"We are all will be a better version of ourselves when we are loved."
"But... what if it would be vice versa?"
"What if... being loved make us becomes the worst version of ourselves?"
***
Nataya
Lo pernah nggak benci sesuatu yang saking bencinya tuh setiap tiba-tiba keingetan, bawaanya pengen marah-marah? Tiba-tibanya ini beneran tiba-tiba kayak misalnya, lo lagi duduk diam sambil minum boba di teras kosan lo, terus tau-tau ingatan akan hal yang lo benci itu wuuuuuushhh muncul gitu aja di kepala lo. Terus ujung-ujungnya rasa boba yang awalnya manis, enak dan menggiurkan malah terasa pahit dan membuat lo mual.
Atau mungkin emang guenya aja yang lebay kali, ya?
Kata orang, semakin kita membenci sesuatu, semakin sering pula sesuatu itu muncul di ingatan kita. Dan iya, gue setuju banget. Gue juga nggak mau membencinya. Gue mau menjalani hidup gue dengan tenang tanpa dibebani rasa kebencian terhadap masa lalu yang nggak seharusnya gue ingat-ingat lagi. Namun, sekeras apapun usaha gue untuk membuang rasa benci itu, gue gak pernah berhasil melakukannya.
Gue benci masa SMA gue.
Semua tentang masa SMA gue, gue membencinya sampai mengingat barang sedikitpun gue enggan.
Padahal ini udah tahun ketiga gue duduk di bangku perkuliahan, tapi bayang-bayang akan pahitnya masa SMA gue masih sering menghantui gue tiap saat.
Nggak, gue gak dibully sampai yang bikin badan gue lecet-lecet atau diguyur pakai air comberan kayak anak-anak SMA di sinetron atau di drakor kok. Gak ada yang melukai fisik gue semasa SMA dulu, tapi yang melukai psikis gue banyak.
Waktu SMA, gue hidup sebagai seorang siswa yang biasa-biasa aja. Dateng, belajar, bergaul seadanya, ikut ekskul, dan lain-lain. Tahun pertama gue masih menjalani masa SMA gue dengan jumawa. Paling stresnya cuma karena tugas yang gak ada habisnya, tapi kelar juga ujung-ujungnya walaupun ngerjainnya sambil sesekali berderai air mata-ya emang gue anaknya lebay banget sih.
Namun, udah. Cuma sampai di sana masalah gue.
Sampai akhirnya gue naik kelas sebelas, ada yang namanya regenerasi kepengurusan di salah satu ekskul yang gue jalani. Gue ikut dua ekskul saat itu, teater dan tari Saman. Kalau dipikir-pikir sotoy juga gue daftar Saman yang isinya anak-anak hits dan cantik semua. Nah, yang akan regenerasi lebih dulu adalah ekskul teater.
"Ayaaaaaa! Tau, gak? Kala nyantumin nama lo sebagai sekretaris dua!"
Gue yang saat itu sedang sibuk mengunyah cilor gue dengan khidmat langsung terbatuk-batuk saat mendengar kalimat yang keluar dari mulut Mahira, salah satu teman ekskul gue dan juga teman sekelas gue.
"Anjing? Kok dia gak ada ngomong apa-apa sama gue?!"
Ya, emang mulut gue kotor, guys. Maaf.
"Soalnya dia tau lo pasti bakal ngamuk-ngamuk kalau lapor dulu sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Been Through
General Fiction[One shot collection] ••• It's just about the people and what they have been through; pain, trauma, sorrowness, remorse. They never called themselves as the strong human, but learn how to be the one of it.