;chapter eleven

11 6 2
                                    

Di sebuah ruang hampa, tidak ada apa pun di sekeliling tempat itu, Janu masih terduduk bersila di tengah kekosongan tersebut. Beberapa saat kemudian, Janu berpindah tempat ke sebuah rumah megah. Di sana ada bocah laki-laki yang tampak bahagia sekali, di samping bocah itu ada orang tua yang sedang menemani anaknya itu bermain.

"Bukannya itu aku?" Benar itu adalah Janu saat berusia lima tahun. Ilusi saat ini menampilkan masa lalu Janu ketika ayahnya masih hidup.

Melihat hal itu, rasa rindu yang selama ini terpendam melecuti dada Janu, dia merasakan sesak. Sudah lama dia tidak melihat ayahnya semenjak peristiwa berdarah yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Janu mendekati tiga orang yang melepas bahagia dengan luwes itu, Janu memandang ayahnya dengan puas, berharap dapat mengobati sedikit rasa rindunya.

Di tengah kebahagiaan itu, tiba-tiba terdengar kerusuhan di luar rumah tersebut. Beberapa penjaga berlarian keluar melihat keadaan yang terjadi.

Salah satu penjaga mendatangi Asoka, ayahnya Janu. Dia mengatakan di luar terjadi pertempuran, banyak penjaga yang berjaga di luar sebelumnya mati mengenaskan. Ternyata ingatan Janu mengarah ke pertempuran yang dilakukan Ekata Basudewa saat merebut bionet.

Asoka menyuruh Hayi dan Janu untuk bersembunyi. Lalu Asoka pergi menghampiri Ekata yang dengan bangganya menyerang kediaman Janardana. Awalnya Hayi ingin menghalangi Asoka untuk tidak keluar dari rumah dan ikut bersembunyi, tetapi karena Asoka adalah kepala keluarga di rumah itu dia harus mengambil resiko tinggi dalam hal ini. Hayi dan Janu kecil pun pergi bersembunyi ke tempat yang aman.

Janu yang sedang berada di dunia ilusi mengikuti ayahnya keluar. Dia ingin tahu kronologi kejadian yang terjadi di masa lalu.

Ketika Asoka berada di ambang pintu, dia melihat penjaga keluarganya terkapar tak berdaya, luka yang mereka terima sangat serius. Asoka sangat geram dengan perbuatan yang dilakukan Ekata pada saat itu. Asoka menatap Ekata yang tersenyum tanpa rasa penyesalan dengan tatapan penuh amarah.

"Bajingan itu!" geram Janu yang juga memandangi Ekata di samping ayahnya.

Ekata berjalan perlahan mendekati Asoka. Dia masih menampilkan seringai yang menyeramkan. Benar-benar sebuah ekpresi yang menjengkelkan, tak ada yang tahan dengan wajah yang dipasang oleh Ekata, saat melihatnya amarah bakal tersulut.

"Mau apa kamu kemari, Bajingan!" seru Asoka yang sepertinya sudah siap menerkam pria di hadapannya itu.

"Jika kamu bertanya apa yang aku inginkan, itu sudah jelas. Aku ingin kamu menyerahkan bionet yang kamu miliki. Lagi pula benda itu tidak berfungsi dengan baik di keluarga kecil kalian ini," kata Ekata dengan rasa percaya diri.

"Tidak akan! Bionet itu tidak akan kubiarkan jatuh ke tangan orang yang penuh dosa sepertimu." Asoka sudah tidak sabar melayangkan tinjunya ke wajah Ekata yang menyebalkan.

"Kalau begitu, bayarlah ketidakmampuan dengan nyawamu yang tidak berharga itu." Ekata juga sudah menyiapkan ancang-ancang untuk menyerang balik.

Mendengar kalimat melecehkan itu keluar dari bibir Ekata, membuat dirinya semakin menaruh dendam terdalam dengan Ekata. Bagaimana pun caranya, suatu hari Janu akan membunuh pria besar itu dengan tangannya sendiri.

Saat ini dia menyadari posisinya, di dunia ilusi ini dia tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal Janu sangat ingin membantu ayahnya untuk melawan Ekata. Namun, dia tidak berdaya sama sekali, satu hal yang dapat dia lakukan adalah melihat sederetan peristiwa itu sampai habis.

Asoka dan Ekata bertarung sengit di halaman rumah Keluarga Janardana. Tempat yang sebelumnya adalah taman, berubah layaknya kuburan. Hancur sana-sini. Saat kedua orang itu sibuk adu tinju, beberapa orang yang dibawa Ekata menerobos masuk ke dalam rumah.

Tomb Of Leviathan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang