RAGA • 02

155 63 32
                                    

ENTAH harus disebut kesialan atau keberuntungan, murid yang baru saja pindah ke kelas IPA 3 membuat kursi disamping nya terisi. Padahal sebelumnya, dirinya baik-baik saja tanpa teman sebangku.

Bisa dikatakan, seorang Mauren tidak memiliki teman. Memang nya siapa yang mau berteman dengan cewek angkuh dan pembuat onar. Namun, cewek itu tidak mempersalahkan nya, toh ia sendiri yang membatasi dirinya untuk mempunyai teman. Bukannya ia tidak butuh teman, tapi cewek itu khawatir kejadian di masa lalu nya terulang kembali.

"Hai! Lo Mauren 'kan?" tanya cewek di sampingnya, membuat Mauren yang sedang melamun di dekat jendela itu menaikkan alisnya, ia menoleh.

"Lo tau gue?" tanya nya. Terlihat, cewek bername tag Ladisya Isabelle itu terkekeh kecil.

"Siapa sih yang gak kenal sama lo." ucapnya yang mana hanya membuat satu sudut bibir Mauren terangkat.

"Semoga kita bisa jadi teman ya," lanjut nya kembali dan menepuk punggung tangan cewek yang sedang memegangi pulpen berwarna purple itu.

"Gue gak se-welcome itu." balasnya tak minat.

"Gak papa, gue bakal se-excuse me mungkin." ucap Disya dengan mengedipkan sebelah matanya dan tertawa geli, sementara Mauren hanya menggeleng acuh tak acuh.

Tidak terasa, bel sekolah berbunyi nyaring. Tanda jam istirahat telah dimulai.

Mauren membenahi alat tulisnya, perutnya terasa lapar karena tidak sarapan di rumah.

Namun, saat menoleh ke arah jendela matanya tak sengaja menangkap siluet cowok yang mampu menarik sebuah senyum tipis dibibir nya. Di sana, seorang Athalla Braga dengan lihai nya memainkan bola berwarna orange.

"Mauren? Ayo, ke kantin." ajak Disya setelah ia memasukkan kembali buku miliknya ke dalam tas. Cewek dengan rambut berwarna rose gold itu berbalik.

"Duluan." ucapnya dan merapikan kembali alat tulisnya yang tadi sempat tertunda.

"Lo gak ke kantin?"

"Gue masih ada urusan."

"Oh gitu, yaudah gue duluan ya." ujar Disya tersenyum. Mauren mengangkat pandangannya dan tersenyum tipis.

"Hm."

Setelah Disya menghilang dari pandangannya, cewek itu bersiap melangkah. Namun, ingatan Mauren dengan tiba-tiba tertuju pada perbuatannya pagi tadi.

Setelah pamit untuk pergi ke kelas terlebih dahulu, tungkai nya malah berbalik arah memutuskan untuk mendekati kembali cowok yang duduk di atas motor besar hitam itu.

"Sebenarnya aku masih mau di sini, tapi bentar lagi bel," jeda nya mengerucut kan bibir. Entah keberanian dari mana, lengan Mauren bergerak merapikan rambut Raga.

"Jangan lupa makan ya, nanti sakit. Aku ke kelas duluan." lanjutnya tersenyum manis, dan memilih segera beranjak sebelum Raga mematahkan tangannya yang telah berani menyentuh rambut cowok itu.

Namun setelah dipikirkan kembali, Mauren tetap memilih untuk beranjak menemui cowok di bawah sana, juga tak lupa mampir ke kantin terlebih dahulu hanya untuk membeli sebotol air mineral yang akan dirinya berikan pada Raga.

Siang ini, seperti biasa tribun akan ramai jika anak Ravegar sedang turun ke lapangan untuk bermain basket.

Jangan tanya kenapa, sudah pasti untuk cuci mata juga peluh yang menetes dengan begitu indahnya menjadi pemandangan yang apik untuk disaksikan para siswi.

Mauren duduk di sana, diantara penonton yang sibuk menjerit kala seorang Athalla Braga berkali-kali mencetak skor. Dirinya bukan tipe cewek alay yang akan berteriak seperti cewek lainnya sekalipun yang di hadapannya adalah Raga.

ATHALLA BRAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang