritadi menguasai pendengaranku.

Tiba-tiba seseorang menepok pundaku, spontan aku menghadapmke arah laki-laki itu yang tengah menatapku. Kemudia ia duduk di sebelahku.

" udah lama ? ", tanya Andrew sambil menyenderkan badanya dan meletakan tanganya di senderanya.

" Baru nyampe, sampe aku udah mesen 2 makanan. ", kataku sambil menegakan badanku. Agak canggung kalau aku masih menyeder di tempat senderanya. Kudengar ia tertawa pelan.

" Hahaha... maaf, tadi ada urusan bentar ", katanya.

" Ayo ", katanya sambil menarik tanganku. Okay, untuk kedua kalinya aku butuh kipas.

.

Didalam pesawat hanya beberapa kali kami mengobrol. Merasa canggung, aku memutuskan saja untuk tidur. Sebenarnya hobiku bukan tidur kalau di pesawat, tapi karena keadaan lagi gawat jadi kuputuskan saja untuk tidur.

Baru saja aku akan memasuki dunia mimpiku, namun... kudengar tawa dari arah Andrew, dengan cepat kubuka mataku. Ah, betapa bodohnya aku, dengan cepat aku menegakan badanku lagi ke posisi kemula. Kok bisa aku bersender di pundak Andrew ?

" Sudah tidak usah malu, tidurlah ", katanya sambil menepok pundaknya dan tersenyum.

" tidak. trimakasih. ", kataku lalu memalingkan wajahku yang pasti sudah memerah.

tbc

Laki-laki dan Perempuan seperti dua sayap dari seekor burung...

Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya...

Jika patah satu daripada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali

-Ir.soekarno-

.

.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MORNING SUNSHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang