Pengendali

1 0 0
                                    

Pagi buta Randu sudah bersiap diri untuk menyiapkan segala keperluan berkemah, dirinya yang dibantu sahabatnya cukup lebih cepat dibandingkan sendiri.

Tito yang kali ini membantu Randu sangatlah berharap jika ia juga ditumpangi motor menuju ke sekolah, tetapi bukannya yang diinginkan malah lebih didapatkan.

"Gimana, kalau naik mobil aja?"
"Lo yakin, bro?"
"Iyalah, sangat yakin malah."
"Tapi lo belum punya surat ijin mengemudi, kalau ada polisi gimana? Bukannya itu juga mobil punya papa lo."
"Biarkanlah ini urusan aku, sekarang ambil barang kamu sama punyaku masukin ke dalam bagasi mobil."
"Gak bisa buka, bro. Gue kan gak pernah naik mobil mewah."
"Ketika kau turun, terus nanti itu bagasi buka sendiri lewat sini."
"Oke."

Semua yang telah dipersiapkan dengan matang itu selesai, mereka hendak melaju ke sekolah tiba-tiba saja telah dibuat panik akan seseorang tiba-tiba saja melintas dengan mengendarai mobil juga menyalipnya.

Api yang tersulut di benak dan hati Randu telah tertantang untuk mengikuti alur balas dendam, Tito sangat ketakutan ketika sahabatnya melajukan mobil begitu sangat cepat.

Tito sangat berusaha mendinginkan suasana apapun caranya termasuk dengan sebuah alamat seorang perempuan yang pernah Randu temui di jalan, mobil dengan kecepatan diatas rata-rata tersebut langsung direm hingga menabrak pembatas trotoar.

"Mana, alamatnya?"
"Ya elah, kalau urusan ini cewek langsung berhenti. Giliran sahabatnya jantung mau keluar aja urusan belakang, gila lo bro."
"Buruan deh kasih itu alamat, mau aku tancap gas lagi?"
"Udah, udah cukup. Sekarang lo kendarai pelan-pelan bakalan gue kasih tahu."
"Ya."

Tito yang telah memberikan alamat tersebut berhasil dibuat keliling-keliling tak kunjung menemui rumah Rindu, tetapi semua sudah diusahakan hingga pukul tujuh pagi.

Randu yang menyerah dan menyalahkan Tito itupun akhirnya memilih menuju ke sekolah, mereka berdua melihat keakraban Rindu dengan Danu langsung keluar dari mobil.

"Kayaknya itu cowok yang kemarin, siapa sih dia?"
"Gak tahu, bro. Kalau dilihat dari segi kiri sih pacarnya, segi kanan juga pacarnya. Cemburu ya, ah cie."

Dengan lari super percaya diri Jono datang menepuk pundak Randu sembari beberapa kali menjulurkan lidah, Rindu yang ditinggalkan Danu ke lapangan begitu saja.

Sebelum Danu melangkahkan kaki meninggalkannya seorang diri sebuah kecupan di jidat Rindu memancing Randu, tak segan-segan pukulan tangan kanan itu mengayun cukup keras.

"Gak usah ciuman segala."
"Siapa lo? Ini bukan urusan lo!"
"Jangan mentang-mentang kau kakak kelas, ane adik kelas gak berani? Sini maju."

Pertengkaran tak terkendali itu berangsur cukup ricuh, tiba-tiba Rindu hadir di tengah mereka dan secara tidak sengaja Danu justru memukul tepat di ulu hati.

"Sudah, sekarang kalian tanggung jawab. Jono gak mau tahu, you you and you bertiga bawa Rindu ke UKS."

Tito yang membantu membopong ke UKS itupun masih tetap ada pergulatan lidah diantara Danu dan Rindu, mereka berdua yang ketahuan berantem di sekolah telah dilaporkan ke BK.

Jono yang mencoba untuk menepuk-nepuk pipi Rindu belum juga tersadar, barulah salah seorang kakak kelas PMR memberikan aroma-aroma terapi ke dekat lubang hidung membuatnya siuman.

Persidangan diantara Randu dan Danu berbuah kesempatan sekali lagi, tetapi dengan pengendalian cincin merah delima miliknya menjadikan BK menghukum Danu untuk tidak ikut mengampu berkemah.

"Sialan, gara-gara itu bocah ane gagal nglindungin si Rindu." Batin Danu dengan mengepalkan jari.

Mereka semua yang bubar ke kelas masing-masing itupun terus memikirkan Rindu yang terkapar lemas di UKS, ketika Randu sedang menyusun organiasi datanglah Putri untuk tebar pesona ke arah dirinya tersebut.

Bukannya terpanah akan sebuah penampilan malah justru dijadikan bahan canda tawa teman satu kelas, ia menyiapkan segala sesuatu membuat Putri terus berusaha menarik perhatian ke arah Randu yang sama sekali tidak melirik sedikitpun.

"Bocah saraf." Ketus Randu.

Tiba-tiba saja kedatangan Rindu dengan masih berjalan perlahan dibantu oleh Jono itupun membuat semua beralih menanyakan keadaannya, Putri yang kesal langsung melepaskan bando di rambutnya.

"Sayang Putri, kenapa? Tenang bebeb Jono setia kok sampai nanti."
"Gila, males sama kamu. Bukan kamu juga kali, tuh cowok aku."
"Aku minta maaf ya atas kejadian tadi, Rin. Aku cuma males aja begitu kamu dicium di tempat umum, sekali lagi maaf ya."
"Gak papa kok, Ran. Jadi gimana udah disusun organisasinya? Terus itu nanti siapa saja bagian di kelas, bagian di lapangan, dan bagian urusan memasak."
"Beres, Randu Wisanggeni gitu loh."

Mereka semua yang sudah dibagi tugas membuat Randu berkuasa karena menjadikan dirinya sebagai ketua kelas, sementara sahabat dan Jono dijadikan bendahara maupun sekretaris. Rindu yang dijadikan wakil ketua kelas dan Putri kedua membuat murka.

"Pokoknya Putri maunya Rindu yang terakhir, gak mau tahu. Terserah pokoknya, kalau gak diganti aku gak akan ikut."

Randu yang memberikan chat ke Putri telah dibaca, tanpa sepengetahuan Rindu maupun lainnya mereka pun menuju ke gudang sekolah lama.

"Kamu kok gitu sih, mas?"
"Aku kan sangat sayang sama mas, karena itu juga Randu tersayang di hatinya Putri gak mau dong premaisurinya ini nanti kecapekan. Secara tugas wakil ketua kelas berat, kamu dijadikan kedua begitu bukanlah yang lainnya."
"Hem."
"Jangan ngambek dong, sini aku kasih kepuasan dulu."
"Ah... gak mau, mas. Ini kan di sekolah, nanti kalau ada yang melihat gimana? Aku gak mau."
"Udah gak papa, gak ada yang tahu juga. Sini, lepas itunya."

Putri yang kembali berhasil dikendalikan dalam pengaruh Randu cukup begitu lama di dalam gudang sekolah hingga mengeluarkan cairan bening keduanya, mereka yang dua jam barulah keluar dengan penuh keringat menuju ke kelas kembali.

"Gatel punyaku, perih."
"Udah gak papa, katanya sayang sama aku. Nurut dong, semua dihitung dari kepuasan bukan rekayasa. Sayang gak?"
"Sayang kok sama, mas Randu. Sayang banget dan pakai huruf T banyak bingo."
"Makanya perihnya itu juga bakalan buat kamu terbiasa kok."
"Iya, mas Randu. Putri akan biasakan juga kok, semuanya karena ini dilakukan untuk cinta kita."

Rindu yang mengantarkan tikar itu pun mendengar pembicaraan diantara mereka, ketika dirinya hendak menanyakan Tito membutuhkan pertolongan Randu dan Jono. Suasana tersebut terlewat begitu saja.

Putri yang mengalihkan pembicaraan berpura-pura menghisap jari telunjuknya, dirinya ingin menjelaskan tiba saja dipanggil untuk membantu urusan di lapangan.

"Mungkin hanya perasaanku saja, lagi pula aku lihat Randu orangnya baik meski tadi berantem caranya ia menghargai perempuan dan ketika tadi menanyakan sebuah keadaanku sopan." Gumam Rindu.
"Untung saja otak Putri hari ini pinter, sumpah nyaris aja kesalahan itu bakalan terbongkar. Huh, nyaris saja." Batin Putri sambil berjalan dan garuk-garuk kepalanya yang hampir semua akan terbongkar.

LATHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang