O3. Sarapan, Rezeki dan Roti Isi

108 22 3
                                    

"Ohayou Dakocan!"

Perempatan siku imajiner kini menghiasi kening paripurna pemuda kelahiran Jepang yang baru saja menginjakan kakinya di depan kelas. Teriakan melengking khas wanita itu menyapa gendang telinganya dan membuat bunga yang tadinya bermekaran disekelilingnya kembali layu disertai awan petir.

"Ohayou, zaya-chan." sapanya malas sembari melanjutkan perjalanan menuju bangkunya dengan gontai. Belum ada satu jam di sekolah, semua semangatnya sudah disedot habis oleh perempuan menyebalkan yang akhir-akhir ini menganggu hari-harinya.

Shotaro meletakan tas punggungnya di kursi, lalu membalikan kembali badannya untuk menuju kantin. Pagi ini Shotaro belum sempat sarapan karena Ibunya sudah pergi di pagi-pagi buta untuk mengurus perihal kepindahan mereka yang belum selesai. Berakhirlah Shotaro diberi uang saku tambahan untuk mengisi sarapannya di kantin sekolah.

Namun belum ada selangkah Ia pergi, suara bak terompet hari akhir itu menghentikan langkahnya. Astaga, apa lagi sekarang?

"Dakocan!" seru Mazaya kencang sembari melangkah riang menuju Shotaro yang telah membalikan badannya sehingga kini menatap kedatangan Mazaya dengan satu alis yang terangkat bingung.

"Shotaro, bukan Dakocan!" koreksi Shotaro dengan gemas.

"Sama aja."

"Baka." mendengar gerutuan Shotaro, Mazaya hanya menampilkan senyum lima jarinya. "Jangan marah-marah. Cepet tua, ntar jadi Dakoit. Kan ga lucu."

"Iyalah, orang yang lucunya cuma gue."

"Tanya sama Chenle, kalo yang lo omongin tadi itu namanya ngawur."

Langkah kaki mungilnya itu berhenti begitu jarak keduanya tinggal tersisa beberapa sentimeter. Senyumnya mengembang begitu melihat ekspresi kesal yang menghiasi wajah si keturunan Jepang didepannya. Dalam hati meringis, Tuhan mengapa Kau menciptakan hati hamba yang senang melihat orang lain menderita.

"Pernah denger peribahasa kalo bangun pagi rezeki nggak akan dipatok ayam?"

Kernyitan bingung terbit diwajah lawannya, menandakan ketidak tahuan akan apa yang baru saja Mazaya lontarkan. Maklum sih, Mazaya juga mengerti bahwa pria didepannya ini bukan orang Indonesia, mana tahu peribahasa orang peribumi.

"Nggak tahu. Baru denger." jawab Shotaro tanpa menghilangkan kernyitan di dahinya. "Emangnya apa?"

"Yaudah lupain aja. Nggak penting juga, nggak akan muncul di UN."

Shotaro mengangguk-anggukan kepala-entah mengerti, entah tidak, "Terus kenapa?"

Mazaya menyodorkan lengan kanannya yang menggenggam kotak bekal ke hadapan Shotaro, "Nih, rezeki buat Lo yang udah bangun pagi." lengan kanannya menggerak-gerakan kotak bekal itu, memberi gesture agar Shotaro segera menerima pemberiannya.

"Apa isinya?" tanya Shotaro sembari mengambil alih kotak bekal berwarna biru tersebut.

"Makanan, roti."

"Dalam rangka?"

"Iseng aja, nyoba buat makanan kesukaan orang Jepang."

"Tapi makanan pokok orang Jepang juga nasi, bukan roti."

"Yaudah, Jepang bagian Amerika."

"Mana ada???"

"Ya emang nggak ada." ujar Mazaya jengah, Shotaro itu suka kenapa gitu ya? Bisanya bikin Mazaya gregetan, menimbulkan sifat ingin menindas. "Yaudah terima aja, makan. Itung-itung sarapan. Nggak baik nolak rezeki. "

Shotaro hanya mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Tidak ada salahnya menerima kebaikan teman menyebalkannya itu, lagi pula Ia juga belum sarapan, kan? Jadi Ia tidak mempunyai alasan untuk menolak kebaikan Mazaya.

"Terima kasih, Mazaya." ucapnya sembari sedikit membungkukan badannya.

"Jepangnya mana dong?"

"Arigatou, Zaya-chan."

Mazaya tersenyum penuh kemenangan begitu mendengar Shotaro berbicara menggunakan bahasa ibunya. "Nah gitu donk. Sama-sama wahai akhi."

"Akhi?"

"Udah buka aja, kebanyakan nanya kaya Dora."

Shotaro hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Mazaya. Ia membuka kotak bekal berwarna biru itu dan mendapati dua buah roti yang berbentuk segitiga. Roti lapis itu, berisikan selai berwarna hijau didalamnya. Mungkin matcha?

Shotaro mengambil salah satu roti itu lalu bertanya kepada gadis didepannya, "Matcha?"

Mazaya menggendikan bahunya acuh, "Keliatannya kayak apa?" jawabnya malas.

Lagi-lagi Shotaro menganggukan kepalanya, "Tapi kok wanginya aneh? Kaya parfum."

"Ya emang gue semprotin parfum, biar wangi."

"HAH?! Bakal keracunan nggak?" tanya Shotaro histeris, jangan lupakan kedua netranya yang melotot horor.

"Nggak akan lah, gue semprotin parfum doang! Bukan sianida."

"Pokoknya kalo keracunan, harus tanggung jawab!"

"Iya-iya, gue bayar biaya pemakamannya."

"ASTAGA, UDAH GILA YA?!"

"Lebay Lo. Cepet makan, keburu diambil sama Chenle." Mazaya merotasikan matanya dengan malas. Shotaro adalah cowok paling ekspresif (lebay) yang Mazaya kenal-selain Hyunjin tentunya.

Shotaro menelan ludahnya dengan gugup.

Perlahan Ia dekatkan roti berhiaskan selai matcha dengan wewangian parfum itu kedalam mulutnya. Penuh keraguan dan keterpaksaan. Ia memejamkan matanya sebelum akhirnya mengambil gigitan penuh dari roti digenggamannya.

"Gimana? Enak?"

Shotaro mengunyah dengan cepat, takut-takut Ia benar-benar akan keracunan karena parfum yang ada di roti tersebut. Ia terus mengunyah hingga lidahnya menemukan suatu rasa yang menyerangnya dengan kejutan.

"AAAAAAAAA!" Shotaro berteriak dengan kencang. Mukanya memerah padam dan matanya berair. Ia seperti bom yang siap meledak kapan saja.

Kotak bekal ditangannya sudah Ia jatuhkan tanpa sengaja. Ia bergerak mengambil botol minum di tasnya lalu segera menenggaknya dengan habis.

"Loh, kenapa sih?"

Satu botol air sudah dihabiskan oleh Shotaro, namun lidahnya masih tidak merasa baikan. Ia mencak-mencak karena kebingungan, sebelum akhirnya kembali berteriak, "AHHHH PEDES BANGET!"

Akhirnya Shotaro memilih untuk berlari keluar dari ruang kelas, menuju kantin untuk mendapatkan sesuatu yang bisa meredakan rasa pedas yang menyerang mulutnya.

Menyisakan Mazaya yang kini tengah memunguti kotak bekal juga roti yang tergeletak mengenaskan dilantai.

"Ya, Shotaro kenapa? Kok mukanya merah banget? Mana lari-larian lagi!" Chenle yang baru datang bertanya kepada Mazaya yang masih sibuk dengan kotak bekalnya.

"Nggak tahu, aneh!"

"Aneh gimana?"

"Gue kasih roti isi, katanya kepedesan."

"Kok bisa?"

"Nggak tahu, padahal isinya gue kasih makanan khas jepang."

"Apa memangnya?"

"Wasabi."

Astaga rasanya Chenle ingin menjual Mazaya di Shopee saja. Gratis ongkir, dengan cashback 200%














©Sillybearta, 2020

Harta, Tahta, Beban ShotaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang