"Don't cross the line."
"Then, how about erase it?"
***
Dean
Dulu, memahami orang lain adalah suatu hal yang paling gue hindari. Menurut gue memahami manusia dengan segala sifat dan latar belakang yang berbeda itu lebih rumit daripada ngerjain kalkulus.
Waktu SD gue hampir gak punya teman. Selain karena gue yang anaknya emang males berbaur, kata orang muka gue juga galak. Mereka bilang gue ignorant, gak peduli sama orang sekitar, bahkan ada yang menyebut gue gak punya perasaan.
Gue sih biasa aja waktu itu, namanya juga masih anak SD. Cuma
gue males aja kalau guru gue manggil buat konsultasi. Dengerin nasihatnya yang selalu nyuruh gue buat berbaur, biasain senyum, main bola di lapangan sama anak-anak yang lain. Pokoknya Deandra Samudera waktu SD tuh seberbeda itu di mata orang-orang.
Padahal gue cuma jadi diri gue sendiri.
Gue juga gak meminta mereka buat mengerti gue.
Kalau mereka gak mau temenan sama gue, ya udah. Kalau mereka menganggap gue gak asik, ya udah.
Sampai akhirnya gue naik ke kelas tiga SD, ada salah satu teman sekelas gue yang numpahin tip-ex ke meja gue sampai separuh bagian meja itu tertutup tip-ex. Gue marah. Benar-benar marah sampai bentak-bentak padahal gue gak biasa begitu. Image gue saat itu makin jelek aja di mata teman-teman gue, tapi waktu itu gue gak peduli.
Di saat anak-anak lain sibuk bisik-bisik waktu gue ngomel karena meja gue ditumpahin tip-ex, pelaku utama yang bikin separuh meja gue berubah warna menjadi putih itu cuma ngeliatin gue tanpa ekspresi kesal ataupun takut sama sekali. Yang bikin gue kaget setelahnya adalah dia malah tersenyum. Tersenyum lebar sampai giginya kelihatan.
"Maaf, ya, Yan. Aku gak sengaja, hehe."
"Kalau kamu gak mau duduk di sini, ya udah kita tukeran meja aja, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Been Through
Genel Kurgu[One shot collection] ••• It's just about the people and what they have been through; pain, trauma, sorrowness, remorse. They never called themselves as the strong human, but learn how to be the one of it.