Setelah Brian meninggalkan taman, barulah Alma melihat biola milik Sakha. Saat melepas untuk diberi kembali pada sang pemilik, telapak tangannya terasa perih. Mendengar ringisannya membuat Azlan dan Sakha yang sedari tadi berdiri di kanan dan kirinya menoleh mendapati darah segar tampak mengenai sebagian senar dan semua itu, berasal dari telapak tangan Alma.
Sesegera mungkin Sakha mengambil biola, menaruhnya ke kursi dan terlihat memilih menjadikan Alma sebagai fokus saat ini. Azlan pun begitu, dia tidak langsung pergi ke kelas, mengalihkan fokus pada Alma.
"Kamu pasti memegangnya terlalu kuat, sampai luka begini." Azlan membawa tangan Alma, melihat lukanya. Sementara gadis itu sesekali meringis.
"Kita ke UKS sekarang, biar lukamu bisa diobati!" ajak Sakha yang mendapat anggukan dari Alma.
Kini, Azlan lebih dahulu berjalan beriringan bersama Alma, diikuti Sakha yang sebelumnya mengambil biola dan buku. Biasanya kalau pelajaran sudah mulai dan ada yang telat masuk, maka murid tersebut akan mendapat hukuman, ya, tergantung mata pelajaran siapa.
Namun, tampaknya Sakha, Azlan, juga Alma akan selamat dari itu kalau mengetahui mereka ada di UKS. Bukan berarti menjadikan UKS sebagai alasan kuat agar tidak mendapat hukuman. Akan tetapi, memang benar mereka ada di sana.
Beberapa menit berlalu, tangan Alma sudah berbalut perban. Kata salah satu anak PMR yang mengobati, lukanya sedikit dalam makanya harus diperban. Usai berterima kasih, mereka bertiga bergegas menuju kelas.
"Apa kita akan dihukum?" tanya Alma setelah melihat jam yang melingkar di pergelangannya. Walau Alma tahu, dia punya alasan kuat jika ditanya tetap saja rasa khawatir ada. Wajar kalau Alma bersikap seperti itu, karena dia bukan tipe gadis yang suka bolos, atau telat.
"Kita akan dihukum kalau ketahuan bolos, atau telat. Soal ini, kita aman karena memang nggak ada niatan buat telat," jawaban Sakha yang mudah dicerna oleh Alma membuatnya merasa lega.
"Lagi pula, sekarang bukan pelajaran Pak Andi. Jadi, makin aman." Azlan menimpali dengan jawaban yang sama-sama melegakan. Dari dua jawaban tadi, sepertinya memang akan aman ketika mereka masuk.
Alma ikut menghentikan langkah, saat Sakha dan Azlan berhenti. Sibuk memikirkan masuk ke kelas aman atau tidak, membuatnya tak sadar kalau sekarang mereka bertiga sudah berada di depan kelas. Seluruh mata mengarah pada mereka, terlebih Alma yang sendiri perempuan.
Beberapa terlihat berbisik, ada juga yang saling sikut. Entahlah, Alma hanya diam memandangi satu persatu temannya sampai netra mengarah pada Luna, lalu Nabila. Keduanya seolah-olah meminta penjelasan.
"Dari mana kalian, apa kalian tidak mendengar bel masuk?" Setelah cukup lama memandangi teman-temannya, Alma pun menoleh saat pertanyaan dilontarkan pada mereka.
"Setelah bel kami tidak langsung ke kelas, tapi kami pergi ke UKS, Pak." Mengalihkan netra, sampai menemukan bukti bahwa mereka benar ke UKS. Pria tersebut mengangguk, mungkin pandangannya telah melihat tangan kanan Alma yang terbalut perban.
"Baiklah, kalian boleh duduk." Usai mendapat izin, mereka bertiga ke tempat duduk masing-masing. Bergegas mengambil buku catatan.
"Alma, kamu dari mana aja?" Suara lirih, tetapi masih mampu didengar oleh Alma. Gadis itu menoleh, melihat Luna yang tempatnya berada di samping Alma, perlahan menarik kursi mendekat.
"Dari taman," ucapnya lalu mengalihkan pandangan ke tas miliknya, kemudian membuka tas dengan tangan kiri.
Luna mengangguk-angguk, memperhatikan Alma yang mengeluarkan buku. Setelah menaruh ke atas meja, Luna baru melihat tangan Alma yang diperban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argia (Tamat)
Mystery / ThrillerKetika gelap berada dalam kehidupan, ketakutan atau mungkin merasa sedih. Menutup segala macam rahasia diri atau mengambil tindakan berani. Berharap lepas dari gelap, tetapi justru makin terjebak. Berbagai macam pertanyaan bermunculan, menghadirkan...