;prologue

121 31 45
                                    

Ketika rembulan bertahta dengan nyaman di singgasananya, malam yang seharusnya lengang dan damai itu berubah rusuh di salah satu kediaman keluarga ternama. Keluarga Janardana. Saat ini seluruh anggota keluarga beserta para penjaga kepercayaan mereka sedang bertaruh nyawa. Demi melindungi sebuah benda yang selama ini menjadi harta pusaka turun-temurun di Keluarga Janardana.

Mereka sudah tahu, hari ini akan tiba, hari di mana Keluarga Janardana akan diserang oleh Keluarga Basudewa. Yang memang pada dasarnya memiliki perselisihan yang tak pernah usai. Kedua keluarga ini memiliki persaingan dalam segala aspek dan hal ini pula yang menjadikan kedua keluarga disegani oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Bondowoso, Jawa Timur.

Karena persaingan yang terjadi sudah lama ini, banyak keluarga-keluarga kecil yang cukup berpengaruh di Jawa Timur, tidak berani ikut campur dalam segala urusan perselisihan mereka. Bahkan, pemerintah juga tutup mata, jika kedua keluarga ini melakukan suatu tindakan yang melanggar hukum. Kekuatan keluarga Janardana dan Basudewa sangat ditakuti oleh banyak orang.

Contohnya saat ini, Keluarga Janardana yang hampir ditumpas habis oleh Keluarga Basudewa, tak ada satu pun pihak keamanan yang ikut andil. Mereka menganggap tidak terjadi apa-apa.

Demi sebuah benda kecil yang entah apa gunanya, banyak nyawa yang melayang begitu saja. Puluhan mayat terkapar di lantai rumah Keluarga Janardana, yang sebagiannya sudah menjadi puing-puing. Namun, tetap saja Asoka Janardana, selaku Kepala Keluarga Janardana, masih saja mempertahankan untuk menjaga benda yang bernama bionet. Asoka takut, bionet akan disalahgunakan oleh Ekata Basudewa, Kepala Keluarga Basudewa.

Benda yang berbentuk pisau warna hitam legam itu digadang-gadang memiliki kekuatan misterius, maka dari itu Asoka tetap mempertahankan  untuk menjaga bionet walaupun nyawa yang menjadi taruhannya.

"Menyerah sajalah, Asoka. Kamu tidak akan pernah bisa mengalahkanku. Selama ini kamu hanya menjadi bayang-bayang di balik kejayaan Keluarga Basudewa." Suara bas milik Ekata terdengar merendahkan Asoka yang telungkup di atas tanah. Napasnya terengah-engah, pria berumur 40 tahun itu tak sempat mengatur napasnya dengan baik.

Mata penuh dendam milik Asoka memandang tak senang ke arah Ekata.

"Dengan jiwa dan raga ini, aku tidak akan pernah memberikan bionet itu ke tangan busukmu itu, Ekata," ucap Asoka lirih, dia mencoba untuk mengatur napasnya dengan baik.

"Apa aku tak salah dengar? Untuk bernapas saja kamu sudah kesulitan, dengan cara apalagi kamu menjaga benda yang seharusnya milikku itu? Oh iya, bagaimana kalau pertarungan ini aku buat menjadi semakin menarik?" Ekata menyeringai. Dia memberi isyarat kepada keroco-keroconya untuk membawa seseorang.

Mata Asoka terbelalak ketika melihat seorang perempuan yang 5 tahun lebih muda darinya, serta bocah lelaki berumur 5 tahun dijadikan sandera oleh Ekata. Amarah Asoka semakin memuncak, dia tahu kalau dia lemah jika istri dan anaknya menjadi orang yang disangkut pautkan dengan masalah pribadinya.

"Ekata!" Asoka menjerit dengan lantang, dia mengeluarkan sisa-sisa tenaganya untuk melawan balik Ekata dan menyelamatkan istri dan anaknya.

"Suamiku, jangan hiraukan aku, pergilah dari sini," lirih perempuan tak berdaya itu.

"Aku tidak bisa kabur begitu saja, Hayi. Terlebih lagi Janu juga menjadi tawanan makhluk bejat satu ini." Asoka memasang kuda-kudanya, bersiap untuk melawan kembali Ekata.

"Berhenti di sana, Asoka!" Pria bertubuh tegap itu menghentikan Asoka. "Satu langkah saja kakimu mendekat kemari, maka pisau yang ada di tangan bawahanku, akan kupastikan mendarat dengan mulus di leher istri dan anakmu ini," ancam Ekata.

Asoka yang mendengar ancaman itu berusaha mengendalikan dirinya. Dia tidak mau terjadi sesuatu yang buruk terhadap orang yang disayanginya.

"Jadi apa maumu, Ekata?"

"Sudah jelas tujuanku kemari adalah bionet itu," jawab Ekata dengan lantang.

Ada keraguan pada saat itu. Asoka bingung harus memilih apa. Di satu sisi, ia takut jika bionet ini disalahgunakan oleh Ekata. Dan di satu sisi lagi, ada istri dan anaknya yang terancam bahaya. Pikirannya semakin semrawut. Lelaki itu memejamkan matanya, berusaha untuk tetap tenang demi mendapatkan jawaban terbaik.

"Baiklah, aku akan menuruti kemauanmu, Ekata. Dengan satu syarat, setelah bionet ini berada di tanganmu, maka lepaskan istri dan anakku," ucap Asoka mengajukan persyaratan. Semoga keputusannya ini adalah jawaban terbaik untuknya.

"Sepakat."

Asoka melangkah perlahan mendekati Ekata. Sekitar 2-3 langkah lagi, Ekata menyuruh bawahannya untuk melepaskan istri dan anak Asoka. Kedua orang itu langsung berlari ke belakang Asoka.

Asoka merasa mendapat peluang, ia berpikir kalau Ekata sedang lengah saat itu. Dengan cepat, Asoka mengarahkan bionet itu ke perut Ekata. Namun, sesuatu yang mengejutkan membuat Asoka-lah yang kehilangan nyawa.

Hayi yang melihat kejadian itu seakan tak percaya dengan yang dia lihat. "Tidak mungkin—" Perempuan itu membeku beberapa saat.

Sementara Janu, bocah berumur 5 tahun, hanya memandang dengan tatapan yang polos.

"Baiklah, aku akan pergi dari sini. Sesuai kesepakatan, aku akan membiarkan kalian berdua hidup." Ekata melangkah pergi meninggalkan kediaman Janardana yang hampir tak bersisa.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" ucap Hayi masih bingung.

Tomb Of Leviathan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang