AFTER SKETSA

3 1 0
                                    

Setelah kepergian seseorang yang berarti mewarnai hariku, tentu banyak yang harus dipersiapkan. Aku harus menyembuhkan luka yang mengaga. Bukan, kami bukan sepasang kekasih sebelumnya. Kami hanya teman dari dulu, hingga sekarang pun. Tidak lebih. Ah, sulit sekali menjelaskannya. Pada dasarnya, bisa dikatakan kami putus tanpa jadian. Rumit bukan?

Parahnya, luka tak kasat mata ini merepotkan sekali. Setiap kali aku bertemu dengan dia, rasanya semakin perih. Bertemu dengan sosok dia sama halnya menabur garam di atas lukaku.

Menyebalkan. Dia tidak akan pernah pergi dari hadapanku, yang artinya akan terus membuat lukaku pilu tiap kami bertemu. Dia adalah teman satu organisasiku, kami sama-sama ketua kelas, semakin menyebalkan bukan? Setiap aku membutuhkan berkas atau apa pun, aku menghindar dari sosok dia. Aku berharap lukaku semakin membaik, bukan malah menggaruk dan membuatnya semakin lebar.

"By, tolong kumpulkan data kelas XII. Aku minta segera, oke?" Sasa menyampaikannya dengan singkat, setelah itu berlalu kembali melangkah. Astaga, belum selesai aku menjawab atau menyanggah tugas dadakan darinya.

Nah, pengumpulan data kelas XII bisa diminta pada setiap ketua kelas. Dia adalah ketua kelas XII IPA 1. Lagi, aku harus mencubit lukaku sendiri. Tidak, aku tidak mau lagi kali ini. Aku tidak mau menyakiti luka yang belum sembuh ini.

Jadi aku punya inisiatif lain, aku akan mendatangi wakil ketua kelasnya. Namanya Jimmy, dia juga temanku. Mudah sekali aku mengumpulkan data kelas XII lainnya, karena aku kenal semua ketua kelasnya. Tinggal kelas XII IPA 1 yang harus aku datangi.

Jam istirahat, setelah memata-matai dimana dia berada, aku siap mendatangi kelasnya. Dia sedang makan di kantin bersama kawan-kawannya­ –temanku yang mengatakannya tadi. Artinya, kelasnya sedang kosong dari sosok dia.

"Owalah, Jimmy, dia ada di belakang. Masuk saja, Ruby, nggak masalah." Temanku yang satu kelas dengan Jimmy menjawab kala aku bertanya keberadaan sang wakil ketua itu. Mendengar kelas XII kosong dari sosok dia, aku langsung tancap gas, tidak mau ketinggalan waktu. Belum lagi data yang segera dibutuhkan, aku tidak mau cari masalah dengan Sasa.

Memasuki kelas XII IPA 1, Jimmy rupanya sedang membaca buku di mejanya. Judulnya 'Man Ana' jangan tanya gimana maksudnya, aku pun tidak paham dengan buku itu. Menyadari keberadaan seseorang, Jimmy mendongak.

"Sori ganggu, minta data kelas mu dong." Kataku lekas. Tidak mau sang ketua kelas keburu masuk kelas.

Jimmy mengangkat sebelah alisnya tak mengerti. Astaga, aku lupa mengatakannya. Jimmy ini orang yang unik, menarik, tapi sangat menyebalkan. Ah, nanti kalian tahu sendiri.

"Kenapa harus minta ke aku? Cowokmu 'kan ada."

Nah, kan. Yang Jimmy maksud adalah sang ketua kelas. Aku dan dia memang bukan sepasang kekasih, tetapi aku tidak bisa menghentikan rumor sampah yang terus beredar bahwa kami adalah sepasang sejoli.

Aku kesal mendengarnya. "Aku tidak punya cowok, atau pacar, atau apalah itu. Aku butuh data kelasmu segera, ini flashdisk-nya." Kataku, mencoba mengambil langkah cepat. Jimmy menurut, dia membuka laptop dan menyalin beberapa file. Aku menunggu.

"Emang kenapa lagi sama si Aldi?" Jimmy bersuara di tengah kesibukannya.

Argh, nama itu. Susah payah aku menutup telinga supaya tidak mendengar namanya. Eh, malah di hadapanku Jimmy berkata dengan lugas dan jelas.

"Emang kenapa sama Aldi? Nggak ada apa-apa, tuh. Udah 'kan, thanks ya, aku balik ke kelas dulu." Aku meninggalkan Jimmy. Malas sekali membicarakan dia.

I'm TiredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang