Jadilah dirimu sendiri.
Hingga, jika aku menyukaimu aku jatuh pada orang yang tepat
Bukan perangai yang dibuat-buat
^^
"Nggak kok. Harusnya aku yang bertanya, apakah rasaku merepotkanmu? Membuatmu menjadi terbebani?" Aku menatap Jimmy, dia berpikir seperti itu?
"Nggak, nggak pernah merepotkan atau semacamnya." Jimmy hanya tersenyum mendengarnya. "Klo boleh, aku minta tolong satu hal," kataku menatapnya serius.
"Apa?" Jimmy santai menunggu. Istirahat hari ini sangat panjang rasanya.
"Tolong, bilang, jika ingin pergi." Jimmy seakan mencerna kalimatku. "Rasa itu nggak selamanya paten, itu yang kamu bilang. Mereka bisa pergi dan datang seenaknya, jadi aku minta tolong. Satu hal kecil. Tolong bilang, jika rasamu terhadapku pergi dan tak pernah kembali lagi. Aku mohon."
"Memangnya kenapa harus bilang?"
Karena, menyakitkan sekali jika ditinggal secara tiba-tiba.
"Harus, kamu harus bilang, aku mohon..." kataku serius. "Kamu nggak perlu izin, masih menunggu boleh atau tidak untuk pergi. Lagi pula, aku siapa hingga kamu pergi pun harus izin. Hahaha. Aku hanya ingin kamu bilang jika ingin pergi."
Supaya aku tahu, kapan harus berhenti menyukai.
"Iya, tenang saja. Lagi pula, aku mau pergi kemana. Aku bahkan tidak punya arah tujuan jika ingin pergi. Aku tidak akan kemana-mana."
Boleh aku berharap hingga akhir? Berharap pada orang di hadapanku hingga dia berkata hendak pergi?
"Baiklah, jangan lupakan permintaan kecilku."
Jimmy kembali mengangguk mantap, aku tersenyum.
^^
Malam memberiku damai, waktu yang tepat untuk beristirahat. Di saat yang lain terlelap, aku memilih menatap lampu jalan. Mengistirahatkan pikiran. Seperti biasa aku duduk di balkon kamar, menatap bintang yang tampak indah karena tidak ada awan yang mengganggu. Malam yang menyenangkan.
Masih bersama bayangan Jimmy di sampingku, aku duduk sambil tersenyum. Aku harap hingga suatu hari nanti Jimmy tidak melupakan permintaan kecilku. Hingga aku tahu, bahwa aku harus memaksakan diri untuk berhenti terlena dengan bayangannya. Mengharap hadirnya setiap malam, mengenang pertemuan singkatku di toko buku.
Aku tahu, tidak boleh membiarkan sepenuh hatiku jatuh. Sayangnya, sepertinya mereka semua telah tenggelam. Aku terus mengingat, siapa yang berani jatuh harus siap patah hati. Bersama bayangan dan suara Jimmy malam ini, aku merasa senang.
"Jim, ayo, petikkan satu lagu lagi." Pintaku. Sedari kemarin Jimmy menolak memetikkan gitar untukku, malu katanya. Padahal perkembangan belajarnya melesat cepat.
"Aku tidak mau. Sampai kiamat nanti pun aku tidak mau. Kecuali satu hal," dia menggantung kalimatnya. Aku menunggu. "Kamu nyanyi."
Heeeh? Seorang Ruby nyanyi? Sejak kapan?
Astaga. Melantunkan satu bait lagu saja aku didemo besar-besaran oleh teman sekelas. Dan sekarang, Jimmy menyuruhku untuk bernyanyi??
"Jim, aku tidak tahu nyanyi. Malu."
"Ya sama, aku juga malu. Aku kan masih baru belajar bermain gitar." Dia membela diri sendiri. Padahal dia tidak sedang bersamaku, tapi aku biasa bayangkan wajah menyebalkannya.
Aku memantapkan pikiran, apa iya aku harus bernyanyi? Jimmy tidak sedang mengundang kiamat kan?
"Baiklah, oke. Lagu apa yang harus aku nyanyikan?" Pasrahku. Aku harap malam indah ini tidak badai seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Tired
Short StoryAku benci hujan, aku tau, dia adalah rahmat Tuhan. Tetapi aku sangat tidak menyukai hujan. Hujan pertama turun, musim kemarau sudah berakhir. Aku semakin kesal, kenapa hujan harus datang saat ini? Seakan keadaanku kurang tersiksa saja. Hujan akan me...