AFTER SKETSA pt. 2

1 1 0
                                    


Jam istirahat di belakang sekolah, seperti biasa aku dan Jimmy membawa buku bacaan masing-masing. Tapi kali ini aku membawa buku gambarku. Sudah lama aku tidak menggambar, rindu sekali rasanya. Terakhir kali saat aku berhasil membuat sketsa wajah dia. Waktu yang sama di hari kelahirannya. Dan, hari yang sama saat dia menunjukkan foto kekasih hatinya.

Keesokan harinya setelah hari yang menyesakkan itu, aku istirahat menggambar. Lelah melihat buku gambarku sendiri, teringat semua yang pernah aku alami. Karena, melupakan bukan tentang siapa yang dibenci. Namun siapa yang dicinta harus pergi.

Sudahlah. Sudah lewatkan masa-masa nestapanya aku dulu. Aku sadar betul betapa bodohnya aku, jadi tolong jangan diingat kembali. Biarlah, jejaknya terhapus oleh derasnya hujan.

"Mau gambar apa By?" Jimmy melihat kesibukanku memilih lembaran kosong, menyiapkan pensil dan mencari penghapus yang terselip di antara tumpukan buku.

"Nggak tau, mau corat-coret aja. Hehe, sudah lama nggak gambar."

"Sejak sketsa itu ya?"

Jimmy tahu akan hari itu. Aku yakin dia yang menceritakannya pada Jimmy. Memamerkan pujaan hatinya, sama seperti yang dia lakukan padaku. Dan, Jimmy jelas tahu betul bagaimana perasaanku kala itu. Jimmy yang pertama kali memergoki perasaan berbedaku setiap kali bersama dia. Jimmy bilang, paham sekali dengan raut wajahku setiap kali ada yang membicarakan tentang dia.

Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Jimmy. Dia tahu, pertanyaannya tidak perlu mendapat jawaban untuk menyatakan kebenaran. "By, aku mau tanya. Dengerin," Jimmy merapikan buku yang tadi dia baca. Membetulkan posisi duduk, dan menatapku serius.

Elah, sejak kapan si Jimmy mulai serius? Biasanya dia menyebalkan dan nggak peduli terhadapku. "Tanya aja kenapa sih," protesku.

"Sekarang kamu suka sama siapa?"

Aku mengangkat sebelah alis. Suka sama siapa? Apa maksudnya pertanyaan itu.

"Nggak sama siapa-siapa. Klo dulu, kamu tau sendiri siapa yang aku suka. Si ketua kelasmu itu." Jawabku jujur. Aku sudah sangat lelah dengan urusan hati dan sebagainya.

"Klo sekarang, kamu dekat dengan siapa saja?" Aku semakin tidak mengerti arah pertanyaan Jimmy. Sepertinya dia sedang kelaparan hari ini. "Dulu kamu suka sama Aldi, masa sekarang nggak ada yang disukai sih?" Jimmy memprotes jawabanku.

Aku berpikir sejenak. "Dengerin aku dulu. Aku suka bercerita dengan seseorang, aku suka menunggu pesan masuk dari seseorang itu, aku suka jika bersama seseorang yang sama. Apa menurutmu itu bisa diartikan sebagai 'suka' yang sesungguhnya?" Aku menunggu Jimmy yang tampak berpikir panjang mendengar pertanyaanku.

"Menurutku sih, iya. Kamu sedang suka pada orang itu." Mendengar jawabannya aku mengangguk paham.

"Artinya, aku suka sama kamu."

Gitu aja. Memang benar itu semua yang aku rasakan bersama Jimmy, jika benar menurut dia itu adalah rasa suka yang sesungguhnya, ya sudah. Aku suka pada Jimmy, aku suka akan hadirnya. Tidak perlu berpikir panjang atau bahkan berbelit-belit menjawabnya. Kalian tahu aku lelah dengan semua hal tentang hati.

"Sebenarnya aku sudah menebaknya dari beberapa minggu yang lalu." Namun jawaban Jimmy membuatku kaget. Eh?? Dia sadar aku menyukainya?

Aku tahu ini terlalu tiba-tiba. Sekali lagi, aku lelah harus berpikir panjang tentang rasa. Jika menurut Jimmy demikian, ya sudahlah. Kita lihat kedepannya, apa aku benar menyukainya dalam artian khusus atau sekedarnya saja.

"Lalu, sekarang kamu mau apa?" Tanya Jimmy lagi.

Eh? Semakin membingungkan saja. Mau apa bagaimana? Memangnya apa yang harus aku minta?

I'm TiredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang