Chapter VI

69 5 0
                                    

Seminggu telah berlalu. Entah mengapa kehidupan Lilian terasa mulus mulus saja. Tak ada telepon dari depcolector sialan. Tak ada ulasan yang mewajibkan dirinya bekerja dua kali. Tak ada komplen dari klien. Pekerjaan sampingannya juga tuntas digantikan bekerja pada Laura. Semua aman sentosa. Terlalu aman malah. Seolah dewi kemalangan sedang mencari kawan baru. Well, bukannya ia tidak bersyukur... hanya saja... ia tidak percaya semua ini bisa terjadi. Seperti keajaiban yang tidak sengaja tersesat mampir padanya.

Dan lagi... banyak sekali hadiah yang ia terima. Dari satu orang yang sama. Dibungkus rapih hingga menjadi pajangan di lemarinya. Sayang kalau dibuka tentu saja. Ditumpuk menjadi tiga bagian dari yang besar hingga yang kecil. Bahkan kalau diurutkan berdasarkan kapan hadiah itu datang ia mampu mengurutkan dengan benar. Dan jelas ia juga membalas hadiah tersebut. Dengan dompetnya yang sedang masuk angin. Ia membuat hadiah dengan tangannya. Tidak selalu gambar, terkadang berupa kotak pop up berisikan foto diri Laura, terkadang berupa kaus berwajah pikacu. Dan malah kalimat cantik yang entah sejak kapan memenuhi vas yang ia titip menghias lemari Saara. Menggulung semua kertas itu menjadi bunga calla lili. Menemani hadiah yang telah ia buat. Ya... ia tidak memberikan semua hadiahnya. Bukannya tidak ingin... hanya gugup... tepatnya tidak memiliki cukup keberanian. Bukankah ia konyol? Untuk sesuatu yang sederhana saja tidak berani? Ya... karena semua hadiah yang ia buat hanyalah sampah. Menyampah pula di apartemen orang.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Saara sambil melongokkan kepala dari belakang pundak Lilian.

"Membuat hadiah?"

"Lupakanlah, aku berani bertaruh kau tidak akan memberikannya kepada Laura. Sekarang angkat bokong mu. Kita ada bimbingan."

"Aku akan."

"Ku traktir kau makan malam bila kau berhasil."

Well, nyatanya akan hanya tinggal harapan. Saat Lilian berpapasan dengan Laura. Ia hanya mampu memanggil nama wanita itu. Lalu terdiam. Mengeluarkan kalimat tak seharusnya. "Aku lupa mau ngomong apa." Ya, ingin sekali ia mengubur diri sedalam mungkin. Sampai mampu menjadi fosil kalau perlu.

"Jadi?" Tanya Saara yang telah menunggu di depan pintu. Tersenyum penuh harap lalu kandas saat Lilian menghembuskan napas panjang memasang wajah muram.

"Simpan traktiran mu. Ia akan menghiasi lemari mu bersama teman temannya." Memberikan kado dari dalam tasnya.

"Sudah ku katakan, lupakanlah."

Yup! Lupakanlah. Mungkin suatu saat nanti akan ada saatnya ia benar benar memberikan semua hadiah itu. Tetapi tidak dengan kekonyolan dirinya sekarang ini.

"Jadwal mu apa setelah ini?"

"pulang ke apartemen menjemput Laura."

Saara memanyunkan bibir membentuk huruf O. Mengangguk pelan lalu pamit. Tetapi kembali lagi hanya untuk memberikan kabar yang membuat jantungan.

"Kapan?!"

"Empat hari lagi." Berkacak pinggang meyakinkan. "Empat hari lagi Laura ulang tahun."

"Bencana... ku rasa aku akan menyampah lagi di apartemen mu."

"Dan kali ini kau benar benar akan memberinya hadiah." Tambah Saara antusias.

Sekembalinya Lilian. Baru saja ia keluar dari ceruk yang membawanya ke atas. Baru saja menghela napas sebelum membuka pintu. Mengambil segelas air untuk membasahi tenggorokannya. Membuka pintu kamar, sepertinya gagang pintu tersebut rusak... ralat... ternyata ada beban mengganjal dari dalam. Dan itu berasal dari Laura. Jadi ia memilih melepas gagang tersebut. Membiarkan pintu dibuka oleh wanita itu. Dan... ya... jantungnya kembali berdetak tak karuan. Mendapati Laura muncul dalam lingerie hitam berjala renggang tanpa celana dalam. Putingnya mencuat dari rongga jala. Menggo... mengejutkan. "Jesus!" Tapi Laura malah berpose di ambang pintu menebar pesona dalam tanda kutip. Mengkonsletkan otak Lilian secara tiba tiba sangkin tiba tiba pula matanya mendapat cahaya ilahi. "Puting mu... keras."

Find Love in Land [Mature]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang