Janu mendapati seorang gadis perempuan berbalut pakaian serba putih yang terbaring di tanah. Salah satu kaki gadis itu terluka yang diakibatkan oleh serangan Janu tadi. Janu mendekati gadis tersebut, dia ingin menyembuhkan luka yang disebabkan olehnya. Saat Janu sudah dekat dengan gadis itu dan mengarahkan cahaya senter ke wajahnya, Janu merasa sedikit familiar. Ada sesuatu yang tidak asing dengan gadis itu. Dia memerhatikan lagi wajah gadis yang terbalut perban di matanya.
"Tunggu dulu, perban di mata? Jangan bilang dia adalah bocah yang diceritakan Pak Prawiro?" gumam Janu yang tidak dapat didengar gadis yang ada di bawah kakinya.
Gadis yang melihat Janu mendekat, berdecih kesal. Dia merasa terganggu dengan kehadiran Janu di sekitarnya. Raut wajah kesal tidak dapat disembunyikannya lagi, gadis itu juga merintih pelan karena rasa sakit yang dirasakan di area kakinya. Janu yang ingin bertanggung jawab, berjongkok di dekat kaki gadis tersebut. Dia mengulurkan kedua tangannya ke luka yang masih basah, lalu cahaya hijau yang berpendar menyelubungi tangan Janu.
Perlahan-lahan luka itu memudar dan hilang seketika tanpa meninggalkan bekas.
Kemudian Janu kembali berdiri dan meraih tangan gadis itu untuk membangkitkannya. Awalnya, gadis itu merespon tidak baik dengan sikap lembut yang diberikan oleh Janu. Namun, Janu hanya tersenyum melihat sikap gadis tersebut.
"Namaku Janu Janardana, kamu bisa memanggilku Janu. Lalu, siapa nama gadis muda ini?" tanya Janu mengulurkan tangan kanannya isyarat ingin berjabat tangan.
"Jangan merasa akrab denganku, kamu hanyalah orang asing yang tidak tahu malu masuk ke daerah ini!" seru gadis itu dengan nada yang cukup keras.
"Baiklah, jika kamu tidak ingin memberitahu namamu. Aku akan pergi dari sini." Janu meninggalkan gadis yang rambut hitamnya terurai indah.
Setelah merasa cukup dengan ranting pohon yang dikumpulkannya, Janu kembali ke tenda untuk beristirahat. Besok harus melanjutkan perjalanan lagi. Di sepanjang jalan, Janu merasa diikuti seseorang, orang itu adalah gadis yang ditemuinya barusan. Janu membiarkan gadis itu membuntutinya, dia merasa gadis itu hanya malu-malu untuk berkenalan dengan orang baru. Sesampai di tenda, Janu mengeluarkan bionetnya.
Dia memotong beberapa ranting. Gadis yang memantau Janu spontan keluar dari tempat persembunyiannya.
"Sudah kuduga, ada sesuatu yang aneh denganmu. Ternyata benar, aura yang dipancarkan dari tubuhmu adalah aura bionet itu!" pekik gadis itu mendekati Janu. Hawa yang dipancarkan menyudutkan Janu.
Dari mana gadis itu mengetahui kalau aku memiliki bionet. Padahal matanya tertutup perban, aku merasa memang ada yang aneh dengan gadis ini. Sepertinya benar, gadis ini adalah bocah yang ada di mimpiku dan yang diceritakan Pak Prawiro. Namun, kenapa dia masih hidup di era ini? Bukankah seharusnya dia sudah mati? Janu membatin.
"Ada satu hal lagi yang membuatku semakin curiga. Dari mana kamu dapatkan kekuatan penyembuhan itu? Aku seperti familiar dengan kekuatan itu, cepat katakan!" Temperamen gadis ini benar-benar kacau dan tidak dapat dikendalikan. Sangat kasar.
"Berbicaralah pelan-pelan, jangan berteriak seperti itu. Tanpa kamu berteriak pun aku dapat mendengarkan suara cemprengmu itu." Janu tertawa kecil saat mengatakan suara gadis itu cempreng.
"Jaga ucapanmu!" Gadis itu maju beberapa langkah ke arah Janu sembari menunjuk-nunjuk wajah Janu.
"Bagaimana kalau kita membuat permainan. Kita saling melontar satu pertanyaan secara bergantian, bagaimana?" tawar Janu membuat kesepakatan.
Gadis itu berpikir sejenak. Dia merasa Janu akan menjebaknya. Setelah memikirkan beberapa kemungkinan, gadis itu menyetujuinya. "Baiklah, aku ikuti permainanmu."
Janu menyeringai, lalu berkata, "Baiklah, aku akan bertanya lebih dulu. Siapa namamu?" Pertanyaan pertama ini membuat gadis itu semakin frustasi.
"Benar dugaanku, kamu pasti menanyakan hal yang aneh," umpat gadis itu.
"Bagaimana pertanyaan itu disebut aneh. Lagi pula, aku menanyakan hal tersebut karena ada alasannya. Aku tidak mengenal dirimu bahkan tidak tahu namamu, apa mungkin aku memberikan informasi yang ingin kamu ketahui oleh seseorang yang tidak dikenal? Tentu tidak, maka beritahu saja namamu." Janu menyudutkan gadis itu.
Gadis itu menggeram kesal. "Ish, baiklah. Namaku Narayana Omsaka. Kamu bisa memanggilku Nara. Sekarang kamu sudah puas pria cabul?" ledek Nara yang dibuat kesal oleh Janu. "Sekarang giliranku bertanya. Dari mana kamu mendapatkan kekuatan penyembuhan dan bionet itu?" tanya Nara penuh rasa penasaran.
"Pertama, kekuatan penyembuhan ini aku dapatkan dari seorang teman yang sudah lama berjasa kepada Desa Wiwitan yaitu Wingit. Kedua, bionet ini adalah milik keluargaku, diturunkan dari generasi ke generasi," jelas Janu. "Selanjutnya aku. Mengapa gadis cantik dengan perban di matanya berada di hutan yang gelap ini sendirian?"
"Mengapa kamu menanyakan hal-hal yang tidak penting?" Semakin lama Nara dibuat geram oleh pria yang berada di depannya itu.
"Cepat jawab saja!"
"A-aku adalah penuntun bagi orang yang pantas. Pertanyaan selanjutnya, dan dari mana pula kekuatan telekinesis yang kamu miliki? Padahal itu adalah kekuatan yang dimiliki suku kami." Nara semakin dibuat penasaran dengan semua yang dimiliki Janu. Entah dari mana semua asal-usul yang dimilikinya. "Aku juga samar-samar merasakan energi yang sama dengan orang itu? Aku juga merasa jika pria ini juga memiliki wajah yang sama dengannya." Nara semakin bingung.
"Untuk masalah kekuatan telekinesisku, aku juga tidak mengetahuinya. Aku sadar akan kekuatan ini saat berusia enam tahun." Janu mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya. Dia memang tidak mengetahui dari mana asal kekuatan yang dimilikinya. Dia hanya menganggap hal itu diberikan Tuhan sebagai anugerah yang tidak terduga.
Nara sudah tidak dapat menahan rasa penasarannya lagi. Tanpa menunggu giliran untuk bertanya, Nara langsung menyerobot giliran. "Lalu apa tujuanmu kemari?"
"Hei, kamu melanggar aturan. Seharusnya ini giliranku," protes Janu kepada Nara.
"Persetan dengan aturan, cepat katakan saja. Aku sudah bosan dengan permainan yang kamu buat ini!" dengkus Nara yang tidak sabaran.
Janu pun mengalah terhadap Nara. Dia menjawab pertanyaan yang diberikan Nara. Janu mengatakan tujuannya ke sini adalah untuk memecahkan misteri di balik mimpinya. Janu juga merasa bahwa gadis yang di dalam mimpinya adalah Nara, maka dari itu Janu memberitahu Nara hal tersebut. Lalu, Janu menanyakan kepada Nara maksud dari mimpinya itu.
"Sepertinya gadis yang dimimpi kamu itu memang aku. Seperti yang aku katakan, aku adalah penuntun bagi orang yang pantas. Walaupun keadaan mataku seperti ini, tetapi aku masih bisa merasakan segala keadaan di sekitar dengan indraku yang lain. Aku juga menyimpulkan bahwa kamu adalah reinkarnasi dari seorang prajurit kuat di sukuku. Dan tugasku di sini sepertinya menuntunmu untuk menyempurnakan kekuatanmu." Nara menjelaskan semua yang dikatakannya dengan nada yang ketus. Dia masih belum menerima Janu sepenuhnya sebagai seorang 'kenalan'.
Janu termenung beberapa saat. Ternyata kekuatannya masih bisa dikembangkan lagi. Dan lagi, dia adalah reinkarnasi dari seseorang yang ads di suku Nara. Satu hal yang tidak dimengertinya,jika dirinya adalah reinkarnasi mengapa dia tidak mendapatkan ingatan dari orang tersebut?
"Apa nama sukumu?"
Pertanyaan Janu tidak digubris sebab Nara sudah tertidur pulas di depannya. Janu mengangkat gadis itu dan menaruhnya di dalam tenda agar tidak digigit oleh nyamuk-nyamuk nakal.
Janu mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih banyak lagi kepada Nara. Gadis itu sepertinya sangat kelelahan. Dia juga masih penasaran dengan latar belakang Nara yang sedikit rumit. Orang yang hidup beberapa ratus tahun lalu, bagaimana bisa berkeliaran di tahun ini? Apakah Nara itu adalah seorang immortal? Janu memutuskan untuk tidur sebelum dibuat susah oleh pertanyaan-pertanyaan memusingkan. Dia tertidur di luar, bersandar di sebuah batu besar dekat tenda.
Kedua orang itu tertidur pulas. Besok mereka harus bersiap untuk berpetualang bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tomb Of Leviathan ✔
Fantasy꧁𓊈𒆜𝕻𝖊𝖗𝖋𝖊𝖈𝖙 𝖈𝖔𝖛𝖊𝖗 𝖇𝖞 𝕿𝖎𝖙𝖎𝖕 𝕯𝖊𝖘𝖆𝖎𝖓𒆜𓊉꧂ Janu Janardana, pemuda yang terikat oleh garis takdir dengan sebuah benda pusaka dari Suku Leviathan dan memiliki dendam mendalam ke salah satu keluarga ternama di Bondowoso. Berbekal...