Aku meremas bagian bawah baju, menatap sebuah undangan yang terbingkai cantik dengan nama orang yang aku kenal dekat, Rio Dewantara. "Besok acaranya, kalau nggak mau datang nggak apa. Kalau mau datang aku temani." Ucap Niko saat menyerahkan undangan itu kepadaku. Ternyata selama dua minggu menghilang, dia sedang mempersiapkan pernikahannya. Tak terasa air mataku luruh, "nangis aja, jangan dipendam. Aku tahu kamu pasti kecewa atas kejadian ini. Aku saja sebagai sahabat kamu juga merasakan sama." Aku menangis sejadi-jadinya membayangkan kehidupanku kelak. Bukan aku, tapi janin yang hidup di rahimku.