;chapter one

67 22 30
                                    

Beberapa tahun kemudian, Janu Janardana tumbuh menjadi pemuda tampan dan gagah. Dia tinggal bersama ibunya, Hayi, di sebuah Vila milik Keluarga Janardana, satu-satunya aset yang tersisa setelah kehancuran keluarga Janardana waktu itu. Namun, dengan kehidupan yang saat ini, Hayi masih dapat merasakan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan. Terlebih lagi, dia harus membesarkan Janu dengan baik, sebab Janu-lah satu-satunya keluarga yang dimilikinya sekarang.

Vila tempat Janu dan Hayi tinggal terletak di Kawah Wurung. Di mana terhampar sabana luas sepanjang mata memandang, udara yang sejuk, dan tempat yang cukup damai untuk melanjutkan kehidupan. Saat ini Janu menjalani aktifitasnya sebagai penjelajah makam atau reruntuhan kuno, yang mana di tempat seperti itu terdapat sumber pengetahuan tentang kehidupan masa sejarah. Apalagi jika ada sesuatu yang menarik di dalam reruntuhan kuno, seakan-akan jiwa berpetualang Janu meningkat pesat.

Ada satu hal yang tak terduga dalam diri Janu. Hal ini dia ketahui ketika berumur 7 tahun. Hayi juga terkejut waktu itu, saat tahu anaknya dapat melakukan sesuatu yang demikian. Pada usia itu, Janu dapat menggerakkan benda, walaupun benda itu tidak terkendali arahnya, Hayi merasa itu adalah salah satu anugerah yang diberikan Tuhan kepada anak semata wayangnya itu.

Lama-kelamaan, Janu mulai terbiasa dengan bakat dan potensi yang dimilikinya. Sekarang dia dapat mengendalikan kemampuan telekinesisnya tersebut dengan baik. Hal ini pula yang membuat Janu merasa percaya diri untuk menjelajahi reruntuhan yang ditemukannya.

Seperti yang dilakukannya terakhir kali, di salah satu reruntuhan kuno, kekuatan telekinesisnya dia gunakan untuk menegakkan kembali pilar-pilar batu yang belampar di tanah.

Di setiap reruntuhan, Janu selalu melewati dan memecahkan beberapa teka-teki yang dibuat oleh penduduk setempat terdahulu.

"Beruntung sekali aku memiliki kekuatan ini, sangat membantu dalam proses petualanganku." Itulah yang dikatakan Janu setelah keluar dari reruntuhan.

Perawakan Janu yang terbilang santai malah membuat Hayi merasa khawatir saat anaknya jauh dari pandangannya. Wanita itu takut terjadi sesuatu kepada anaknya, dia juga cemas jika Ekata Basudewa tidak sengaja bertemu dengan Janu. Melihat ibunya yang selalu khawatir akan dirinya, Janu hanya bisa menenangkan dan mencoba membuat wanita yang ia sayangi itu percaya sepenuhnya dengan Janu.

"Ibuku tersayang, jangan terlalu cemas dengan diriku. Kamu tahu aku 'kan, Bu? Pemuda tampan dan juga gagah yang terlahir dari Keluarga Janardana. Ya, itulah aku Ibu," ucap Janu berusaha menghibur Hayi. Tingkah konyolnya itu selalu dapat diandalkan untuk membuat ibunya kembali tersenyum.

"Dasar pemuda yang sangat congkak, hahaha," balas Hayi disusul dengan tawa kecil.

"Tenang saja, Bu, jika aku bertemu dengan pria yang bernama Ekata itu, aku akan mengangkatnya dengan kekuatanku, lalu kulempar dia ke laut."

"Sudahi saja sikap melanturmu itu, mari kita makan. Ibu sudah masak makanan kesukaan kamu."

"Baiklah, Bu."

Andai kamu tahu, orang seperti apa yang akan kamu hadapi, Nak. Hayi membatin.

Begitulah Janu saat berada di rumah. Selalu melempar canda dan tawa kepada ibunya. Berbeda ketika Janu berada dalam reruntuhan, dia menjadi orang yang cukup serius, apalagi dengan yang berbau petualangan.

"Oh iya, Bu, rencananya aku akan ke kota nanti. Sudah lama aku tidak berkeliling kesana. Selama ini aku hanya melihat hutan, bebatuan, dan hal-hal berbahaya di reruntuhan," ucap Janu meminta izin. Ada tujuan lain yang mengharuskan dia ke kota.

"Terserah kamu saja. Dengan syarat, kamu pulang dengan kondisi tubuh yang utuh: satu kepala, dua tangan, dan dua kaki. Paham?" Hayi menunjuk Janu dengan sendok yang dipegangnya.

"Baik, Komandan." Tangan Janu memberi hormat.

Setelah itu, tawa-tawa kecil terdengar dari ruangan makan tersebut.

=========
======
===

Kerlap-kerlip lampu tersuguh indah saat Janu memasuki kota. Sudah lama dia tidak berkeliling di kota. Setiap dia berada di sana, ada saja hal menarik yang ditemukan olehnya. Sama halnya dengan hari ini. Namun, sedikit ada perbedaan. Kali ini dia mencari informasi tentang keberadaan bionet yang dicuri oleh Ekata. Untung saja ibunya tidak tahu tujuan asli dari Janu. Jika tahu, dapat dipastikan wanita paruh baya itu akan merasa sedih.

"Maafkan aku, Bu, tidak memberitahumu soal ini. Aku tidak ingin kamu khawatir," gumam Janu.

Janu pun kembali berkeliling mencari-cari informasi. Lalu dia singgah ke salah satu bar yang cukup ramai. Dia berpikir, bar adalah tempat yang cocok untuk mengumpulkan informasi.

Dia berjalan ke arah bartender yang tengah sibuk menyuguhkan minuman-minuman beralkohol kepada pengunjung. Janu juga memesan segelas wine dengan kadar alkohol rendah. Dia tetap ingin menjaga kesadarannya di tempat seperti itu. Bisa saja ada wanita-wanita genit yang berusaha mendekati pemuda tampan sepertinya.

"Apa kamu tahu tentang bionet?" tanya Janu kepada bartender yang jelas-jelas memiliki berbagai informasi.

"Maaf, Tuan. Di sini segala informasi, baik rahasia maupun tidak, itu bersifat komersil," jawab bartender dengan wajah datar. Sesekali ia mengelap gelas kaca berukuran kecil.

Mendengar hal tersebut Janu mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Dia menyodorkan beberapa lembar uang berwarna merah.

"Coba kuingat terlebih dahulu." Bartender itu berpura-pura berpikir. Janu paham maksud dari pria berkumis hitam di hadapannya itu. Soalnya, pria itu melirik ke arah uang yang sebelumnya diberikan Janu. Dapat disimpulkan bahwa uang itu masih belum cukup, dengan kata lain informasi mengenai bionet bersifat rahasia.

Lalu Janu menngeluarkan beberapa lembar lagi. Janu merasa uang tersebut sudah sangat cukup untuk informasi yang akan didapatkannya.

"Mengenai hal yang kamu tanyakan, aku hanya tahu sedikit dan informasi ini bersifat rahasia. Kudengar baru-baru ini, Keluarga Basudewa akan menggelar lelang barang antik. Mungkin benda yang Tuan cari ada di sana," jelas sang bartender.

"Apakah kamu tahu tempat pelelangannya di mana?" Janu kembali bertanya.

"Untuk itu, mungkin Tuan bisa menambahkan sedikit pencuci mulut." Janu pun memberi uang lagi ke pria rakus itu.

"Pelelangan itu akan digelar di tempat terpencil dan tersembunyi. Masih di sekitaran kota ini."

Merasa sudah cukup dengan informasi yang didapat, Janu beranjak pergi dari Bar setelah meneguk habis segelas kecil wine yang dipesannya tadi. Dia sudah tahu di mana akan digelar acara pelelangan itu.

Sebelum ikut andil dalam pelelangan yang dimaksud, pemuda dengan ambisi serta tekad yang kuat itu menyiapkan beberapa rencana. Rencana ini akan dia gunakan untuk merebut kembali apa yang seharusnya milik dia dan keluarganya. Kali ini Janu sudah berjanji untuk berhasil dalam merebut bionet itu. Demi ayahnya yang sudah tiada karena menjaga bionet tersebut dengan nyawa, demi nyawa keluarganya yang berada di garis depan bersama ayahnya, dan demi kedamaian ibunya dalam menjalani kehidupan.

Kali ini dia harus berhasil. Dan memang harus. Jika menyerah, ia merasa mati.

Tomb Of Leviathan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang