13 -- Adik Ipar 'Tersayang'

32K 1.4K 49
                                    

Eza POV

Semalam adalah malam terberat dalam hidupku, melihat lelaki yang kucintai melamar kakak ku sendiri adalah bukan hal yang mudah kujalani. Namun, sebisa mungkin ku berikan senyuman indahku kepada Mbak Eva, menutupi pedihnya perasaan ini. Mbak Eva sungguh cantik semalam, Mas Rayhan pun sungguh tampan seperti biasa. Mereka adalah pasangan serasi, sangat serasi.

Wahai pemilik kehidupan, bantu aku menghilangkan perasaan tak rela ini, Ya Tuhan.. ikhlaskan hatiku merelakan kebahagiaan kakak ku dengan lelaki yang kucintai, meski aku tak dapat berjanji akan bisa menghapus cinta ini untuknya.

“Eza...” Teriak Mbak Eva dari lantai satu.

“Eza… ada Raskal, nih. Bawel banget..” lanjutnya.

Oh, ternyata dibawah ada Mas Raskal. Dari dulu, Mbak Eva selalu saja mengejekku dengan Mas Raskal, tidakkah ia rasakan sakit dihatinya? Padahal ia tahu bahwa Mas Raskal selama ini menyukaiku. Sebaiknya aku harus mulai belajar tegar seperti Mbak Eva.

Aku segera turun, kulihat Mas Raskal sudah duduk di sofa dengan cengiran khas nya.

“Selamat pagi, Eza..” sapa nya kepadaku.

“Hai, Mas Raskal,” jawabku tersenyum.

“Duh senyum nya, ini sirup jadi nggak manis lagi rasanya, kalah sama senyuman kamu,” goda nya kepadaku.

Pipi ku memanas, padahal sudah sangat sering Mas Raskal menggodaku, namun reaksi ku masih saja seperti ini. Memalukan..

Mbak Eva melempar Mas Raskal dengan bantal sofa, “Gombalan lo kacangan banget, sih.”

“Masa? Kok tapi bisa bikin Eza blushing gitu, sih?” jawab Mas Raskal sambil tertawa.

Aku semakin menunduk menutupi pipi ku yang semakin memerah ini.

“Dia memang pakai blash on, ya kan dek?” Mbak Eva membela ku, padahal jelas-jelas aku sedang tidak memakai make-up apapun.

Mas Raskal tertawa, “Masa pake blash on pagi-pagi begini, mau nge-lenong dimanaa? Haha.”

Mbak Eva kembali melempar bantal ke Mas Raskal, dan kali ini tepat mengenai wajah nya. Aku pun menahan tawaku.

“Hahaha, mampusss… sakit? Uuuh kasiaan…” kata Mbak Eva imut.

Mas Raskal mendengus, “Eza, jalan-jalan yuk. Mumpung masih pagi, udaranya seger.”

“Kemana, Mas?” tanyaku.

“Kemana aja asal sama kamu, ke neraka juga aku mau kok,” jawab Mas Raskal mengedipkan sebelah matanya.

Aku kembali menunduk malu.

“Lo… mending lo pulang deh sekarang kalau nggak mau gue lempar muka lo pake panci gosong punya nyokap. Lagian ngapain sih lo pakai balik lagi kesini, cewek-cewek di Jogja nggak ada yang mau sama lo, hah?!” teriak Mbak Eva geram.

“Dasar ibu tiri. Galak banget sih lo.” Mas Raskal mencibir.

“Bodo! Pulang lo sekarang!” ujar Mbak Eva berapi-api.

Apakah Mbak Eva cemburu? Bukankah kini ia sudah mencintai Mas Rayhan? Atau mungkin ia memang hanya mual dengan gombalan-gombalan Mas Raskal?

“Nggak mau!! Eza, yuk jalan-jalan,” ajak Mas Raskal kepadaku.

“Iya tunggu sebentar, Mas” jawabku lalu berjalan keatas untuk mengganti baju.

“Jangan mau, Za. Nanti kamu diculik…” teriak Mbak Eva dari bawah. Aku hanya terkekeh.

Our HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang