30. Cinta Buta

383 45 0
                                    

"Mana pacar barumu, mana dia!" teriakan, juga sorot mata tajam tertuju pada Azlan. Dia yang tengah duduk sendiri, jauh dari kantin. Hanya diam membalas tatapan Brian di hadapan. Tentu bingung dengan apa maksud dari Brian. Namun, sekarang Azlan sedang tidak berniat untuk bertengkar.

Azlan menghembuskan napas, berdiri, memutar tubuh, lalu beranjak pergi meninggalkan Brian dengan segala bentuk amarah yang tertuju padanya. Namun, baru saja beberapa langkah menjauh dari Brian tarikan pada kerah bajunya di belakang, berganti dorongan begitu kuat sampai Azlan tersungkur.

Brian melayangkan bogem mentah. Namun, dengan cepat Azlan berguling sekali ke kanan sehingga tak sampai mengenainya. Azlan segera bangkit, wajah merah padam, juga emosi memuncak.

"Apa masalahmu, hah!" Bagaimana tidak emosi pada Brian, datang-datang sudah langsung memberi pukulan.

"Aku tanya, di mana pacar barumu?"

"Pacar yang mana, aku nggak punya pacar baru!"

"Dasar pembohong!" Kembali Brian mencoba untuk menghajar Azlan, tetapi pemuda itu menangkisnya. Balik memukul, tepat mengenai perut Brian.

Azlan melihat Brian yang meringis, sambil memegang perutnya. "Oh, apa karena Zalfa lagi? Ada apa dengannya?" Tebakan yang tepat untuk sikap Brian saat ini.

"Tadi, aku sempat melihatnya pulang dengan berlumur telur dan tepung, pastinya ini karena ulah Alma, pacar barumu itu!"

Menggeleng-geleng tak percaya dengan penuturan Brian. Dasar bucin! Terkena cinta buta, sampai tak dapat membedakan mana yang benar-benar baik dan mana yang sok baik.

"Kalau kamu datang ke sini hanya untuk menuduhku pacaran dengan Alma silakan, tapi kalau ke sini untuk memberi pelajaran pada gadis itu tanpa bukti. Maka, kamu memang harus berhadapan denganku dulu."

Brian tersenyum remeh. "Jadi, semua itu benar, rumor kalau kalian dekat benar? Alma, benar pacarmu? Bukan memiliki masa depan gemilang, kamu malah makin menurun. Bahkan, aku dengar sekarang ayahmu sudah bangkrut."

Kekehan terdengar begitu ringan keluar dari mulut Azlan. Geli mendengar Brian, seorang kapten basket SMA Akasia percaya hanya dengan rumor seperti itu. Cinta buta, memang benar-benar menutup segalanya. Tanpa perlu bukti, dengan mudah termakan hasutan.

"Sudahlah, itu bukan urusanmu dan Alma pacarku atau bukan, juga nggak ada kaitannya denganmu. Satu hal lagi, jangan langsung percaya tanpa membuktikan kebenarannya, aku yakin bukan Alma yang berbuat semua itu pada Zalfa."

"Aiyra teman Zalfa dan dia yang menceritakan semuanya saat aku tanya. Dia juga selalu ada di dekat Zalfa, kurang cukup buktinya?"

Azlan mulai kesal mendengar perkataan Brian. Aiyra, gadis berambut panjang bergelombang dan memang sangat jarang terlihat sendiri, lebih sering bersama Zalfa. Namun, siapa yang akan membela musuh dan menentang teman sendiri? Ini Aiyra, teman Zalfa. Pastinya akan membela temannya, lagi pula sekarang mereka tidak bertengkar pastilah Aiyra memihak Zalfa.

"Masih kurang, bukti yang kamu berikan masih sangat kurang," ucap Azlan.

Tidak banyak bicara lagi, Brian langsung pergi. Tampak berjalan menuju area parkir, karena sebelumnya dia sudah mencari ke beberapa ruangan, tetapi tidak ada. Azlan hanya diam melihat, tanpa mengejar. Berpikir Brian tidak akan menemukan Alma di sana. Akan tetapi, cukup lama berdiri membuatnya teringat tentang Alma yang kadang menghampiri Sakha.

Kalau Brian tidak menemukan Alma di parkiran, bagaimana jika dia juga pergi ke taman?
Bagaimana jika gadis itu sendiri?Bagaimana jika Sakha tidak sedang di sana? Azlan berdecak kesal, tak sampai hati harus membiarkannya berhadapan dengan Brian.

Brian terus berjalan dengan amarah yang memuncak. Baginya, menyakiti Zalfa berarti berurusan dengannya sekalipun seorang gadis. Sampai di parkiran, Brian tidak melihat siapa pun.

"Ke mana gadis itu? Alma!" teriaknya tak sabaran.

Brian kembali melanjutkan langkah dan benar tebakan Azlan, kalau dia ke taman. Dari kejauhan, terlihat punggung gadis yang sedikit membungkuk. Melihatnya, Brian segera menghampiri.

"Alma!" Brian berdiri tepat di depannya. Memaksa netra Alma, fokus pada pemuda di hadapan. Alma ternyata sedikit membungkuk karena memeluk biola milik Sakha, dengan kedua lutut menopang sikunya.

Saat ini, perasaan Alma sangat terkejut mendapati pemuda asing mengetahui namanya. Bukan hanya itu, wajah Brian seperti orang yang habis makan cabai, terlihat merah padam.

"Iya, aku Alma. Ada apa?"

"Kamu, 'kan yang ngerjain Zalfa dan buat dia sampai berlumur telur dan tepung?"

Secepat kilat, kejadian pagi tadi teringat. "Aku? Enggak. Malah mereka yang berniat mau ngerjain aku," ucap Alma menolak disalahkan, karena memang bukan dia. Enak saja, asal menuduh orang sembarangan.

Dari tadi Brian sudah berusaha menahan emosi. Namun, sekarang tidak lagi. Tiba-tiba saja Brian memegang pergelangan tangan kiri Alma, menarik kasar sampai Alma berdiri. Pemuda itu langsung melayangkan satu tamparan, membuat Alma refleks memejamkan mata, sambil memegang erat biola Sakha dengan tangan kanannya. Tidak sadar kalau perlahan telapak tangan mulai mengeluarkan darah, akibat senar yang begitu kuat terpegang.

Apa yang terjadi? Panas pada pipi, tidak Alma rasakan. Brian melihat ke arah pemuda yang memegang tangannya, menahan agar jangan sampai mengenai Alma.

"Jangan coba-coba menyakiti Alma." Mendengar ucapan yang tidak asing lagi bagi Alma, membuatnya membuka mata dan langsung menoleh ke asal suara.

"Sakha?" lirih Alma, dia pun menoleh ke kiri tampak Azlan berlari menghampiri.

Brian mengempas kasar tangan Sakha, menarik kerah bajunya dengan kedua tangan. Dari matanya, Sakha dapat melihat kemarahan.

"Kamu berani jadi pahlawan kesiangan?" Pandangan tertuju pada Sakha dan yang ditatap, sama sekali tidak menunduk atau takut. Tak begitu lama, Brian langsung mendorong Sakha tak sampai jatuh, hanya mundur beberapa langkah. "Hebat juga, masih menjadi murid baru, udah dua aja yang suka. Bahkan, siap jadi pelindung."

"Bukan hanya Alma, siapa pun dia yang ingin kamu tampar seperti tadi dan aku ada di sana, aku juga akan mencegah." Sakha berjalan menghampiri, berdiri di samping Alma. "Memangnya ada masalah apa sampai kamu mau menamparnya?"

"Dia sengaja mengerjai Zalfa."

"Enggak, malah Zalfa yang berniat mengerjaiku." Sekali lagi Alma mengelak.

"Diam, kamu!" Brian membentak, tidak terima kalau gadis yang disukai mendapat tuduhan seperti itu.

"Brian!" Sakha mulai terpancing emosi, tetapi harus segera sadar sebelum lepas kendali mengikuti hasutan setan. "Kalau kamu hanya mau di dengar, tanpa mau mendengarkan orang lain sebaiknya pergi dari sini!" usirnya.

Bel masuk berbunyi, Sakha langsung melirik Alma. Sepertinya rencana mereka untuk menemukan bukti, harus kembali gagal. Sementara itu, Brian masih belum menyerah. Dia kembali memukul, tetapi tangannya lebih dahulu diraih oleh Azlan. Tak hanya itu, Azlan juga mendorongnya menjauh.

"Jangan sampai kamu kembali masuk catatan Pak Andi, karena ini. Lupa peringatan dari Pak Andi? Sekali lagi melanggar namamu sebagai kapten bisa dicoret. Bahkan, kamu juga akan dikeluarkan dari tim!" teriak Azlan.

Mendengar hal itu, membuat nyali Brian menyusut. Bermain basket adalah kegemarannya, bagaimana mungkin Brian bisa melepaskan kegemaran itu? Brian mengembuskan napas sejenak.

"Kamu benar, itu peringatan dari Pak Andi untukku." Brian mengalihkan pandangan ke Alma. "Dan kamu, jangan mengganggu Zalfa." Alma hanya diam tanpa membalas ucapan Brian. Sadar kalau pemuda itu sangat memetingkan Zalfa dalam kehidupannya. Bahkan, teringat tentang dia yang sempat bertengkar dengan Azlan karena membuat Zalfa menangis.

Argia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang